Sajadah Setia

Kemarin, saya sibuk membolak-balik buku agenda. Sejenak, mata saya terjurus pada suatu halaman, ada kutipan: "Carilah di atas sajadah, jawaban atas persoalan apapun yang kita hadapi." Seingat saya, kutipan tersebut saya ambil dari harian Republika Jumat, Agustus 2008 lalu.

Saya baca-baca berulang kutipan tersebut, terus mencoba memaknai. Seketika itu pula, mata saya terjurus pada sajadah setia saya yang tengah tergantung pada gantungan pakaian. Saya pandangi dari ujung ke ujung. Agak lusuh. Tak terasa, lebih kurang  telah 15 tahun saya ditemani sehelai sajadah ini. Kian hari, ia kian lusuh. Tapi saya tak mau menggantinya dengan yang lain. Ini sajadah terlalu setia kepada saya. Lima belas tahun itu, jika dikalikan entah sudah berapa kali dia menemani saya. Teman untuk beribadah, teman untuk menghamba, teman untuk mencurahkan segala perasaan dan teman untuk memohon kepada Sang Khalik.

Suatu kali, tepatnya di hari raya Idul Adha 1431 H, saya dengan teman bersiap menuju masjid untuk menunaikan ibadah Shalat 'ied. Ketika berkemas, menyiapkan perlengkapan ibadah kami masing-masing, tiba-tiba teman saya berkata, "Itu sajadah sudah lusuh, gantilah lagi dengan yang baru."

Sejenak saya terhenti. Memandangi sajadah setia itu. Ia, kamu memang benar-benar sudah agak lusuh, benang-benang di pinggiranmu sudah mulai lepas, warnamu tak lagi secerah dulu, tepat dipijakan kedua telapak kakiku bulu beludrumu sudah tak ada lagi, tipis. Dalam hati saya bercengkrama dengan sajadah berwarna biru muda itu.

Mengapa saya terlalu mencintainya? Ya, kemana pun selama ini saya pergi, jauh pun dekat, lama pun sebentar, saya tak lupa membawanya. Dia terus bersama saya. Kalau saja nanti saya membeli sajadah baru, tentu dia akan terabaikan. Mungkin hanya akan disimpan rapih dalam lemari. Ah, terlalu kasihan.. meninggalkan dia hanya karena dia sudah lusuh, dan saya sudah mempunyai yang baru.

Sajadah bergambar dua masjid di tempat sujudnya itu juga menyimpan kenangan manis bersama saya. Bukanlah sajadah yang saya beli dengan uang saya sendiri. Bukan pula hadiah dari orang tua yang ingin anaknya selalu taat beribadah. Tapi, sajadah itu adalah hadiah dari perayaan Khatam Alqur'an saya di salah satu Taman Pendidikan Alqur'an. Bersama sajadah itu, saya juga menerima Tafsir Alqur'an beserta Pashmina Hitam yang cantik. Perayaan itu, tepat pada libur kenaikan kelas saya menuju kelas empat sekolah dasar. Sejak itulah, saya mulai akrab dengan dia.

Rasa-rasanya, tak mungkin saya menggantinya dengan yang baru. Terlalu nyaman saya bersamanya. Cukuplah dia saya cuci sekali dalam sebulan, dan memberi secukupnya wewangian. Biarlah terlihat sedikit lusuh, tapi saya sangat nyaman bersamanya. Biarlah dia yang menjadi saksi. Saksi penghambaan saya kepada Sang Khalik. Juga, saksi yang paling tahu setiap persoalan yang saya hadapi. Bersama dia juga saya menemukan jawabannya. Dan, sesekali saya tidur di atas Sajadah setia itu. Tidur yang indah tentunya, bersama dia.

***

@rukan panggung, 01st April 2011--17.47, with Kenny G backsound

0 comments:

Posting Komentar