hanya Engkau yang pantas

Tuhan,
memang tak ada kepantasan bagiku memohon kepada siapapun
tiada yang bisa mengerti selain Engkau
tiada yang paham kecuali Engkau

tak seharusnya aku mengeluh kepada siapapun
tak sebaiknya aku meminta kepada makhlukMu
hanya Engkau yang pantas

Tuhan,
di siang ini aku merasa sendiri
ku sampaikan doa penuh harap;
Engkau masih mendekapku
Engkau masih bersamaku
tak ada kasih sayang abadi
kecuali dari Engkau

jadikan aku makhlukMu yang bertawakal
tidak larut dalam kesedihan
tidak lemah karena air mata
Ya Allah Ya Qawiyy
Engkau yang Maha Kuat dan menguatkan
wahai Sang pembolak-balik hati
kuatkanlah hati ini

Amin Allahumma Amin

Angka berJarak

Kita berjarak 1.664 km. Kita berbeda waktu 1 jam. Kalau ingin bertemu, kita mesti menempuh 3 pulau, Apabila hendak saling melepas rindu kita butuh rupiah kira-kira sebanyak 3 juta. Setiap kali mau bercengkrama, saling mendengar suara, kita butuh pulsa. Entah berapa, mungkin 5 ratusan ribu untuk kita berdua tiap bulannya. Apalagi? Masih banyak.

Ah, itu hanya angka. Meski angka selalu ditakdirkan untuk dihitung, tapi untuk kondisi ini tak perlulah kita menghitung. Tak ada guna. Bukankah ia apabila sudah habis dapat dicari lagi. Yang perlu hanyalah bagaimana angka itu mencipta bahagia. Bahagia karena apa? Karena kita telah membuatnya menjadi tak biasa. Luar biasa, tepatnya. Dengan cinta berbiaya tinggi kita telah memuliakan hubunga kita.

Tak banyak yang bisa melakukan. Tak banyak pula yang bisa bertahan. Mari kita buktikan. Bahwa cinta kita patut diperjuangkan. Patut pula melakukan pengorbanan. Tak ada alasan lain, selain karena kita memang benar-benar ingin menjaganya. Membuat dia berharga.

Bukan berarti pula kita mengagung-agungkan angka yang telah kita keluarkan. Tapi berusaha berlaku semampu kita. Tak ada kondisi untuk memaksakan. Kecuali kerelaan. Satu sama lain. Saling memberi dan menerima. Saling berkorban dan dikorbankan. Percayalah, tak akan ada yang sia-sia. Akan tiba waktunya memetik buah dari pengorbanan yang sama-sama telah kita tanamkan. Tak akan ada orang lain yang akan memetiknya, melainkan kita. Kita yang telah bersusah payah menanamnya, merawatnya, tentu kita pula yang pantas untuk memetiknya. Bersabarlah..


Salam berjarak, Ujung Bori 17th dec 11.

Hati-hati, Jangan Menyakiti

Cinta sejati tak pernah menyakiti. Apabila sempat menyakiti  pada akhirnya kita akan merasakan sakit yang lebih sakit lagi. Memang, apa yang telah kita lakukan pastinya akan berbalas. Belajarlah untuk hati-hati dalam bertindak. Tengok ke kiri ke kanan, depan dan belakang. Adakah yang akan tersakiti.

Jangan sampai. Jangan sampai menyakiti orang lain. Apalagi dia adalah orang yang sangat kita sayangi. Ketika menentukan pilihan, cobalah berpikir lebih jauh. Sekasib apapun waktunya, jangan tergesa dalam memutuskan. Apa pun alasannya, belum tentu alasan kita bisa diterima dengan baik oleh orang-orang disekitar kita.

Apalagi orang yang kita sayangi. Ia akan berpikir lebih dibanding orang biasa di sekitar kita. Prioritaskanlah untuk memikirkan perasaannya. Meskipun dalam kondisi bak makan buah simalakama. Sekali lagi berhati-hatilah. Jika tak hati-hati dan kita salah dalam memilih, ia akan merasa dikorbankan. Disakiti dan benci. Itu semua hanya karena satu alasan, sayang. Ia benar-benar menyayangi kita.

Tak patut kita balik membenci dia. Tak patut pula menyalahkan sikapnya yang seolah berlebihan. Karena sepantasnya demikian. Bukankah kita telah menempatkan ia sebagai orang yang kita sayangi. Kita juga telah menjadikan ia sebagai seseorang yang begitu berarti dalam hidup ini. Jadi, sudah sepantasnya pula ia menginginkan yang lebih. Tak ingin diabaikan atas pilihan kita terhadap yang lain.

Dalam situasi seperti ini, sepertinya tidak ada lagi yang dapat dilakukan selalin meminta maaf, menyesali perbuatan, dan berjanji untuk berubah. Terlepas dari ada pentingnya atau tidak untuk melakukan ini, mungkin cukup melegakan bagi kita yang telah terlanjur berbuat salah. Hanya berharap ketulusan hati si pemberi maaf. Bukan memaafkan dengan pura-pura dengan alasan tak ingin memperpanjang masalah. Sikap seperti ini lebih menyakitkan lagi. Secara tidak langsung, ketika orang yang kita sayangi berlaku seperti ini, sebaliknya ia telah menyakiti kita. Jauh lebih sakit. Dibalik kealpaan kita dalam menentukan sikap yang tentunya tidak dibuat-buat. Pantaskah kita menerima balasan seperti ini? []

*ujung bori dalam hujan yang tak henti.  

Adzan Subuh, Ayah, dan Dewi

Adzan Subuh menggema ke seluruh penjuru Ujung Bori. Setelah beberapa lama menetap di sini, aku mulai mengenal suara mu'adzin ini. Ya, suaranya begitu jelas karena masjid begitu dekat dari tempat tinggalku. Nurul Badar nama masjidnya. Lima kali sehari, rutin apabila listrik tak mati aku mendengarkan adzan dari mu'adzin tadi. Tapi, setiap kali mendengarkannya, aku hanya terjebak lagi dengan yang namanya rindu. Aku rindu ayahku.

Adzan dan ayah, apa hubungannya. Tentu ada. Ayahku juga kerap menyerukan panggilan Allah kepada UmatNya di mushalla kampungku, Mujahidin nama mushallanya. Suara adzan ayahku jauh mengungguli mu'adzin yang aku dengar tiap hari di sini. Sebagian tetangga bilang, "Ayahmu kalau adzan, suaranya mendayu-dayu. meliuk-liuk membuat fikiran ini melayang, jauh. Lebih bagus dari adzan yang biasa kami dengar". Awalnya kupikir penilaian mereka berlebihan sekali. Tapi tidak, itu benar. Buktinya aku sekarang benar-benar merindukan kumandang adzan dari ayahku. Juga, tak satu dua yang berkata demikian.

Sudahlah, aku tak mau larut dengan kerinduan ini. Aku juga yakin ketika aku menulis ini, ayahku juga sedang mengumandangkan adzan Subuh di kampung kami. Karena kami berbeda waktu, satu jam. Mengingat itu saja aku sudah senang. Senang yang akan menutupi rindu. Rindu yang mesti aku simpan dulu. Hanya butuh sabar. Waktunya akan datang. Kami akan bersua. Di kesempatan yang lebih indah tentunya. Tuhan, kuatkanlah aku untuk menahan rindu kepada siapa saja yang kusayang.

Sekarang aku ingin menuliskan ceritaku di Subuh tadi. Memasuki Nurul Badar, shaf perempuan masih kosong. Aku yang pertama. Mungkin ibu-ibu yang lain masih sibuk mempersiapkan diri untuk menunaikan shalat berjamaah di Nurul Badar ini. Tak lama setelah aku, menyusul seorang anak perempuan. Ia masih kecil. Umurnya kira-kira sebelas. Aku takjub, ada anak seumuran dia sudah bisa melawan kantuk untuk segera meramaikan masjid di Subuh ini. Ingin sekali menyapanya, dan ingin tahu lebih banyak tentangnya.

Aku tak segera berkenalan dengan anak perempuan tadi. Ketika ia datang aku sedang tahyatul masjid, dilanjutkan rawatib. Memperhatikan aku shalat sunat untuk yang kedua kalinya, anak tadi mengikuti. Aku paham, mungkin ia belum mengerti shalat sunat, atau hanya sekedar tahu. Yang namanya anak-anak, masih senang mengikuti, lebih tepatnya meniru.

Selesai rawatib, aku membuka pembicaraan. "Namanya siapa de?"
"Dewi," jawabnya.
"Dewi ke sini sendiri?" aku tanya lagi.
"Sama papa," dia jawab singkat sekali.
"Dewi tinggal di mana?" pertanyaanku berikutnya.
"Iyek...", Dewi bingung, sepertinya ia masih canggung mendengar dan berbicara dalam bahasa indonesia. Ketika dia tak mengerti pertanyaanku yang muncul hanya 'Iyek..'--artinya ia, bisa juga diartikan meminta lawan bicara mengulang pertanyaan kembali.
Hm.. aku pilih kosakata lain untuk bertanya lagi."Rumah Dewi di mana, jauh dari sini?" bahkan aku memberondong dua pertanyaan sekaligus.
"Tidak jauh dari sini," jawab Dewi dengan logat Makassar yang kental sekali. Ia juga menyebutkan nama daerahnya, tapi aku lupa.
Masih merasa penasaran dan masih ingin tahu lebih banyak tentang Dewi, aku melontarkan pertanyaan lagi. Karena ku yakin Dewi bukan tipe anak pencerita, lebih memilih ditanya. Lagipun, siapa juga yang mau cerita banyak subuh-subuh begini. Nyawa Dewi saja separuh masih tertinggal di tempat tidurnya. He..

"Pagi sekali Dewi bangunnya, bangun sendiri apa dibangunkan?" lagi-lagi aku bertanya banyak.
"Tidak.. dikasih bangun," jawab Dewi dengan dialeg Makassar. Dikasih bangun sama dengan dibangunkan.

Tak puas dengan percakapan segitu saja, aku bertanya lebih banyak lagi. "Dewi sekolah dimana? Punya saudara berapa? Anak keberapa? Papa dan mama Dewi kerja apa?" Aih.. banyak sekali. Tapi aku tak bertanya borongan kok. Satu per satu.
Dengan wajah yang sedikit heran, Dewi pasrah saja bercerita kepadaku. Ia sekolah di Sekolah Dasar .. (lupa deh, maklum amnesia), ia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya kelas satu SMK, Dewi kelas lima, sementara adiknya belum sekolah. Kalau mamanya, di rumah saja. "Kalau papa kerjanya kasih antar motor," jawab Dewi dengan dialeg khas Makassar lagi.

Kasih antar motor? aku bingung.
Aku tanya ulang, "Kasih antar motor maksud Dewi, mengantar orang dengan motor?"
"Iyek...," Dewi mengiyakan.
Bergegas aku menyimpulkan, "Jadi papa Dewi bawa Bentor (Becak Motor) yang sering lewat di jalanan depan ini?"
"Tidak, papa bawa motor Ducati," Dewi menjawab lagi.
Tapi jawabannya malah membuatku semakin bingung. Dalam hati saya bicara, Papa Dewi bawa Ducati? Jangan-jangan papanya seorang pembalap. Hm.. aku memutar otak, bagaimana cara bertanya ya, biar omongan kami nyambung?. Kembali saya mencoba menyimpulkan agar Dewi lebih mudah memahami. "Papa Dewi kerja ditempat orang jual motor Ducati, terus mengantarkan motor-motor yang dibeli orang ke rumahnya, begitu?"
"Iyek.." lagi-lagi Dewi menjawab singkat.
He.. meski Dewi sepertinya sudah mengerti pertanyaanku dan juga telah menjawab, tetap saja aku masih ragu. Jangan-jangan ini anak karena sudah bosan saja mendengar ocehanku dari tadi, jadi dia memilih meng-iya-kan saja. Atau benar-benar mengerti. Semoga saja ya.

Lumayan panjang sesi perkenalan dan tanya-jawab saya dengan Dewi. Lebih tepat disebut tanya-jawab karena kalau disebut kami bercerita, tidak sama sekali. Karena posisinya saya sebagai wartawan, Dewi narasumbernya. Hi.. Tak lama setelahnya, iqamah pertanda shalat berjamaah segera dimulai, dikumandangkan. Saya merapatkan sajadah ke jamaah lainnya. Dewi mengikuti. Ia kembangkan sajadahnya tepat di sebelah kananku. Lengkap dengan sejuntai tasbih hitam abu-abunya. Aku, Dewi, dan jamaah lainnya memulai penghambaan di Subuh ini. Khusyuk sekali.

Dua raka'at rasanya sebentar sekali. Selesai salam, zikir dan doa dilafazkan masing-masing. Sesekali Dewi melirik aku dengan sudut matanya. Entah apa yang ia pikirkan. Aku lihat, Dewi juga mengambil tasbihnya yang tergeletak di sajadahnya tadi. Ia main-mainkan tasbih itu, terus berlagak seperti orang dewasa yang tengah berzikir dibantu dengan tasbih. Dewi menggerakkan jari telunjuknya mengikuti satu per satu anak tasbih. Tapi sebentar saja, tidak sampai 33 kali hitungan. Kembali ia melirikku.

Doa selesai, saya menyodorkan tangan kepada Dewi. Segera ia menyambutnya. Salam silaturahim juga salam perkenalan. Setelah kami bersalaman, saya tetap memilih duduk belum beranjak untuk kembali ke rumah. Dewi pun mengikuti, tapi kelihatannya ia gusar. Sepertinya ia ingin segera pulang karena papanya telah menanti di halaman masjid, mungkin. Mencoba mengerti saya bangkit dan beranjak, "Yuk, kita pulang de," kataku. Segera Dewi mengikuti, ternyata benar di beranda masjid papanya sudah menanti. Aku tanyakan lagi, "Papa Dewi itu ya?"
"Iyek.." lagi-lagi jawaban yang sama. Kuperhatikan papa Dewi. Tak berkesan apa-apa. Hanya melihat laki-laki itu, kelak aku juga ingin memiliki suami seperti beliau. Ketika subuh mengajak anak-anaknya meramaikan masjid. Shalat berjamaah. Juga terbayang, istrinya di rumah tengah bersiap menyambut kedatangan suami dan anaknya dengan menu sarapan yang hangat. Indah ya? :)

*)Setelah dibaca, tulisan saya ga nyambung ya? Intinya: Subuh ini aku rindu ayahku, aku bertemu dengan sesosok anak yang sangat mengundang perhatianku. Di subuh ini juga aku bermimpi kelak punya suami sholeh yang bisa mengajak aku dan anak-anakku ke tempat terindah-Nya. Dan pastinya, pengalaman di Subuh ini cukup mengobati luka di hati dari semalam.

Rabbi, kembalilah..

Rabbi. Aku rindu. Aku merasa sendiri. Aku rindu masa kita dahulu. Kenapa sekarang aku merasa ditinggalkan. Benar-benar aku merasa sendiri. Kembalilah. Izinkan aku menjemputMu dengan mengingat segala kenangan indahku bersamaMu.

Dulu, kau selalu membangunkan aku di SubuhMu. Di awal waktu. Aku tak tertinggal dari HambaMu yang lain yang juga bergegas menghadapMu di Subuh itu. Setelah SubuhMu aku berkesempatan menikmati indahnya pagiMu. Merasakan sejukNya udara pagiMu. Memerhatikan makhluk-makhluk lainMu berebutan mengais rezeki di halaman rumah. Menunggu mentari yang perlahan mulai menampakkan diri. Indah.

Tak hanya itu, Rabbi. Kenangan kita terus belanjut. Kali ini, kenangan di waktu DhuhaMu. Di waktu ini aku benar-benar seperti manusia fakir. Meminta. Aku minta jika rezekiku masih tinggi di atas langit, turunkanlah. Jika ia terpuruk di dasar bumi, bangkitkanlah. Jika ia jauh, dekatkanlah. Jika terdapat di dalamnya haram, halalkanlah. Dan memohon Engkau memberikan apa-apa yang Kau berikan kepada aku seperti yang Engkau berikan kepada hambaMu yang Sholeh. Rabb, aku benar-benar mengemis kepadaMu. Tapi tak sedikitpun aku malu. Karena aku tahu, hanya Engkau satu-satunya tempat meminta. Karena Engkau pula Maha Pemberi.

Setelah DhuhaMu, Engkau gerakkan langkah kakiku untuk bersegera mencari rezeki. Rezeki halal, penuh berkah. Begitu hendaknya. Kau jaga aku selama aku bekerja. Kau tuntun aku untuk tidak melakukan hal-hal keliru. Kau begitu baik. Selalu ada. Tak ada alasan sedikitpun untuk aku ingkar kepadaMu. Untuk melupakanMu. Terutama di lima waktuMu.

Rabbi, aku masih ingin terus mengingat. Kali ini aku akan mengingat senja. Senja yang begitu indah. Ketika mega merah mulai mengambang di angkasa. Aku suka senja. Karena di waktu senja akan ada istri-iistri yang tengah menunggu suaminya pulang dari mencari rezeki. Akan ada ibu yang harap-harap cemas menunggu sang buah hati kembali ke rumah. Akan ada seorang gadis yang mempersiapkan diri untuk menunggu malam. Ya, senja waktunya kembali ke peraduan.

Ketika mega merahmu menjelang, setelahnya MagribMu akan datang. Ya, begitulah waktu. Ia terus bekerja. Tak pernah ingkar. Ia akan mengantarkan siapa saja dari satu masa ke masa lain. Ia tak pernah mundur. Terus maju. Tibalah saatnya aku kembali menghamba kepadaMu. Magrib punya sensasi sendiri untukku, Rabbi. Setelah Magrib akan ada waktu lebih untuk dekat denganMu. Sebelum IsyaMu datang, akan ada lafalan ayat-ayatMu. Huruf demi huruf. Bait demi bait. Hingga beberapa halaman. Setiap kali melafalkan ayatMu, hati ini bergetar. Benar kata ustadz di ceramah Subuh tadi, katanya, "Alquran itu apabila dijatuhkan ke gunung, maka hancur lebur lah gunung itu. Maka barangsiapa yang tak bergetar sedikitpun hatinya ketika mendengar atau membaca ayat suci Alquran, maka ia bukanlah tergolong orang beriman". Luar biasa ayat-ayatMu, Rabbi.

Sebentar saja, waktu berselang. Isya pun datang. Ya, Isya shalat fardhu terakhir di lima urutan waktu dalam sehari menurutku.Tak boleh ditunda. Belum tentu kita akan menjelang Subuh di esoknya. Ia harus disegerakan. Ketika Isya telah sudah ditunaikan, hati ini akan tenteram. Tubuh ini telah siap untuk diistirahatkan. Aku akan membunuh malam. Tapi, aku masih ingin bersamaMu. Dzikir yang tak terlafazkan, hanya dalam hati, tak putus-putus hingga mata ini benar-benar terpejam. Damai sekali. Aku pun terlelap. Tentu bersamaMu yang telah menghantarkanku ke tidur yang lelap.

Aku kira setelah aku terlelap, Kau akan pergi. Ternyata tidak, Kau masih bersamaku. Di sepertiga malamMu, Kau datang lagi. Kau belai aku. Kau bangunkan aku. Sama sekali aku tak marah. Aku senang. Dengan mata setengah terbuka, aku terseok-seok beranjak mensucikan diri. Kembali aku menghadapMu. Rabbi, tak ada kesempatan melebihi di sepertiga malam ini. Ya, ini waktunya aku berkeluh kepadaMu. Mengeluhkan apa saja. Meminta apa saja. Tak sedikitpun aku malu ketika air mata ini tumpah di hadapanMu. Aku merasa Kau benar-benar dekat denganku. Benar-benar mendengarkan. Kau turun ke permukaan bumi untuk mendengarkanku.

Ya, begitulah kenanganku bersamaMu. Setiap hari bergulir seperti itu. Kadang ada kejutan-kejutan kecil yang aku terima dariMu. Bahkan surprise luar biasa kadang Kau hadirkan juga untukKu. Sangat indah. Dengan cara ini aku ingin kembali menjemputMu. Mungkin aku telah terlalu jauh meninggalkanMu. Mungkin pula Kau murka kepadaku, dan memilih untuk meninggalkanku. Pantas, aku merasa sendiri. Rabbi, kembalilah. Aku masih ingin bersamaMu. Aku masih ingin Kau menjaga aku. Hingga akhir hayatku. Jangan pernah tinggalkan aku. Aku pun akan selalu mengingatMu. Terus menghambakan diri ini hanya kepadaMu. Lindungilah aku. Sayangi aku dan orang-orang yang aku sayangi. Jaga mereka, ingatkanlah mereka jika mereka lupa. Agar kelak aku bersama dengan orang-orang yang aku sayangi berhak mendapatkan SyurgaMu. Amin.***

*Ujung Bori-Subuh jelang pagi
 

Sebuah Catatan untuk Ibu Rafi'ah

Namanya Rafi'ah. Saya memanggilnya ibu Rafi'ah. Beliau salah seorang guru saya di Sekolah Dasar dulu. Tepatnya wali kelas saya waktu saya duduk di kelas tiga. Lalu, kenapa saya harus menulis tentang beliau? Entahlah. Mungkin ini sebentuk cara saya memperingati hari guru, berterimakasih kepada guru, dan  juga sebagai cerminan untuk saya pribadi yang seharusnya jadi guru. He..

Sebenarnya tak ada suatu yang istimewa antara saya dengan ibu Rafi'ah. Hanya saja di antara tiga puluhan siswa lain, saya satu-satunya siswa yang sangat dekat dengan beliau..cie.. Kedekatan saya dengan ibu Rafi'ah bisa dikategorikan seperti apa? Hm.. cukup susah mendeskripsikannya. Yang jelas, ibu Rafi'ah tak bisa lepas dari saya, begitu juga sebaliknya, saya tak bisa lepas dari beliau. Maksudnya apa nih? bingung kan..?

Begini, yang namanya guru yang tergolong sudah agak tua -50 tahunan- dan beberapa tahun kemudian akan memasuki masa pensiun tentu ibu Rafi'ah butuh pertolongan macam-macam selama proses pembelajaran berlangsung. Misalnya: minta tolong mengambilkan buku dari perpustakaan untuk dibagikan ke siswa, menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum proses belajar mengajar dimulai, juga mengisi buku absen dan nilai siswa. Sebenarnya masih banyak yang lain sih..tapi tak usah saya jabarkan lebih jelas ya. Cukup mengerti kan? Untuk hal ini, ibu Rafi'ah sepertinya terlalu hafal dengan nama saya. Segalanya selalu saya yang ditunjuk untuk membereskan tugas tersebut. Padahal banyak teman laki-laki di kelas saya yang punya tenaga lebih untuk melakukannya. Mungkin karena saya lumayan 'besar' kali ya? Ya, nggak lah... itu karena ibu Rafi'ah menaruh kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikannya. Ceile.. (mencoba berprasangka baik saja).

Kalau itu semacam pertolongan yang dibutuhkan Ibu Rafi'ah yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Sementara di luar itu, banyak hal lain yang membuat saya dekat dengan ibu Rafi'ah. Apa coba...? Hmm.. diceritakan nggak ya..? Ya udah, saya ceritain aja deh. Dulu, ibu Rafi'ah itu hobi sekali memintai tolong kepada saya. Mulai dari minta tolong belanja kebutuhan harian beliau di rumah, minta ditemani ke tukang jahit langganan, minta temani kalau tidak ada teman di ruang guru, minta tolong belikan pembalut. Hah..!! Giliran yang ini saya benar-benar menjadi siswa super lugu yang dengan mudahnya dikerjain sama penjaga warung waktu itu. Malu abis.. (gapapa deh.. kan niatnya bantu. he.).

Nah, lo.. apa istimewanya donk cerita saya dan ibu Rafi'ah? Ga ada sih.. Tapi saya menyimpan banyak memori dan pelajaran saja dari sini. Menurut saya, memorinya sangat indah. Kenapa tidak, semasa di bangku sekolah dasar, apabila seorang siswa dekat dengan guru, itu menjadi kebanggaan tersendiri. Teman-teman saya banyak yang iri lo.. Beda lagi ketika pendidikan saya merangkak lebih tinggi. Pandangan seperti itu perlahan pudar, bahkan habis. Puncaknya, di bangku kuliah. Saya sama sekali tidak ingin dan tidak senang dekat dengan dosen. Apa sebab? Menurut studi kasus kecil-kecilan versi saya, mahasiswa yang dekat dengan dosen itu bukan murni kedekatan antara mahasiswa dengan dosennya. Melainkan ada embel-embel lainnya. Terbukti lo.. tak usah diperjelaslah. Harap dimengerti. He..

Kembali lagi ke kedekatan saya dengan ibu Rafi'ah itu murni kedekatan antara guru dengan siswanya di ruang kelas, juga kedekatan antara seorang anak dengan ibunya di luar kelas. Baik saya pun ibu Rafi'ah, kami tidak pernah menyalahgunakan kedekatan ini. Saya ikhlas membantu karena saya mendapatkan orang tua kedua setelah ibu kandung saya. Ibu Rafi'ah pun memberi nilai seobjektif mungkin atas prestasi saya di sekolah. Nilai saya benar-benar murni berbanding lurus dengan usaha saya dalam belajar.

Hanya satu tahun saya dibimbing ibu Rafi'ah. Setelah naik kelas beliau bukan menjadi wali kelas saya lagi. Rasanya, ingin bersama beliau terus. Tapi, gak mungkin juga kan. Life must go on.. move to other step n face other people. 

Yang namanya sudah dekat, tetap saja saya dekat dengan ibu Rafi'ah walaupun di kelas saya tak lagi selalu bersamanya. Hingga kemarin saya pulang ke kampung halaman, masih saja mendengar kabar dari adik bungsu saya. Kebetulan dia berteman dengan cucu ibu Rafi'ah. Kata adik saya, "setiap kali ke rumah Tia-cucu ibu Rafiah- ibuk itu tanyain kamu terus." Wah.. senang sekali, bercampur haru. Sekarang beliau sudah jauh lebih tua dibanding kebersamaan kami dulu. Hampir lima belas tahun lalu. Tapi, beliau masih mengingat saya. Sempat berniat untuk mengunjungi beliau, tapi hingga sekarang belum kesampaian. Tak banyak yang bisa diperbuat. Hanya do'a sederhana yang bisa saya kirimkan, semoga beliau dilimpahkan kesehatan dan diberi umur panjang.

Salam takzim dari jauh untukmu ibu..
Terimakasih atas ilmu yang telah kau berikan..
Insyaallah akan menjadi amalan tak terputus bagimu..

***
Hm.. sebenarnya sangat tak adil kalau saya hanya bercerita tentang ibu Rafi'ah. Ada dua lagi guru sekolah dasar saya yang menyimpan memori tersendiri. Beliau ibu Rit dan Bapak Zuherman. Dengan tidak mengurangi penghargaan saya atas jasa-jasa beliau, catatan ini juga didedikasikan untuk mereka. Terimakasih Ibu..Bapak..

*Ujungbori 16:10 Wita

bukan Aku, Kamu tapi Kita

aku benar-benar belum mengerti apa itu pengorbanan. bagaimana pengorbanan yang sesungguhnya. setiap kali aku menyatakan sikapku atas tawaran yang kau hadapkan, rasanya selalu tak sebanding dengan harapanmu. aku berusaha jujur, apa adanya agar tak ada lagi secuil kekecewaanpun antara aku dan kamu. tapi kenapa, pada akhirnya aku berada pada posisi yang salah. kamu berada pada posisi membebaskan. lebih pahitnya, aku merasa kamu seperti tak mau peduli lagi. "mulai sekarang aku tidak akan melarangmu, tidak akan bertanya lagi untuk hal ini," katamu.

kamu tahu, kalimatmu yang tak seberapa itu sungguh membuat aku sakit. aku tak mau dilepaskan. aku tak mau dibiarkan. bimbing aku. tuntun aku. ingatkan aku kalau aku salah. bantu aku dalam menentukan pilihan. selain Tuhanku yang selalu aku libatkan dalam segala gerak langkahku, aku juga butuh kamu. itu semua untuk kita. bukan siapa-siapa.

apabila kamu bertahan dengan sikapmu demikian, sama saja perlahan kau membunuhku. kau biarkan aku, sementara dari kedalaman hatimu menyimpan rasa kecewa. tak terima. kamu hanya beralasan, "aku demikian agar tak ada lagi masalah". itu salah besar, selama kamu diam, selama kamu memendam, selama itu pula masalah ini akan ada. makin lama ia akan menggunung. suatu saat dia akan tumpah. pada saat inilah kita akan berhadapan dengan kenyataan yang sangat pahit. aku tak begitu yakin, kita akan mampu menghadapinya.

untuk kedepannya, jika kamu punya keinginan layaknya keinginanku, aku mohon kamu jangan bertahan dengan sikap seperti ini. aku ingin apa yang telah ada tidak menjadi sia-sia. ia akan berujung bahagia di waktu yang tepat nantinya. apakah kamu juga demikian? aku yakin, kamu punya keinginan yang sama. mari kita bicarakan dengan terbuka, sama-sama kita mencari solusi, sama-sama kita membuat keputusan, sama-sama pula kita menikmati hasilnya.

mulai saat ini,
aku akan belajar untuk tidak banyak meminta.
untuk tidak banyak bertingkah.
untuk tidak memaksa.
aku akan belajar mengerti.
belajar ikhlas.
belajar memahami pengorbanan yang sesungguhnya.
Insyaallah, aku bisa.
aku mohon bantuanmu.
juga, Tuhanku.
demi Kamu, Aku dan Kita.

*Ujung Bori, 10:20 Wita

segala cerita kita

selamat pagi sayang..
pagi ini aku masih ingin menulis untukmu. rasanya, tak ada habis-habisnya inspirasiku untuk menuliskan segala tentangmu. apa saja. begitu banyak hal yang berkesan di hatiku. kau benar-benar telah memberi warna untuk hari-hariku, sayang. kau tahu kan sayang, di sini aku sendiri. hari-hariku sendiri. tak ada teman. tak ada saudara. tak ada keluarga. aku tahu kau juga merasakan kesendirianku. makanya kau begitu pandai bersikap untukku. tak ada lagi sepi. kau selalu ada, sayang. menemani.

sayang, kian hari aku kian merasa beruntung bersamamu. kau memberikan segalanya melebihi yang aku inginkan. kau begitu mengerti. benar-benar mengerti. rasanya terlalu berlebihan jika aku mesti menjabarkan apa-apa saja yang telah kau lakukan untukku. cukup kita saja yang tahu, kan..

pola pikirmu benar-benar luar biasa. segalanya dibuat sederhana. tapi tanpa menyepelekan sedikitpun. kau punya cara pandang sendiri dalam menyikapi kekurangan orang lain. tak pernah kau menyalahkan. tak pernah menghakimi. kau selalu ada cara untuk itu. aku benar-benar belajar darimu, sayang.

akhir-akhir ini hari-hari kita dipenuhi cerita. macam-macam. mulai dari temanku, temanmu. keluargaku, keluargamu. masa laluku, masa lalumu. kadang, masa depan kita juga. sebenarnya kita memiliki kesempatan yang sama untuk bercerita, tapi aku yang selalu dominan. kau dengan senang hati memberi ruang untukku bercerita . apa saja. meski ada protes-protes kecilmu, tapi tetap saja kau antusias mendengarkannya. terimakasih sayang..

setelah aku bercerita entah kemana-mana, tiba giliranmu. tapi setiap kali kau bercerita, sedikit saja. aku yang selalu mendesakmu untuk bercerita lebih panjang-lebar. meski ceritamu banyak yang membuatku cemburu, tapi aku senang sekali mendengarkannya sayang. aku senang kau begitu jujur. tak ada lagi yang kau tutupi dariku. teruslah bercerita untukku, sayang.

semalam, salah satu dari ceritamu yang sangat berkesan untukku ketika kau katakan bahwa benda kesayanganmu lecet. itu sama sekali tidak kau sengaja. kau bilang, itu tejadi ketika kau hendak menutup jendela kamarmu. ia mengenai teralis besi. sedikit gores. sedikit saja. tapi, kau begitu menyesalkannya. berkali-kali kau mengulangnya. aku tahu sekali kau begitu menjaganya sayang. tak ingin menyia-nyiakannya begitu saja. kenapa demikian? tak lain karena benda itu dari aku. dengan begitu, aku sangat merasakan kau begitu menghargaiku. bukan artinya aku mengharapkan penghargaan darimu, tapi dengan sikapmu demikian aku benar-benar merasa dihargai. untuk seterusnya jagalah benda itu layaknya kau menjagaku. karena ia setia menemanimu, kapanpun. melebihi setiaku.

terimakasih untuk cerita-cerita indahmu semalam, sayang

*selasa pagi di Ujung Bori  09:12 Wita

sekat untuk sahabat

kau bilang, dengan bangga aku memperlihatkan kebodohanku kepada sahabatku
kau bilang, tak ada pentingnya aku berbagi dengan sahabatku
kau bilang, tak perlu orang lain tahu tentang kita

untuk pertama kalinya aku kecewa
kau begitu kentara memberi sekat antara aku dengan sahabatku
alasanmu jelas memang, sangatlah logis
aku tak mengira kau punya cara pandang berbeda
luar biasa

untuk kali ini aku hanya ingin kau paham
perasaan perempuan yang bergejolak
sulit dikendalikan
kadang ia sangat ingin berbagi
kadang pula serba ditutupi

terimakasih sudah mengingatkan
jangan pernah lelah untuk menuntun

*ujungbori, 11.00 Wita

selamat ulang tahun, sayang

sayang..
ini malammu, selamat ulang tahun ya..
ingin sekali aku melihat senyummu malam ini
ingin pula aku menyerahkan secara langsung bingkisan yang telah aku persiapkan dari jauh hari
tapi, jarak ini belum memberi kesempatan untuk kita bertemu, sayang..
aku yakin kamu masih setia menunggu
memberi kesempatan kepada waktu untuk menjawab segala penantian kita

sayang..
dulu, kamu sering mengutarakan kekhawatiranmu
kamu sangat khawatir waktu akan berkhianat karena jarak
aku rasa mulai saat ini kamu tak perlu lagi mengkhawatirkan itu
karena sampai malam ini waktu masih setia menemani kita, bukan?
meski kita berjarak, sang waktu tetap menciptakan kenangan untuk kita berdua
meski ada pahitnya, tapi terlalu banyak indahnya

sayang..
karena alasan waktu pula, aku mengirimkan bingkisan itu kepadamu
belum dapat aku berikan hadiah istimewa untukmu
hanya sebuah jam tangan yang akan menemani di setiap gerakmu menjalani hidup
meski ia tak istimewa, tapi ia akan menjadi penunjuk waktumu
waktu yang tidaklah murah.
sangatlah mahal untuk disia-siakan.

sayang..
seperti pada buku yang sama-sama pernah kita baca,
aku harap kamu akan lebih menghargai waktu dan memanfaatkannnya untuk kebaikan hidupmu
waktu juga akan memberikan kehidupan untuk kita berdua, sayang..
meski kita terpisahkan oleh jarak
ia akan tetap merekam ingatan dan kenangan kita berdua
dulu, kini, dan nanti.
selamanya..

*ujungbori, 16Nov11 - 00:00 Wita

Ampuni Aku

Tuhan, kembali aku menemui sore yang tak biasa. Kali ini, di Ashar-Mu, aku kembali tertunduk. Tertunduk karena malu. Malu yang entah bagaimana aku menggambarkannya. Aku tahu Kau tentu sangatlah Maha Tahu, apa sebab aku malu. Tuhan, aku merasa benar-benar Kau tinggalkan. Akhir-akhir ini Kau biarkan aku berjalan sendiri. Kau tak lagi membimbing aku untuk meniti jalanMu.

Tuhan, aku tau mengapa Kau tinggalkan aku. Itu terjadi karena aku juga. Aku yang mungkin sedikit lengah kepadaMu. Aku yang telah menaruh kepentingan lain di atas kepentinganku meghamba kepadaMu. Mungkin juga aku lupa bahwa Kau sedang memberi ujian kepadaku. UjianMu kali ini benar-benar berbeda. Tak sama halnya dengan berbagai ujian yang telah Kau hadapkan kepadaku di waktu lalu. Kali ini Kau memberi ujian lewat keindahan. Keindahan yang jarang sekali aku temukan. Kau memberinya begitu saja. Aku merasa itu benar-benar anugerah dariMu. Indah sekali.

Tuhan, maafkan aku. Aku lupa. Aku kufur. Aku tak bersyukur. Seharusnya aku bersyukur dengan cara yang benar melalui nikmat yang telah kau berikan. Seharusnya aku memelihara kenikmatan ini dengan baik. Seharusnya aku bukan sia-siakan.

Tuhan, aku tau air mata ini tak cukup untuk memohon ampunanMu. Tapi ini sebentuk ketulusanku memohon kepadaMu. Jangan tinggalkan aku. Jangan biarkan aku berjalan sendiri. Teruslah bimbing aku. Ampuni aku.

*)ujungbori, 13 Nov 11, 17.00Wita

kita

malam ini kesepakatan terbentuk begitu saja. tanpa ada yang meminta. tanpa ada pula yang memaksa. senang, aku benar-benar senang. tak tahu lagi bagaimana mengutarakannya. ternyata jalan keliru yang selama ini sama-sama kita tempuh telah berubah. jalan keliru bukan berarti kau yang mengarahkan, tapi aku turut mengikuti. aku tahu kau membawa aku ke jalan keliru, tapi aku tak cukup berani untuk menghalanginya. aku berusaha membuat segalanya jadi nyaman. tanpa ingin torehkan kecewa dihatimu. aku ingin kau senang. bahagia. itu saja. dan, pada akhirnya kita sama. sama-sama melewati jalan tersebut. meski jalan itu keliru, kita sama-sama menikmati perjalanan itu pula. jadi, tak ada yang mesti disalahkan. kau pun aku.

marilah kita menganggap perjalanan itu sebagai sebuah proses. proses untuk kita lebih baik. mungkin, tanpa kita lewati jalan keliru itu, kita tak akan pernah tahu bagaimana seharusnya kita menempuh jalan yang sekarang. untuk memilih jalan baru, jalan baik tentunya, kita mesti dihadapkan pada pilihan. ketika kita mesti memilih, pasti ada yang dikorbankan. marilah kita sama-sama berkorban. pengorbanan yang sifatnya sementara. hanya butuh kesabaran. percayalah, sabar kita akan berujung manis, kelak. biarlah saat ini kita harus menjaga. menjaga segalanya dari hal-hal buruk. agar di kemudian hari, di waktu yang tepat nanti, kita sama-sama memetik keindahan dari pengorbanan yang telah kita lakukan.

selama proses menuju jalan baik ini, masih banyak yang dapat kita lakukan. kita masih punya banyak kesempatan untuk berproses. menjadi manusia-manusia yang selalu berusaha menjadi yang terbaik. di hadapan siapapun. terutama di hadapan Tuhan kita. tanpa mengurangi rasa yang selama ini telah sama-sama kita tanamkan. semoga bertahan. untuk selamanya..

*notetous, sunday midnite 30th oct 11




tak dipungkiri

rasanya.
tak ada lagi yang mesti dipungkiri
rasanya,
sudah saatnya aku jujur

aku mulai merasa tak sanggup;
jika kau tak ingat aku
jika kau tak sapa aku
jika kau tak peduli aku
jika kau tak sayang aku

kian hari kian lebih
sayang,

ketika semua telah menjadi 'berlebihan'

Apa rasanya ketika kekhawatiranmu sama sekali tak dihargai?
Apa rasanya jika kamu tak dipeduli?
Apa rasanya bila kamu hanya dihadiahi janji?

Hei, kamu. Jika memang  rasa ini tak perlu lagi diperjuangkan, aku mohon jangan lari. Aku yakin pasti ada solusi. Dulu, kita sama-sama berani untuk memelihara rasa ini. Mulai dari ia membenih, tumbuh, hingga mekar. Semuanya begitu indah. Sangatlah indah. 

Tapi, itu baru sebentar. Benar-benar sebentar sayang.. 

Jika kamu sudah merasa tidak nyaman lagi dengan perasaan ini, lebih baik kita mundur. Kembali ke tujuan masing-masing. Tak perlu lagi kita lanjutkan perjalanan ini. Tak perlu pula kita untuk terus bersisian. Karena aku lebih merasa tersiksa ketika kamu bersisian denganku tapi menyimpan rasa tak nyaman. Lebih baik aku sendiri. Sakit sendiri. Tanpa melibatkan kamu. Karena apa? Karena ku sayang kamu. Tak ada inginku sedikitpun untuk membawamu ke wilayah tak nyaman. Aku hanya ingin kamu bahagia. Bahagia yang sebenarnya. 

Mungkin kamu rasa aku terlalu berlebihan. Ya, aku selalu berlebihan. Itu pula yang  menjadi kekuranganku.
Aku paham, aku selalu memberi ruang untuk perasaanku. Hingga ia merambat kemana-mana. Itu tidak dibuat-buat. Ia hadir begitu saja. Aku harap, kamu turut paham juga. 

Kini, aku mulai tak mengerti. Aku mulai khawatir. Khawatir yang juga berlebihan. Aku merasa berada pada posisi serba susah. Susah yang berujung pasrah. Semuanya aku pasrahkan kepadamu. Kendalikanlah jalan kita ini. Aku akan terus di sisimu hingga sampai lelahku. 

Aku hanya ingin kamu tahu, ketika semua ini telah menjadi berlebihan, itu semua karena aku juga telah menyimpan rasa yang sangat berlebihan pula kepadamu. Aku harap aku tak akan pernah lelah. Hingga kamu benar-benar mengerti.

*Mks, monday midnight

air mata rindu

air mata semalam bukan air mata yang aku buat-buat. dia mengalir begitu saja di tebing pipiku. setelah dada ini begitu sesak menahan, akhirnya dia tumpah. selama ini hatiku cukup beku untuk mengeluarkan air mata begitu saja. tak banyak waktu tak banyak kesempatan aku bisa menangis. tapi, semalam hatiku tak beku lagi. ia luruh. mencair begitu saja. mudah sekali.

mungkin, ini namanya air mata rindu. ya, aku rindu. benar-benar rindu. aku tersandera jarak. terperangkap dalam rindu. aku kehilangan arah. tak tahu mesti mengadu kemana. kepada siapa. aku merasa sendiri. aku mulai khawatir. kemudian khawatir itu menjelma menjadi ketakutan.

aku takut kehilangan. kehilangan kamu, kehilangan keluargaku, kehilangan sahabatku. karena itu, jangan pernah kamu memperlebar jarak ini. biarlah kita berjarak pada fisik. tapi aku mohon, tetap dekatkanlah hati ini. aku tak mau kamu biarkan aku sendiri. aku tak sanggup.

aku tak sekuat dulu lagi. aku tak setegar dulu lagi. aku tak setangguh dulu lagi. aku mulai lemah. seringkali aku dikalahkan perasaan. sulit mengendalikan emosi. sekali lagi, aku ingin kau tetap bersamaku. aku ingin kau selalu menjadi teman hatiku. selalu.. :'(

sahabat

sebentar lagi aku akan pergi. sahabat, bukannya aku tega meninggalkanmu. tapi, bukankah kita sama-sama sudah memahami bahwa pertemuan dan perpisahan itu selalu berjodoh? pada akhirnya kita akan menempuh jalur hidup masing-masing, sahabat..

kau katakan, terlalu cepat aku pergi. kau katakan, hanya aku satu-satunya di sini yang mengetahui segala tentangmu. kau katakan, tentu aku akan jauh lebih nyaman ketika sudah tak bersamamu lagi. itu salah, itu keliru. itu hanya karena perasaan ber'dosa'mu saja, sahabat..

sesungguhnya aku merasa gagal. gagal mengajakmu untuk berubah. berubah ke arah yang lebih baik. meninggalkan kehidupan 'ganjil'mu layaknya sekarang. kau telah menceritakan semua tentangmu, jauh dari sebelumnya aku sudah mengetahui. hanya saja, aku tak punya cukup keberanian untuk mengatakan kepadamu. akhirnya, waktu itu datang. kamu sendiri yang mengungkapkan segalanya. ternyata, prasangkaku tak keliru.

kamu tahu, aku benar-benar berada posisi yang sulit. aku merasa tak berguna ketika aku tak bisa membawamu untuk meninggalkan 'dunia'mu. sudah aku berusaha untuk memberi masukan, lebih tepatnya nasihat. tapi, kamu terlalu kuat dengan alasanmu. telah berusaha aku untuk menyampaikan dengan cara yang lebih keras. tapi, kamu tak hirau. akhirnya, aku menyerah. membiarkanmu terus tenggelam di 'dunia'mu. aku mulai berpikir, suatu saat kamu pasti bisa berubah. kamu akan mampu berpikir jernih. akan merasakan betapa bodohnya apa yang telah kamu lakukan selama ini.

sebentar lagi, aku harus pergi. kamu tetap saja belum berubah. seperti curahan hatiku beberapa malam di waktu lalu. "aku merasa tidak ada guna sebagai sahabatmu. aku tak mampu merubahmu. aku gagal. untuk apa aku tahu segalanya, tanpa bisa membantu kamu."

mungkin ini jalannya. ada baiknya aku pergi. setelah aku pergi mungkin kamu menemukan sahabat baru. sahabat yang bisa mengajakmu untuk keluar dari dunia kelirumu itu. percayalah, aku selalu mendoakanmu, sahabat. kamu akan selalu punya kesempatan untuk berubah. segalanya bergantung dari kedalaman hatimu. percayalah...

bahtera

semalam kau bicara tentang bahtera. kau katakan kau telah mempersiapkan bahtera yang akan kau bawa berlayar. kau katakan pula kau punya impian akan berlayar bersamaku dengan bahtera itu menuju pulau impian.

mendengar ceritamu, perasaan ini tak terkira. aku bahagia. karena aku juga punya impian layaknya yang kau impikan. aku khawatir. khawatir apa yang sama-sama kita impikan bukanlah sama dengan yang telah digariskan Tuhan.

semalam kau sampaikan semua keinginanmu. harapanmu. kemauanmu. secara jelas. tak ada yang kau tutup-tutupi. begitu terbuka. kau begitu jujur. manis dan pahit dengan jelas kau sampaikan. kau tak berpura-pura. aku suka.

mendengar penjelasanmu, aku terpaku. semua keinginanu, harapanmu, kemauanmu mengundang berjuta pertanyaan di benakku. mengapa kau bisa yakin denganku? mengapa kau bisa bemimpi sedemikian jauh?

semalam kau mulai mempertanyakan. soal yakinku. soal perasaanku. soal inginku dan inginmu. sama sekali aku tak menyalahkan. sama sekali aku tak meragukan.

untuk semua pertanyaanmu, aku hanya bisa menjawab; aku akan selalu berusaha menjadi bagian terbaik dalam hidupmu. tak perlu kau ragukan perasaanku. tak perlu kau ragukan keyakinanku. tak perlu pula kau ragukan keinginanku. InsyaAllah bahtera ini akan berlabuh menuju pulau impian. aku akan selalu mendampinginmu. akan mengingatkan ketika bahtera kita berbelok ke arah yang keliru. akan selalu ada ketika kau butuh aku selama kita berlayar menuju pulau impian. 

***

 

September for remember

September telah berlalu. kini Oktober telah menjelang. setiap waktu pasti akan mencipta kenangan. begitu pula September lalu. September for remember, ya.. aku benar-benar akan mengingatnya. banyak kejutan yang telah kutemukan. baik pun buruk. semuanya akan tetap indah jika disimpan rapi dalam memori yang bernama 'kenangan'.

Terimakasih Tuhan,  hingga kini Engkau masih limpahkan nikmat dan rahmatMu. jadikan aku hamba yang sabar ketika dihadapkan permasalahan. jadikan aku hamba yang berhati-hati ketika Kau menguji dengan nikmat yang begitu indah. Amin.

setialah

jalan ini tak akan pernah datar
adakalanya ia akan terjal
adakalanya pula ia akan berkerikil
bahkan adakalanya pula menurun

hingga hari ini perjalanan ini masih sangat menyenangkan
nanti, esok, lusa siapa yang akan tahu
jalanan yang terjal akan membuat kita menyerah
jalanan berkerikil akan menjadi sandungan 
sedangkan jalanan menurun sangatlah berbahaya

tapi jika kita masih jalan bersisian
mudah-mudahan perjalanan ini begitu menyenangkan
hingga sampai di titik tujuan
tujuan yang bukan kita tentukan masing-masing
tapi tujuan yang telah kita tekadkan

aku tak ingin berjalan di depan
tak ingin pula di belakang
aku tak ingin memimpin
tak ingin pula dipimpin
hanya, aku ingin dibimbing

setialah membimbingku, setialah disisiku
senantiasa aku akan setia pula di sampingmu

'take my hand and never let go'
*)rukan panggung, 30thSept11, 7:14

Lelaki Sholeh Dambaan Wanita Sholehah

Jadilah seorang lelaki yang beriman,
Yang hatinya disalut rasa taqwa kepada Allah,
Yang jiwanya penuh penghayatan terhadap Islam,
Yang senantiasa haus dengan ilmu,
Yang senantiasa dahaga akan pahala,
Yang solatnya adalah maruah dirinya,
Yang tidak pernah takut untuk berkata benar,
Yang tidak pernah gentar untuk melawan nafsu,
Yang senaantiasa bersama kumpulan orang-orang yang berjuang di jalan Allah.

Jadilah seorang lelaki,
Yang menjaga tutur katanya,
Yang tidak bermegah dengan ilmu yang dimilikinya,
Yang tidak bermegah dengan harta dunia yang dicarinya,
Yang sentiasa berbuat kebajikan kerana sifatnya yang penyayang,
Yang mempunyai kawan dan tidak mempunyai musuh.

Jadilah seorang lelaki,
Yang menghormati ibu bapaknya,
Yang senantiasa berbakti kepada orang tua dan keluarga,
Yang bakal menjaga kerukunan rumahtangga,
Yang akan mendidik isteri dan anak-anak mendalami Islam,
Yang mengamalkan hidup penuh kesederhanaan,
Karena dunia baginya adalah rumah sementara menuju akhirat.

Jadilah seorang lelaki,
Yang sentiasa bersedia untuk menjadi imam,
Yang hidup di bawah naungan Al-Qur'an dan mencontohi sifat-sifat Rasulullah,
Yang boleh diajak berbincang dan berbicara,
Yang menjaga matanya dari berbelanja,
Yang sujudnya penuh kesyukuran dengan rahmat Allah ke atasnya.

Jadilah seorang lelaki,
Yang tidak pernah membazirkan masa,
Matanya kepenatan karena membaca al-Quran,
Suaranya lesu kerana penat berzikir,
Tidurnya lena dengan cahaya keimanan,
Bangunnya Subuh penuh kecerdasan,
KAREna sehari lagi usianya bertambah kematangan.

Jadilah seorang lelaki,
Yang senantiasa mengingati mati,
Yang baginya hidup di dunia adalah ladang akhirat,
Yang mana buah kehidupan itu perlu dibaja dan dijaga,
Agar berputik tunas yang bakal menjaga baka yang baik,
Meneruskan perjuangan Islam sebelum hari kemudian.

Jadilah seorang lelaki,
Yang tidak terpesona dengan buaian dunia,
Karena dia mengimpikan syurga Allah.



*) repost from: link ini.

inginku bersama selamanya

aku ingin berlama-lama di taman ini
taman penuh bunga
bunga dimana-mana
penuh warna

aku tak ingin sekejap
tapi selamanya

terimakasih 
kau telah hantarkan aku ke taman ini
tanpa kau aku tak akan bisa sampai ke sini
aku ingin kau turut menemaniku 
selamanya di sini

jika nanti kau telah tak betah lagi di taman ini
jika nanti kau ingin pulang
jangan tinggalkan aku sendiri
antarkan aku kembali ke tempat kau menjemput
sungguh, aku tak ingin itu terjadi
aku hanya ingin kita bersama
dimanapun, kapanpun

***
*)rukan panggung, 29th of Sept 2011 (7:08)

dia satu-satunya yang kami punya

malam ini dia pergi. demi peruntungan yang lebih baik. soal kepergian, kami benar-benar khawatir. trauma mendalam semenjak kisah kakak sulung kami. tapi, sama sekali kami tak pernah menginginkan hal yang sama terjadi kepada saudara laki-laki satu-satunya yang kami punya. dia harapan kami. pembela kami.

sementara, aku lebih mengkhawatirkan dirinya daripada diriku sendiri. tak pernah kuingin dia juga ikut merantau. aku hanya ingin dia di rumah. menjaga orangtua kami. itu saja. tapi, pemahamanku keliru. bukankah si bujang sudah seharusnya merantau? laiknya budaya di ranah kami.

dia merantau lumayan jauh. ke negeri seberang. sehari sebelum keberangkatan dia memberi kabar. "Besok sore berangkat," ia mengirim pesan singkat kepadaku. tiba-tiba hati ini galau. ternyata dia benar-benar akan pergi. bukan pergi kemana-mana, hanya merantau. demi hidup yang lebih baik.

masih kental di ingatan, ketika ia mengirimkan pesan singkat kepadaku di lebaran tahun lalu. "Semoga lebaran tahun depan lebih baik," tulisnya. membaca pesan demikian dari dia, air mata mengalir deras di tebing pipiku. aku tahu dia merasa bersalah karena di hari lebaran dia masih tetap bekerja. tidak dapat berkumpul bersama kami. tak lain itu karena pekerjaannya yang dulu tak pernah menjanjikan yang lebih baik. tak hanya aku, kami semua menangis. kami benar-benar tahu bagaimana perasaanya.

dia tak banyak bicara. banyak diam. sekali bicara benar-benar membekas di ingatan kami semua. dia punya mimpi. tapi tak pernah mau dibantu. ia berusaha mewujudkan sendiri. ya, aku begitu bangga kepadanya.

senin, 20:30 pesan singkat dari dia kembali aku terima: "Semoga di sana bisa bekerja lebih baik, jaga kesehatan ya," hanya itu yang dia tuliskan.

sedih.. benar-benar sedih. dari dulu dia selalu mengkhawatirkan kesehatanku. aku balas pesan darinya:
"Shalat jangan pernah abai. tak ada yang dapat menolong kita selain DIA ketika kita jauh dari keluarga, saudara, teman, dan lainnya. Do'a terbaik selalu kukirimkan untukmu.," hanya itu yang aku tulis.

"Terimakasih banyak. kita sama-sama mendo'akan," balasnya.

huft... benar-benar berat. Ya Rabb, tolong jaga dia. satu-satunya yang kami punya. Amin.

*) 27sept11, 7:18

cerita untuk mentari (II)

selamat pagi mentari, hingga hari ini kau masih setia melaksanakan tugasmu. tepat minggu kemarin aku menyapamu mentari. sapaan luka. aku tak mempedulikan kau mentari. aku berkeluh sesuka hatiku. tapi itu seminggu alias tujuh hari yang lalu mentari.

minggu kini aku juga kembali menyapamu. tapi bukan lagi sapaan luka. aku juga tak mau hanya memberi kabar buruk saja kepada kau mentari. tahukah kau mentari, Tuhanku tentunya juga Tuhanmu sungguh maha baik kepadaku. Baru saja sabtu malam di minggu kemarin aku terisak mencurahkan lukaku di MaghribNya. Baru saja sabtu malam di minggu kemarin aku terbata-bata melafalkan ayat suciNya.

tahukah kau mentari, sabtu malam ini ia membalikkan keadaanku. ia merubah luka menjelma jadi bahagia. Ia tak lupakan aku mentari. aku tak tahu bagaimana aku mesti mengungkapkan rasa syukurku kepadaNya. Hanya mencurahkan rasa, itu yang dapat kulakukan di SubuhNya. dengan denting air mata tak tertahankan aku memuji Tuhanku mentari. Ia sungguh maha baik kepadaku. Ia tak lupakan aku. Ia mengubah air mata menjadi kekuatan. Ia membiarkan waktu menyembuhkan lukaku mentari. 

Sama dengan ceritaku minggu lalu, aku tahu kau bingung mentari apa sebenarnya yang aku ceritakan. sama pula dengan minggu lalu aku juga tak akan bercerita lebih jauh kepadamu mentari. aku hanya ingin berbagi bahagia saja. Aku harap kau tak marah dan masih akan selalu setia hadir di hari-hariku, mentari.

*)Sunday, 25th Sept 11. 06:16

Menjadi Diriku

MENJADI DIRIKU - Edcoustic

Tak seperti bintang di langit
Tak seperti indah pelangi
Kar’na diriku bukanlah mereka
Ku apa adanya…

Wajahku kan memang begini
Sikapku jelas tak sempurna
Kuakui ku bukanlah mereka
Ku apa adanya…

Menjadi diriku dengan segala kekurangan
Menjadi diriku atas kelebihanku…
Terimalah aku seperti apa adanya
Aku hanya insan biasa, tak mungkin sempurna

Tetap ku bangga atas apa yang kupunya
Setiap waktu kunikmati, anugerah hidup yang kumiliki…

***

Edcoustic memang selalu handal dalam menciptakan lagu. Meski telah lama menikmati 'Menjadi Diriku', tapi kali ini saya benar-benar merasakan makna lagu ini. Kenapa lagi, kalau bukan karena pengalaman.

Lirik yang bersahaja, sederhana, tapi dalem banget! Ada makna yang luar biasa di balik nada penuh semangat dari lagunya ini.Walaupun secara sekilas mirip pernyataan seseorang buat lawan jenis, tapi kalau kita lihat dari sudut pandang yang lain, lirik 'Menjadi Diriku ini bisa juga untuk menyatakan penghambaan seseorang kepada Tuhannya. Terserah mau menilai dari sudut pandang yang mana.

Dua bait pertama menggambarkan kekurangan diri yang dibandingkan dengan keindahan alam yang tak ada duanya (bintang dan pelangi). Penyebutan kekurangan di awal itu menggambarkan keikhlasan menerima kekurangan yang ada di dalam diri kita sendiri. Tanpa harus merasa kurang, juga tanpa harus merasa iri terhadap manusia lain yang dianggap 'lebih'.

Satu bait setelahnya (Menjadi diriku dengan segala kekurangan, Menjadi diriku atas kelebihanku) adalah sebuah keyakinan bahwa selain memiliki kekurangan, juga ada kelebihan yang benar-benar ada. Kedua hal itu disebutkan beriringan dengan maksud kekurangan yang ada harus dicoba untuk dihilangkan, sementara kelebihan yang ada harus dicoba tuk dikembangkan. Juga, tak perlu kita menonjolkan diri di hadapan manusia demi memperlihatkan kelebihan-kelebihan yang kita punya. Percayalah, Tuhan sungguh lebih Maha Adil dibanding makhlukNya dalam menilai. Tujuan kita pada akhirnya, menghambakan diri kepada Pencipta bukan makhlukNya, bukan?

Bait terakhir (yang juga adalah chorus-nya), ada sebentuk harapan. Di dunia ini tak ada yang sempurna, tapi harapan untuk menuju mendekati kesempurnaan tetap ada. Selain itu, ada juga harapan agar siapapun bisa menerima kekurangan yang masih ada. Karena untuk berubah ke arah yang lebih baik itu butuh waktu. Untuk itu, jangan pernah sia-siakan waktu karena waktulah yang paling setia dan ia pula yang akan membawa kita pada sebuah perubahan.

Lirik “Tetap ku bangga atas apa yang kupunya” menggambarkan bahwa selagi melakukan proses perubahan, ia tetap bangga atas apa yang ia miliki. Sampai waktu mempertemukannya dengan dirinya yang lebih baik! Ya, i very like this. Berbangga atas apa yang kita punya, bukankah berarti kita turut bangga kepada Yang menciptakan?



*)untuk yang pengen denger, ini dikasih link nya.

surat untuk Anjani

apa kabar sore ini, Anjani?
bagaimana suasana hatimu?
aku harap kau tak lagi terluka.
meski september ini hujan tak kunjung henti
tapi kau jangan terbawa suasana, Anjani.

kau percaya bukan, kalau pelangi itu akan muncul setelah hujan?
aku yakin kau akan merasakan betapa indahnya menikmati warna-warninya pelangi.
kau bersabar saja, Anjani
jangan pernah kau memberi batas atas sabarmu
karena pada hakikatnya sabar itu tak ada batasnya.

mungkin sore ini terakhir aku bertanya kabarmu.
aku rasa kau sudah mulai kuat.
aku juga tak mau kau nanti terbiasa akan perhatianku.
karena aku tahu kau begini karena kehilangan perhatian juga, kan?
jadi, sebelum kau terbiasa menerima perhatianku baiknya aku menghilang.

selamat tinggal Anjani
suatu kali waktu mudah-mudahan kita bertemu.
di waktu dan suasana hatimu yang telah berbeda.
jauh lebih baik dari yang sekarang, tentunya.

salam,


Madali

tak ada cerita Anjani untuk Madali

km ati2 ja ya.. kamarnya jgn lp dikunci,.. moga km baek2 ja,. ;') >>17Aug11 23:11:26

Gpp kok,. nyantai ja lg.. jgn lp brdo'a minta perlindunganNya ya.. chiee....;') >>17Aug11 23:14:08

Kok gt??? Udh dech....smua kan baek2 ja kok,. ne smua kan ga da hub ma km,. ttep tegar ya,..kt sm2 prantau loch,jd aku bs ngrasain pa yg km rsain skrg,. >>17Aug11 23:20:44

Yg sbr ya,. mgkn org pusat jg dah tau kok mslh ne,. jd km ga ush ngrasa brslh kyk gn,. Duuuh gw jd ga bs tdr ne,."beneran" >>17Aug11 23:30:42

Ya udh dech...aku tdr dluan ya..ngantuk bnget nee... Miss U..;') 17Aug11 23:38:22

Pastinya ...ht2 ya dsana,. >>19Aug11 20:17:31

Jacket nya jgn lp,.ntr msuk angin loch,..lw bs sblm brgkt perutnya diisi dulu,trus mnum tolak angin biar ga mabuk prjlnan,.chiee..sok prhatian bnget see gw,. ;') >> 4Sept11 13:11:01

Klw kt lg mmprhatkan ssorg,sgla sswt kan dia usahakan, chiee.... >>8Sept11 20:15:03

(Rabu, 01 Juni 2011 Hei.. aku tak sendiri) aku suka banget postingan km yg satu ne,. >>9Sept11 19:03:31

Mencrminkan kepribadian banget, trus kt2nya sdrhana, tdk berbelit2, langsung ke pokok mslh gt,..duuh...jd ngrasa gmna....gt,. >>9Sept11 19:06:54

Aku suka bngett post km yg baru kmaren,.yg catatan perpisahan, ;') >>11Sept11 19:20:01

Jjr...sdkt menyentuh gt,. Beeeugh...cengeng... >> 11Sept11 09:21:46

Insya Allah aku ga da niat bnget bkin km bingung,. >>12Sept11 22:12:44

Km skt apa?? >>13Sept11 08:39:58

Cek dulu gih... Aku tu pemerhati km bnget tau,. >>13Sept11 19:00:10

Yg aku liat km tu sosok perempuan yg berselimutkan kesederhanaan.di segala hal tentunya, Sow..km ga ush tny mksdnya krn kt2 diatas tu dah mencakup semuanya,. "kesederhanaan" >>13Sept11 20:03:22

Waaah....great post,cewek bngett,. :') >>15Sept11 08:37:56

***

Anjani mulai berdiri tegak. Mulai melepaskan kepura-puraannya beberapa hari ini. pura-pura tegar. pura-pura tak ada masalah. pura-pura semuanya baik-baik saja. padahal, hatinya tengah remuk. ia merasa salah dan tak berharga.

kini Anjani tengah meramu obat apa saja yang akan ampuh untuk mengobati hatinya yang remuk. salah satunya, ia menuangkan seluruh pesan singkat dari 'teman'nya.

aku heran lantas bertanya. Untuk apa kau tuliskan semuanya di sini, Anjani?

ini salah satu ramuan obatku. aku rasa ini salah satu obat mujarab untuk sakitku. aku tuangkan seluruh pesan yang selama ini kusimpan rapi dalam telpon genggamku. dulu baik-baik saja aku melakukan itu. tapi sekarang Madali aku tak kuasa lagi menyimpannya di sana. aku juga tak ingin memusnahkannya. untuk itu, izinkanlah aku Madali untuk menyimpannya di sini. karena aku tak pernah berani untuk menghilangkan apa-apa saja dengan sia-sia.

kupikir Madali, akan abadi jika aku simpan di sini. dan akan mengurangi sedikit sakitku ketika setiap kali aku mengutak-atik telpon genggamku setiap itu pula aku membacanya.

aku tak akan melarangmu Anjani. lakukan apa yang menurutmu baik untukmu. aku juga tak bisa membantu mengobati sakitmu. aku tak berdaya, Anjani.
Oh, aku sama sekali tidak ingin merepotkanmu Madali. aku tak ingin melihat kamu susah karena mengurusi masalahku yang tak seberapa.

Anjani kau tahu, akhir-akhir ini aku begitu aneh melihatmu. meski kamu tertawa, banyak bicara, tapi matamu tak bisa berdusta, Anjani.. berceritalah kepadaku. barangkali sedikit mengurangi bebanmu.

jangan minta aku bercerita Madali. jika nanti aku menceritakan masalah 'tak seberapa'ku kepadamu, aku tak mau kamu ikut sedih. aku baru saja bahagia melihat kamu yang baru saja kembali Madali. kamu yang sudah lama menghilang dariku.

Baiklah, tak akan aku paksa kamu. aku hanya akan berusaha memperhatikanmu tanpa akan mencampuri masalahmu. aku yakin, kamu bisa Anjani. bukankah kamu telah terlalu lelah dari dahulu menghadapi masalah? kalau kamu katakan yang sekarang masalah 'tak seberapa', aku yakin sebentar lagi kamu akan benar-benar sembuh.

aku pun berharap begitu. terimakasih Madali..

cerita untuk mentari

aku semakin mengagumimu sang mentari. kau benar-benar tak pernah ingkar janji. kau akan selalu hadir selagi sang Khalik memberikan tugas kepadamu.kali ini aku benar-benar menantikan kehadiranmu mentari, sedari tadi malam aku menunggumu. kau tahu,  entah berapa kali aku menengok ke jam digital pada telepon genggamku? berapa kali aku berpindah-pindah posisi di kapukku? berapa kali aku membuka gorden jendela kamarku demi menunggu hadirmu? sudah tak terhitung mentari.

meski terasa lama, tapi kau tetap hadir mengerjakan tugasmu. akhirnya, pagi ini kita kembali bertemu. terimakasih mentari.

kau tahu mengapa aku begitu menunggu kedatanganmu? tak lebih hanya karena aku ingin bercerita kepadamu, mentari. hanya kepadamu aku bisa berkeluh selain kepada Tuhanku.

dari kemarin mega merah muncul dari atas langit, dari kau mulai menenggelamkan wajahmu, hatiku juga terasa tenggelam mentari. aku begitu galau. lebih tepatnya luka. luka yang aku sendiri mencarinya, aku sendiri membuatnya, tentu hanya aku sendiri pula yang akan mengobatinya mentari.

kau tenang saja mentari, aku tak akan meminta pertolonganmu. aku tak akan juga menyuruhmu mengobati lukaku. hanya, aku ingin kau mendengarkan ceritaku. itu saja, tak lebih. aku tahu kau akan mendengarkan ceritaku dengan baik dan tentu kau simpan pula dengan baik.

mentari, semalam aku mencoba hal yang lebih gila lagi. aku coba menumpahkan apa yang kurasa kepada bayi lima bulan. aku menggendongnya kian kemari. mulai dari ruang 3 x 3 ku hingga ke beranda. dari beranda aku teruskan berputar-putar di halaman yang cukup luas.

tapi, tahukah kau mentari. semakin aku bersemangat menceritakan apa yang kurasakan, bayi itu semakin pula menangis. tangisnya tak biasa. aku juga sudah memohon kepadanya untuk tidak menangis, agar aku bisa menyelesaikan ceritaku. tapi bayi itu benar-benar menolak. bahkan aku berjanji, sampai pagi pun aku akan menggendongnya jika ia mau mendengar aku berkeluh. mentari, tapi bayi itu terlalu suci untuk mendengar keluh kesah tak mutuku.

akhirnya aku menyerah mentari. aku serahkan bayi itu kepada neneknya. aku kembali ke ruang 3 x 3 ku. mencoba mendamaikan hati dengan keadaan. tapi tak bisa. aku menyetel televisi, mengganti channel ini-itu, tetap saja mentari.

hampir di pertengahan malam aku melakukan yang tak biasa. aku menerima ajakan temanku untuk bermain play station. ah, tak pernah aku menyukai permainan ini. tapi demi membunuh malam aku lakukan. akhirnya tubuh lemah ini mengalah dengan rasa lelah. aku pun terlelap. hingga kita bertemu pagi ini mentari.

kurasa cukup ceritaku. tak perlu aku utarakan apa yang terjadi sebenarnya. aku hanya ingin kau tahu bahwa aku terluka. itu saja. terimakasih mentari, aku harap kau tak pernah bosan mendengar keluh-kesahku.

*18thSept'11, 06:33

tentang Rasa

pagi ini kita bicara tentang rasa. setiap kali aku diajak membicarakan soal ini, aku selalu terbentur. aku tak terlalu mengerti bagaimana cara menguraikan tentang rasa. karena menurutku, rasa adalah suatu hal yang sangat berbahaya. karena rasa segala yang tak ada bisa menjadi ada. pun sebaliknya, segala yang telah ada bisa lenyap begitu saja.

aku juga sering terpojok ketika aku dipaksa untuk menjelaskan bagaimana tentang rasa. banyak pengalaman yang membuatku tak bisa untuk menjelaskannya. dan pada akhirnya aku memilih bungkam. meski menyiksa aku berusaha untuk menahannya. biarlah di dalam ini saja. biarlah hanya sang pemilik yang mengetahui.

mengapa aku demikian susahnya untuk berbicara tentang rasa? alasan utama aku hanya khawatir. mungkin lebih tepatnya takut. aku takut jika karena pemahamanku tentang rasa membuat apa-apa yang baik yang pernah ada menjadi lepas. terbang di bawa angin. aku akan kehilangan. tak ada yang lebih menyakitkan melainkan karena kehilangan. selebihnya, aku juga takut jika rasa itu tak sama. jika ia tak sama maka akan pudarlah segalanya. aku tak mau.

apabila jika rasa ini diadu antara kaum Hawa dengan kaum Adam, persoalannya akan lebih pelik. kaum Hawa memang diciptkan oleh Sang Khalik mempunyai rasa yang lebih. sementara kaum Adam, Tuhan melebihkan kepada ia logika dibandingkan rasa. Masing-masing punya keistimewaan. makanya mereka diciptakan berpasangan. untuk saling melengkapi.

aku yang tergolong kepada kaum Hawa tak mau berbicara terlalu banyak tentang rasa. aku takut rasa yang aku punya sangatlah berlebihan. tak akan sama dengan kau. aku masih akan tetap menghargai diriku sebagai perempuan. aku tak akan mendahului. hanya saja, aku masih ingin mengikuti rasa ini.

*)thursday, 15th sept '11

ibuk

seminggu sudah ibuk di sini. dengan tujuan mengantar dan menemani anak mengasuh dua cucu. hari ini ibuk hendak balik ke kampung halaman. tapi tak ada sedikitpun penghargaan dari sang menantu. ibuk hanya ingin sekadar berjalan melihat-lihat kota ini. kota yang sangat terkenal dengan landmark jembatannya. siang kemarin sang menantu menjanjikan untuk mengajak ibuk jalan-jalan. tapi, hingga matahari terbenam tak kunjung jua ada perjalanan itu. ibuk pun bertanya-tanya. tapi, ibuk sangatlah mafhum sang menantu sangatlah sibuk. pun sibuknya tak menentu. pun kemarin adalah hari libur bukan hari kerja.

entah apa yang ada di pikiran sang menantu. telah sedemikian baiknya ibuk, sedemikian sabarnya ibuk, sedemikian mengertinya ibuk, tapi ia tak memandang sedikitpun. ibuk telah bersusah payah membantu mengasuh anaknya tanpa pandang waktu tanpa pandang letih. sang menantu tetap saja sibuk mengutak-atik suatu hal yang tak perlu pada kendaraannya.

sang istri, yang tak lain anak ibuk tak kuasa berbuat apa-apa. kata-kata pasrah pun terlontar dari mulutnya. "ia tak pernah menghargai ibukku, orangnya sungguh lain." kalimat seperti itu akhirnya menguap karena kecewa yang tak terbendung.

di sisi lain dua perempuan muda semenjak kedatangan ibuk merasakan sekali bahwa ibuk adalah sosok ibuk yang sangat ramah, baik dan perhatian. termasuk kepada dua perempuan muda itu. mereka berdua sering sekali merasa iba melihat ibuk yang selalu sibuk mengurus dua cucunya. mencuci, memasak, itu tak lain karena kasih sayang ibuk kepada anaknya. tak jarang juga ibuk memberi perhatian lebih kepada dua perempuan muda itu. "sudah makan nak? ndak istirahat dulu." kata-kata ibuk sungguh menjadi penawar rindu yang masih melekat kepada orangtua masing-masing dua perempuan muda itu.

kemarin dua perempuan turut risau karena hari ini ibuk akan kembali ke kampungnya. mereka risau tak hanya karena kepulangan ibuk, juga sikap menantu ibuk yang tak mau tahu. sempat muncul keinginan mereka untuk mengajak ibuk jalan-jalan di kota ini. singgah ke pusat perbelanjaan dan membelikan oleh-oleh khas daerah ini untuk buah tangan ibuk untuk balik nanti. tapi, niat itu urung. ibuk merasa keberatan. keberatan bukan karena ajakan dua perempuan muda itu. ibuk masih saja merasa tak enak hati jika ia pergi dengan dua perempuan muda. ibuk merasa tak menghargai sang menantu.

ah... aku semakin mengagumi ibuk. perasaannya begitu halus. hatinya begitu mulia. meski ia tak menerima hal yang sama.

masih dalam genggaman rahasia Tuhan

seorang perempuan tengah bersiap untuk melepas sauh biduknya yang akan segera berlayar. tapi ia tak tahu siapa yang akan menemani dan kemana tujuan ia berlabuh.

lalu, datang seorang berwajah teduh yang akhir-akhir ini begitu setia menemaninya.
"laki-laki seperti apa yang selama ini kamu cari?"

"aku tak pernah mencari hanya menanti. dermaga ini adalah tempat penantianku, sampai kapanpun."

"mengapa selama ini kau tak pernah membuka hati untuk mereka yang datang?"

"jangan kau pertanyakan soal itu. aku tak berhak juga untuk menilai mereka yang telah datang. tapi aku hanya punya rasa. tentu, rasa ini hanya Tuhan yang tahu karena dia yang Maha Pemberi".

"lalu, laki-laki macam apa yang kau tunggu?"

"yang aku tunggu bukanlah putra mahkota, bukan pula sang raja. aku hanya menunggu apa yang dijanjikan Tuhan kepada aku, juga kepada umatNya sekalian. 'Laki-laki yang baik, untuk perempuan yang baik'. Aku tahu laki-laki yang baik dikatakan Tuhan bukanlah sama dengan penilaianku. sejauh ini aku hanya mampu melihat secara kasat mata. aku tak akan pernah tahu bagaimana seseorang yang sebenarnya kecuali aku menelusup di balik pori-porinya".

"untuk itu, aku sampaikan segala harapan ini kepada seseorang yang namanya masih dalam genggaman rahasia Tuhan".

"kalau kau mau, jika kelak bertemu dengan laki-laki baik itu, sampaikan juga harapan ini kepadanya. harapan dari perempuan yang tak memiliki cantik secara fisik, perempuan yang memiliki sangat amat banyak kekurangan. tetapi, ia tengah terus berusaha mempercantik iman dan akhlaknya."

seseorang berwajah teduh termangu sembari mencerna apa yang dikatakan perempuan tadi. ia pun berlalu.

kasih sayangNya

Ya Rabb, Kau ajarkan aku arti kesabaran melalui banyak cara.
Kau kirimkan mereka untukku.
Kau kirimkan segala bentuk yang tak kusadari untuk mempelajari itu.
mungkin selama ini aku lupa
mungkin selama ini aku lena
di Subuh ini aku merasa,
sungguh aku baru tersadar bahwa Engkau begitu menyayangiku
kasih sayangMu melebihi bumi beserta isinya
tapi kau mengirimkannya dengan cara berbeda
butuh tafakur untuk merasakannya
Segala puji bagi Engkau ya Rabb
tak pernah hentinya aku mengharapkan kasih sayangMu

catatan 'perpisahan'

tak lama lagi kau akan pergi. pergi untuk menjemput kebahagiaan dan impian. kau bahagia, aku bahagia. kelak kita telah berjarak, jangan pernah kau hapus memori kita. aku tak akan pernah berhenti mengirimkan doa untukmu. ku harap kau juga begitu.

kupikir kau tak perlu ragu untuk tinggalkanku. aku tak mau kau risau. percayalah, jika memang ada takdirku senantiasa aku akan menyusulmu.

kau juga tak perlu takut akan perpisahan. ini sudah jalannya. jika memang kita harus terus bersama untuk apa Tuhan hadirkan rindu. karena kita berjaraklah maka rasa itu ada. yang perlu kau tahu, aku akan selalu rindu kau.

aku harap kau bersiap. meski kita tidak pernah tahu bagaimana skenario Tuhan, jalan yang akan kau tempuh sangatlah panjang.

aku dan kau sama-sama tidak tahu tentunya, kemana hidup ini akan bermuara. tugas kita hanyalah berusaha. mengusahakan segala kebaikan agar kelak Tuhan juga akan memberi balasan yang baik pula.

kutitipkan kau kepada dia, pendamping hidupmu. juga kutitipkan kau tanpa ragu sedikitpun kepada Dia (Rabb). agar kau selalu dijaga. dari kejauhan ini aku akan selalu merindukan kau, saudaraku..

bersiap

segala yang diraih, bersiaplah untuk dilepaskan
segala pertempuan, bersiaplah untuk perpisahan
segala harapan, bersiaplan untuk kekecewaan

jika meraih tak perlu terlalu dipegang erat
jika bertemu tak perlu terlalu mencinta
jika berharap tak perlu terlalu berlebih

tak ada sakit selain ketiganya
akan lebih baik berbiasa saja


*) catatan di pagi yang tak biasa

Launching Buku Kumpulan Cerpen 25 Penulis Sumatera Barat

Launching Buku Kumpulan Cerpen 25 Penulis Sumatera Barat    
Bukittinggi-inioke. Dunia sastra Sumatera Barat kembali melahirkan sebuah buku Antologi cerpen yang ditulis oleh 25 orang penulis asal Sumatera Barat. Peluncuran buku yang berjudul Potongan Tangan di Kursi Tuhan ini dihelat di depan Ramayana Bukittinggi dan dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari siswa SMA, mahasiswa, guru dan masyarakat pecinta sastra, Kamis (28/7).

Menurut M. Subhan, penulis novel Rinai Kabut Singgalang ini berawal dari ide teman-teman penulis yang ingin menerbitkan sebuah buku. Berawal dari ide tersebut akhirnya setelah melewati proses yang cukup panjang maka lahirlah buku kumpulan cerpen 25 penulis Sumatera Barat.

"Sebenarnya ada 50 penulis yang mengirimkan beberapa naskah cerpen. Namun setelah melalui penyeleksian maka terpilihlah 25 penulis yang naskah cerpennya akan dibukukan," ungkap M. Subhan di sela-sela acara.

Ke-25 Penulis Sumatera Barat yang ada dalam Antologi cerpen yang berjudul Potongan Tangan di Kursi Tuhan ini berasal dari berbagai latar belakang yaitu ada yang berprofesi siswa SMA, mahasiswa, dan guru. Selain itu, ke-25 penulis ini tersebar dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat.

Peluncuran buku ini digagas oleh Harian Umum Rakyat Sumbar Utara, di mana pimpinan redaksinya, Firdaus juga merupakan salah satu penulis yang ikut mengisi buku kumpulan cerpen Potongan Tangan di Kursi Tuhan.

Meiriza Paramitha, salah satu penulis yang mana judul cerpennya merupakan judul dari kumpulan cerpen ini menyerahkan beberapa buah buku kepada Amri Rasyidin, juga salah satu penulis buku Potongan Tangan di Kursi Tuhan sebagai simbol diluncurkannya sebuah buku yang berisi kumpulan cerpen 25 penulis Sumatera Barat.

Acara ini dimeriahkan juga dengan penampilan akustik dari Muhammad Jujur yang membawakan beberapa lagu ciptaannya, serta bazar buku dan diskusi sastra dengan beberapa nara sumber seperti Firdaus, Pemimpinan Redaksi Harian umum Rakyat Sumbar Utara, Irzen Hawer, penulis novel Prosa Cinta di Kota Serambi, Amri Rasyidin, Penulis.

Berikut Nama-Nama 25 Penulis Buku Antologi Cerpen Potongan Tangan di Kursi Tuhan:
1. Amri Rasyidin
2. Agus Setiawan
3. Budi Saputra
4. Desiyanti Anwar
5. Firdaus
6. Haqimah Rahma Sari
7. Irzen Hawer
8. Kyanti Naurah
9. Keket Apriliyand
10. Lola Geovani
11. Lili Asnita
12. Muhammad Subhan
13. Meiriza Paramitha
14. Merdila Nuril Rahmi
15. Muswair Al Fayd
16. Sastri Bakry
17. Syerli Yenita
18. Sri Novita
19. Tuti Handriyani
20. Tiara Mairani
21. Williya Meta
22. Yusrizal Firzal
23. Yosi Elfiandra
24. Yunarti
25. Zakiyya (*)
 

Tuhan...

senja yang tak biasa.
nano-nano mungkin pantas disebutkan.
sedih, kecewa, dan bahagia.
Tuhan, Engkau yang menghadirkan rasa.
Tentu, Engkau pula yang berhak mencabutnya.

Tuhan...
atas kesedihan, kumohon jangan jadikan aku manusia yang lemah.
atas kekecewaan, kumohon jangan jadikan aku manusia yang putus asa.
atas kebahagiaan, kumohon jangan jadikan aku manusia yang lupa.
--lupa atas syukur atas nikmat bahagia-Mu.

Mengerti itu !!!

kalian benar-benar tak tahu diuntung. berpikirlah sedikit. kalian ini berasal dari keluarga seperti apa. jangan pernah berangan-angan untuk berguru ke perguruan tinggi itu. kalian itu dari keluarga miskin. mengerti itu!!!

kau, kenapa menangis? hapus air matamu. aku tak pernah mengajarkan kau menjadi wanita lemah. tak ada yang perlu kau tangisi. tak ada pula yang akan mengasihanimu. mengerti itu!!!

sudah dari dulu aku katakan. kalian tak juga mengerti. hari-hari kalian cukup seperti ini saja. makan dan minum hari-hari saja, syukur. cukup. tak perlu berandai lebih dari itu. mengerti itu!!!

aku juga ingatkan. jangan turuti mereka. mereka beruntung. tak sama dengan kalian. ayah mereka orang kaya. ayah kalian kaum papa. ibu mereka jutawan, ibu kalian tak demikian. mengerti itu!!!

mulai hari ini, kubur dalam-dalam angan kalian. lakukan saja apa yang bisa kita lakukan. yang penting kita tak mengemis kepada siapapun untuk mendapatkan makan.

hentikan tangis kalian! hentikan! tak sudi aku melihat kalian menangis. sekali lagi aku katakan, kalian tidak pernah aku ajarkan menjadi lemah. kuat. kuat. kuat.

sudahlah. kita tak bergantung kepada mereka saja, cukup. hidup dengan kesederhanaan, sudah lebih dari indah. jangan pernah berkecil hati. kita begini bukan berarti miskin ilmu. belajar bisa di mana saja. yang penting kemauan.

berdiri. tegaklah. bulatkan tekad. kita akan menjadi orang baik di manapun. kita akan menjadi orang taat agama. kita akan selalu berjalan di jalur-Nya. kita juga berilmu, tentunya.

Galau Pasti Berlalu

Judul            : Yang Galau Yang Meracau :
                      Curhat (Tuan) Setan
Penulis         : Fahd Djibran
Tahun Terbit : Cetakan I, Juni 2011
Penerbit       : Kurnia Esa Publishing
Halaman      : 226 Hal




Saya merasa beruntung bisa mendapatkan YGYM lebih awal. Setelah berhasil Pre Order, YGYM sampai di kota domisili saya sekarang. Ada tanda tangan penulis (Fahd Djibran) pula. Tapi itu tak ada penting-pentingnya untuk dibahas jika dibandingkan dengan isi dari YGYM sendiri.

Baru saja saya tengok halaman sampul depan dan belakang, YGYM begitu menarik perhatian. Ilustrasi gambar depan kalau saya tak salah kira merupakan gambar dari Tuan Setan dengan kulit kepala/rambut terangkat, saking galau dan banyaknya yang terpikirkan oleh si Tuan Setan. He.. Nah, apalagi membaca curhat Tuan Setan di sampul belakang. Sungguh menggelitik dan menarik, sehingga tak sabar untuk berkelana di halaman-halaman dalam YGYM.

Berikut curhat Tuan Setan di halaman sampul belakang YGYM:

A Buzz for God

Dear God,
Kenapa sih Kamu invisible terus?
Sesekali aku pengin lihat donk—
nggak perlu ketemu
aku cuma pengin yakin
bahwa Kamu benar-benar ada
meski statusMu
busy atau not on My desk

Kalau Kamu mau membalas pesanku
mendengarkan curhatku
atau sekadar tersenyum
lewat emoticon

:-)

… maka hidupku akan sempurna!

BUZZ!!!
BUZZ!!!

::::

Bagaimana? Menarik bukan?
Itulah Fahd Djibran, selalu menyajikan bahasan yang begitu unik, cerdas, juga sangat menyentuh.

Penulis yang memiliki nama asli Fahd Pahdepie ini meski masih tergolong berusia muda (kelahiran 22 Agustus 1986) tapi ia telah jauh berkembang di dunia kepenulisan. Beberapa bukunya yang telah diterbitkan antara lain A Cat in My Eyes (2008), Curhat Setan (2009), serta dua buah novel Rahim: Sebuah Dongeng Kehidupan dan Menatap Punggung Muhammad (2010).

Bagi pecinta buku, saya rasa Fahd Djibran bukanlah nama asing lagi bagi mereka. Di buku terbaru ini, Fahd menampilkan bahasan yang sebenarnya cukup rumit tapi ia menuangkan ke dalam tulisan yang begitu sederhana. Tak perlu mengernyitkan dahi untuk memahami tentang Tuhan, Cinta, dan Setan. Sebagaimana tiga bagian yang ada dalam YGYM.

Tak sedikit yang merasa buntu ketika mempertanyakan tetang tiga hal ini. Tapi, bagi Fahd semuanya begitu sederhana. Berangkat dari kegalauannya dan dari pertanyaan-pertanyaan yang sering singgah di pikirannya, Fahd mampu menuangkan dengan cara yang begitu unik ke dalam buku setebal 226 ini.

Ketika ia galau, Fahd akan meracau. Kira-kira begitu. Bukan sembarang racau. Meski tak ada alur, tak ada penokohan, Fahd mampu membahas apa pun yang ia inginkan dari sudut pandang kreatif dan filosofis. Salah satu judul yang paling menarik menurut saya: Perahu Kertas. Pada bagian ini Fahd menguraikan tahap awal dari pembuatan perahu kertas sampai akhirnya kertas tadi menemukan bentuk. Secara filosofis dan sederhana, Fahd mengaitkan proses pembuatan perahu kertas tersebut dengan proses perjalanan manusia menemukan bentuk. Menjadi manusia seperti apa. Setiap manusia punya kuasa untuk hidupnya sendiri-sendiri, atas perahu kertasnya sendiri.
    “Peradaban, filsafat, dan tentu saja ilmu pengetahuan bermula dari rasa kagum sekaligus gentar terhadap fenomena alam yang sarat dengan rahasia. Fahd Djibran mampu menyajikan tema-tema besar dengan ringan dan kreatif.”
    –Puthut EA, penulis dan peneliti masalah sosial
Ditambah lagi, pada setiap racauannya, Fahd menyelipkan lirik lagu yang sangat matching dengan pembahasannya. Tak dipungkiri seperti yang saya alami juga, setiap kisah hidup ini memiliki soundtracknya sendiri. Ketika patah hati, jatuh cinta, merasa berdosa, atau apa lah suasana hati ini, pasti ada saja lagu-lagu yang mewakili perasaan. Di sinilah saatnya, saya mungkin Anda juga merasa tak sendiri. Ternyata, ada juga yang merasakan hal yang serupa.

Dengan tambahan lirik-lirik lagu inilah semakin membuat buku ini dibahas dari cara pandang yang sangat kaya. Tak perlulah saya banyak meracau pula pada pembahasan YGYM ini. Yang jelas, Fahd telah mampu mengajak saya untuk berfikir kreatif. Tak selalu 'serius' dalam menghadapi permasalahan, sekecil (berat) apapun itu.

Jadi, selamat menikmati racauan Fahd, sembari membaca lirik dan mendengarkan lagu soundtrack racauannya. Dan yakinlah, Galau pasti berlalu!! Ajeeb..