Pernik Edcoustic

Kali ini, Egie yang bicara


Dikasih merchandise--pin Edfriends-- sama panitia

 Gedung Aula Pascasarjana Unsri

 Salah satu stand yang banyak dikunjungi


Terimakasih Kang Aden, sudah membubuhkan tandatangan

Ketemu Ayu' Ena, dari M. Enim


 Mug cantik Edcoustic

 Nada dan Wahid, ikon Akhwat dan Ikhwan LD Nadwah Unsri

 Foto Bareng Edcoustic

 Bonus, datang sendiri..ya, foto sendiri bareng Edcoustic

Sehari Bersama Edcoustic

Palembang, 27 Maret 2011. Ada Konser pada hari itu. Beralamat di Jl. Padang Selasa, bertempat di Aula Pascasarjana Universitas Sriwijaya (Unsri). Jangan mengira pada konser ini akan ada kerumunan penonton yang akan jingkrak-jingkrak selama konser belangsung. Kenapa? Ya, konser kali ini adalah konser nasyid yang diadakan Lembaga Dakwah Kampus Nadwah Unsri, bukan konser group band yang tengah digandrungi kebanyakan anak muda zaman sekarang. Konser adalah salah satu rangkaian acara dalam rangka 1 Dasawarsa LD Nadwah Unsri. Adapun rangkaian acara yang lain berupa, Bedah Buku Fiqh Remaja, Seminar Muslimah, Nadwah Generation to Generation (G2G) dan Jalan Sehat. Nadwah sendiri mengusung tema '10 tahun menebar dakwah demi mempererat ukhuwah untuk nadwah yang semakin dekat dan semakin bermanfaat karena 'nadwah lebih dari sahabat'.

Sebelum konser dimulai, panitia memanjakan Edfriends--sahabat Edcoustic--dengan menyediakan sesi jumpa fans dan foto bareng Edcoustic. Pada sesi ini Edfriends diberi kesempatan untuk bertanya kepada group nasyid yang 'simple' ini. Simple dari segi jumlah anggota. Kenapa tidak, group nasyid yang sudah terkenal kian-kemari ini hanya digawangi dua orang saja. Egie--gitaris dan Aden--vocalis. Dalam kesempatan itu mereka banyak bercerita. Mulai dari sejarah, album, dan segala seluk-beluk tentang Edcoustic.

Kali ini Aden lebih banyak bercerita dibanding Egie. Mungkin selera humor dan bakat entertaint lebih kepada Aden--penilaian saya. Nama dari group nasyid yang mengusung genre pop religi ini juga tergolong simple. Nama Edcoustic hanyalah sebuah singkatan dari Egie dan Deden berAcoustic. Setiap lagu yang disenandungkan hanya diiringi irama acoustic yang telah diolah oleh jemari piawai seorang Egie. Dua pria yang dua-duanya sudah menikah ini dipertemukan pada kegiatan kemahasiswaan di Masjid Salman yang bertempat di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Soal nama, sebelumnya kata Aden, group ini bernama Muhamad Ibrahim Isa Yusuf (MIIY). Tapi MIIY tak sebanding dengan anggota Edcoustic sendiri. Nama yang diambil dari 4 nama nabi tersebut tak bertahan lama. Setelah hijrah ke nama Edcoustic, hingga kini nama itu bertahan seiring dengan kesuksesan group ini. Suasana jumpa Edfriends lumayan seru. Karena Aden yang mengaku mewarisi bakat seni dari bibinya ini mampu mengundang gelak tawa penonton. Ayah dari tiga anak ini juga menceritakan bahwa Edcoustic juga pernah dihujat karena dinilai telah merusak khasanah lagu-lagu nasyid yang sebenarnya. Banyak juga yang keliru menginterpretasikan lagu-lagu gubahan Aden dan Egie.

Pada kesempatan ini, Aden juga berbagi tips dan trik kepada penonton bagaimana menjadi pengarang lagu yang sukses. "Buat lagu sesederhana mungkin, biar orang tidak terlalu pusing menerjemahkan apa yang kita tulis," jelas pria yang juga biasa dipanggil oleh temannya 'Ki Boden' ini. Tak hanya itu, Aden juga menyebutkan kalau Edcoustic tak terlalu sering mengeluarkan album karena biasanya yang bertahan adalah grup yang jarang mengeluarkan album. Mereka ingin menjaga eksistensi, bertahan dengan tetap berkarya. Layaknya Alm. Chrisye yang menjadi inspirasi Aden. Terakhir, group Nasyid yang pernah ditonton hanya 2 orang penonton ini meluncurkan single 'Jalan Masih Panjang' pada 3 Agustus 2010 lau. Single ini mengambil tema motivasi bagi siapapun yang pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya, agar terus menatap masa depan dan menjadikan kegagalan tersebut sebagai pemicu semangat untuk meraih kesuksesan.

Temu Edfriends dengan Edcoustic tak berlangsung lama, lebih kurang dua jam. Di penghujung acara, Edcoustic menghadiahkan penonton dengan 3 lagu yang dimedley. Jalan Masih Panjang, Sebiru Hari Ini, dan Menjadi Diriku. Medley yang sungguh membuat tak sabar menanti ba'da Zuhur.

Saat-saat yang dinantipun tiba, apalagi kalau bukan penampilan Edcoustic. Tapi, penonton mesti bersabar dulu, sebelum penampilan Edcoustic konser dibuka oleh group nasyid Unsri, Belisario. Group yang terdiri dari enam pria 'subur' (Aden yang bilang) ini, membawakan lagu mendiang Chrisye yang bertajuk Ketika Tangan dan Kaki Berkata, dilanjutkan dengan lagu 'Bunda' ciptaan Melly Goeslaw. Konser dipandu oleh MC; Feri--Ketua Asosiasi Nasyid Nusantara dan Ike yang sebelumnya juga memandu temu Edfriends. Feri sepertinya sudah biasa membawakan acara. Ia mampu mengimbangi guyonan Aden. Edcoustic pun beraksi. Lagu pembuka, Nantikanku Dibatas Waktu. Lagu fenomenal ini sungguh memikat hati penonton. Ide lagu ini berawal dari kisah salah seorang sahabat Aden. Menceritakan kisah cinta sepasang kekasih yang belum bisa membalas cinta pasangannya. Disebabkan ingin menjaga hati dan tak mau menyalahi ajaran agama.

Lagu kedua, Sebiru Hari Ini. menceritakan pengalaman pribadi Aden yang berpisah dengan salah seorang sahabatnya yang pergi bekerja. Lirik Sebiru Hari Ini begitu sederhana, tapi dalam makna. Setiap kita mungkin pernah mengalami perpisahan dengan sahabat. Lagu ini menurut saya cukup menjadi penyemangat ketika kita tengah dirundung rindu akan sesosok sahabat yang telah jauh--pengalaman saya.

Setelah lagu kedua, konser diselingi oleh sambutan Pembantu Rektor (PR) III Unsri, Prof. Anis Sagaf, saya cukup terkesan dengan beliau. Mengenakan gamis dan peci putih, Prof. ini menyampaikan rasa terimakasih atas jerih payah panitia untuk mendatangkan Edcoustic. Next, lagu ketiga, Pertengkaran Kecil. Kali ini, Edcoustic berkolaborasi dengan Belisario. Aden diapit 3 laki-laki di sisi kanan dan 3 nya lagi di sisi kiri. Di tengah-tengah 6 pria 'subur' Aden terlihat kecil. Hi... Lagu Pertengkaran Kecil semakin indah didengar karena penyanyi asli berpadu dengan group vocal Belisario yang juga tak kalah bagus.

Mengenang bencana gempa dan tsunami Jepang beberapa waktu lalu, Edcoustic menyanyikan lagu campur berbahasa Jepang, Kamisama--yang berarti Ya Tuhanku. Lagu keempat ini diiringi dengan aksi penggalangan dana oleh panitia dengan mengedarkan kotak sumbangan kepada penonton. Aden juga menyebutkan, Edcoustic juga telah menciptakan lagu berjudul 'Ganbatte' khusus untuk korban bencana gempa dan tsunami Jepang.

Kepiawaian Aden menciptakan lagu juga dilirik oleh Melly Goeslaw, sehingga lahirlah karya yang dilabeli Melly dan Aden 'Ketika Cinta Bertasbih'. Tak lupa, Aden juga menyanyikan lagu KCB pada konser ini. Tak sengaja saya mendengar salah seorang penonton nyeletuk,  "Bagusan Aden yang nyanyi ya, daripada ****.." Dalam hati, sayapun meng-iyakan.

Edcoustic begitu kreatif selama penampilan mereka pada konser. Setelah berkolaborasi dengan Belisario, selanjutnya Aden memanggil salah seorang penonton yang mau berduet dengannya. Kali ini, penonton yang berani dan beruntung itu bernama Fajrin. Berpenampilan ala anak gaul, anak muda asal Plaju ini mengenakan celana kecil ke bawah, kaos hitam bergaris-garis putih, diluarnya ditimpali semi jas berwarna coklat. Ternyata tak keliru anggapan saya selama ini. Edcoustic tak hanya digandrungi oleh para 'akhwat' dan 'ikhwan' saja. Anak muda seperti Fajrin pun begitu menyukai. Termasuk saya.. hihi

Tak terasa, MC--Feri, telah memberi aba-aba bahwa konser akan segera berakhir. Teriakan kecewa penonton pun tak terbendungkan. Lima lagu saja, tak cukup 'memuaskan' mereka. Kembali, Aden dan Egie menyuguhkan medley 3 lagu yang sebelumnya juga dinyanyikan pada sesi temu Edfriends.Jalan Masih Panjang, Pertengkaran Kecil, Menjadi Diriku, dilagukan menjadi satu.

Pamungkas, lagu paling fenomenal Edcoustic itu pun diperdengarkan oleh Aden kepada penonton. Ya, Muhasabah Cinta. Lagu yang sudah terkenal sampai ke negeri jiran ini, membuat penonton semakin hanyut akan keindahan lirik dan kedalaman maknanya. Tak lain, Muhasabah Cinta adalah lagu yang diciptakan Aden terinspirasi dari perjalanannya ke rumah sakit. Melihat orang yang tengah sakit, membuat ia menyadari betapa indahnya nikmat sehat itu. Lagu Muhasabah Cinta pada awalnya dipersiapkan oleh Aden untuk soundtrack film Ayat-Ayat Cinta. Namun, apa boleh buat keberuntungan belum berpihak pada Aden. Terlepas dari itu, Muhasabah Cinta memang patut dielu-elukan pecinta Edcoustic dikisahkan banyak sekali yang menjadikan Muhasabah Cinta sebagai obat di kala sakit. Aden membaur ke tengah-tengah penonton, mengajak seisi aula bernyanyi bersama. Jadilah, seisi aula pascasarjana di lantai dua itu ber'Muhasabah Cinta'.

Berakhir lagu Muhasabah Cinta, berakhir pulalah konser yang menyamankan hati itu. Di ujung katanya, Aden berucap lebih kurang begini: "Terimakasih kepada sahabat, dan kami mohon maaf apabila ada khilaf. Kami bukanlah sesosok sempurna layaknya nabi Muhammad, melainkan ingin berperliku seperti beliau," Setuju, saya benar-benar setuju dengan kalimat pamungkas yang keluar dari mulut Aden.
***

Note:
Lewat  tulisan ini, saya berterimakasih kepada:
Edcoustic: untuk lagu-lagu yang indah
Panitia: untuk jerih payah mendatangkan Edcoustic ke Palembang
Syarif: untuk telah memperkenalkan Edcoustic kepada saya


@rukan panggung, Rabu 30th March 2011--4:36AM waktu si kompi.

Selamat, Dik..

26 maret adalah tanggal yang khusus untukmu, dik. di tanggal ini kamu dilahirkan ke dunia dari rahim seorang mama paling juara sedunia. di tiap tanggal ini pula umurmu bertambah, dik. di tiap tanggal ini pula jatah hidupmu di dunia ini berkurang.
alhamdulillah, syukur, hanya itu seharusnya yang kita lakukan, dik. bukan kita mensyukuri kekurangan jatahmu untuk menghuni dunia ini, dik. tapi bersyukur atas nikmat dan kesempatan yang sudah diberi Allah hingga di angka 22 ini.

dik, satu tahun lalu kk masih sempat mengucap selamat kepadamu, tepat pada pukul pergantian tanggal. kk masih sempat mencium pipi kanan dan kirimu. satu tahun yang lalu pula, kita masih sempat berbagi bahagia dengan saudara-saudara kita di rumah kedua kita yang menyimpan segudang cerita itu.

tapi di tahun ini semuanya sudah berbeda. tak ada lagi ucapan di pergantian tanggal itu. tak ada pula kecupan di kanan dan kiri pipimu itu. kita sudah tidak lagi berdekatan, melain berjauhan. dipisahkan oleh jarak, dipisahkan oleh kesibukan, dan dipisahkan oleh tujuan hidup masing-masing.

meski kita terpisah oleh jarak, banyak kenangan yang kk simpan rapi di hati ini, dik. kk belajar banyak darimu, dik. belajar atas kesetiaan, kerendahhatian, kesabaran, persaudaraan, dan masih banyak lagi, dik. terlalu banyak hal 'gila' yang telah kita lalui. suka, pun duka. terimakasih, dik.

sengaja tak ada telpon di malam pergantian tanggal dik. kk tahu ada orang yang lebih pantas untuk mengucapkan selamat untuk yang pertama kalinya kepadamu dik. kk tak mau menghilangkan kesempatan dia. tak ada pula sebuah bingkisan hadiah untukmu, dik.hanya do'a yang bisa dikirimkan, hanya tulisan ini yang bisa kk sampaikan.
segala yang terbaik kk do'akan untukmu, dik. Semoga kita nanti bertemu untuk mengobati hati yang begitu merindu.

***

hanya sebentuk ucapan selamat berulang tahun kepada salah seorang adikku. Allah menghadiahkan dia kepadaku ketika hati ini dirundung sepi. Dia yang melengkapi.



@rukan panggung, 26th March '11 (06.39) on shiny saturday.

Telpon Mak Ida (I)

Setelah penat dari rutinitas pekerjaannya dari Senin hingga Sabtu, hari Minggu merupakan hari yang cukup dinantikan oleh Ais. Tapi, hari Minggu bukanlah suatu hari yang spesial bagi Ais. Karena di hari itu ia tak ada melakukan rutinitas yang begitu berarti atau layaknya anak muda yang begitu menantikan akhir pekan. Jika Senin hingga Sabtu rutinitas Ais adalah 'ngantor' tapi hari Minggu adalah hari yang membebaskan bagi Ais. Bebas bukan berarti Ais senang, kadangkala rasa jenuh itu pun ada. Untuk menghilangkan kejenuhan karena tak ada rutinitas, Ais menyibukkan diri dengan beragam aktivitas di rumah saja. Bersih-bersih, menonton, dan membaca, kadang ada pula sedikit olahraga.

Satu lagi yang membuat akhir pekan Ais agak berbeda dari hari biasa adalah acap kali Ais menerima telpon dari sanak saudara dan keluarga di kampung halamannya. Maklum, Ais merantau kurang lebih sejak enam bulan lalu. Di suatu Minggu, cukup banyak yang menelpon Ais, mulai dari orang tua, kakak, adik, dan abang Ais. Tak hanya itu, Ais juga menerima telpon dari tetangga dan adik perempuan dari Ayah Ais. Keduanya sudah dianggap Ais sebagai orangtuanya sendiri. Kenapa tidak? Dua perempuan paruh baya itu begitu perhatian kepada Ais, sering kali Ais dinasihati dan banyak lagi cerita-cerita menarik seputar kampung Ais. Cerita yang begitu menghibur dan mampu mengobat rindu Ais akan kampung halamannya, walaupun hanya untuk sejenak. Dua perempuan itu Ais memanggilanya Mak Ida dan Mak Iyet.

Suatu siang di hari Minggu, Ais tengah asyik membaca novel yang baru saja ia beli. Mak Ida memanggil. Dengan berat hati Ais mengabaikan panggilan Mak Ida. "Kalau aku terima telpon dari Mak Ida, pasti panjang ceritanya," Ais membatin. Panggilan Mak Ida diabaikan Ais. Ia lanjutkan bacaannya, tapi sejak ada telpon dari Mak Ida Ais tak lagi fokus membaca. Sudahlah, biarkkan saja, kata Ais dan melanjutkan bacaannya. Ternyata Mak Ida kembali memanggil. Dua kali, tiga kali hingga panggilan keempat. Maafkan aku Mak Ida, aku telah berdosa kepadamu, mengabaikan telponmu demi kesenangannku. Agaknya Mak Ida sudah putus asa, dan tak ada panggilan lagi.

Ashar menjelang, Ais menutup novelnya sejenak untuk tunaikan kewajibannya. Setelahnya, Ais kembali membaringkan tubuhnya di kasur yang akhir-akhir ini begitu akrab dengannya. Baru saja Ais membuka novel, kembali telepon genggamnya berdering. Tapi kali ini bukan telepon dari Mak Ida, melainkan Mak Iyet. "Ya sudah, tak baik aku abaikan panggilan Mak Iyet. Cukup aku berdosa kepada Mak Ida saja," Ais kemudian menerima panggilan Mak Iyet.

"Assalamua'alaikum"
"Wa'alaikumsalam..."
"Apa kabar Mak?"
"Alhamdulillah sehat, Ais bagaimana?"
"Alhamdulillah sehat juga Mak, lagi dimana Mak?"
"Amak lagi di Mushala, o ya ini Amak (ibu Ais) mau ngomong, Amak ambil wudhu dulu ya, amak belum shalat"
"Iya Mak"

Pembicaraan Ais dilanjutkan dengan orangtua perempuannya, Ais memanggil ibunya 'Amak'.
"Halo Ais"
"Iya Mak, Amak lagi di mushala ya?"
"Iya, Amak baru saja sembahyang Ashar, di sini rame, ada Mak Ida juga"
"Oh, rame ya Mak? Ais jadi rindu juga shalat di mushala"
"Kata Mak Ida tadi dia telepon Ais, tapi nggak diangkat, kenapa?"
Ais bingung, mau jawab apa. Apakah dia harus berbohong atau jawab apa adanya. Dengan alasan agar Mak Ida tak tersinggung, Ais berbohong. "Ia, tadi waktu Mak Ida nelpon Ais lagi di luar, hp ketinggalan di kamar," jawab Ais.
"Iya, Mak Ida bilang mungkin Ais lagi tidur," jawab Ibu Ais.'
"Ndak mak, Ais ndak tidur.." Ais menjawab dengan perasaan bersalah. Ais sungguh merasa berdosa sudah mengabaikan orangtua yang begitu memperhatikannya. Ketika dibohongi Ais pun, Mak Ida masih menaruh prasangka baik pada Ais.
"Kalau begitu, Ais ngomong sama Mak Ida ya?" Ibu Ais meminta.
"Iya mak"

Dari kejauhan terdengar suara khas dari Mak Ida. Suara yang begitu lembut dan penuh kasih sayang. Layaknya sayang seorang ibu kepada anak kandungnya.
"Hallo, Assalamu'alaikum, nak"
"Wa'alaikumsalam, Mak Ida," jawab Ais dengan nada suara bersalah.
"Apa kabar nak? Adakah sehat-sehat saja?"
"Alhamdulillah sehat, Mak Ida ada sehat?
"Alhamdulillah kami di rumah masih sehat dan beraktivitas seperti biasa. Udah makan nak?" suara Mak ida begitu menyentuh.
"Udah tadi siang.. Mak Ida lagi di mushala ya?
"Iya, seperti biasa selesai shalat duduk-duduk dulu di mushala sambil cerita-cerita. Termasuk menceritakan Ais," ujar mak Ida.
"He...," Ais nyengir.

Tiba-tiba nada suara mak Ida mulai serius. Seakan ada pembicaraan penting yang akan ia sampaikan. Ais pun penasaran. Perlahan-lahan mak Ida membuka pembicaraan. Ia bertanya kepada Ais.
"Ais, akhir-akhir ini ada telponan sama ayah?"
"Sering mak Ida, ayah sering telpon Ais, kenapa ya mak?"
"Begini Ais, ayah Ais sudah tak ada lagi shalat, cobalah Ais ngomong sama ayah minta dia untuk shalat," jawab mak Ida.
Mendengar penjelasan mak Ida, jantung Ais langsung berdegup. "Ayahku yang dulu kembali lagi, Ya Allah kenapa Engkau lengah dari ayahku? Apakah Engkau tak lagi sayang kepada ayahku?" Ais menyesal dalam hati.

"Terimakasih mak Ida sudah kasih tau Ais". Ais juga menceritakan kepada mak Ida, akhir-akhir ini setiap kali Ais telponan dengan ayahnya dan menanyakan apakah ayahnya sudah salat atau belum, ayah Ais hanya menjawab dengan enteng 'sudah'. Berarti prasangka Ais selama ini tak keliru. Ayah Ais tak lagi menunaikan kewajibannya kepada Sang Khalik.

"Setiap kali nelpon, Ais tanya ke ayah sedang berada dimana, kata ayah sedang di lepau rendah, mak Ida," kata Ais lagi ke mak Ida.
Mendengar ucapan Ais, mak Ida mencoba menyemangati Ais untuk kembali mengingatkan ayahnya.
"Cobalah Ais ngomong sama ayah, mak Ida yakin, kalau Ais bicara sama ayah, ayah Ais pasti dengarkan."
"Ia, tapi Ais takut ayah tersinggung, mak Ida kan tau sendiri ayah bagaimana?"
Mendengar Ais mengeluh, mak Ida tak henti-hentinya menyemangati Ais. "Percayalah nak, tak akan ada orangtua yang akan marah ketika anaknya membicarakan kebaikan, berpandai-pandai saja Ais ngomong sama ayah ya." Demikian pesan mak Ida. Dalam hati Ais kembali menyesali diri. Begitu baiknya mak Ida kenapa aku malah mengabaikan telponnya tadi siang?

"Udah dulu ya nak, lain kali mak Ida telpon lagi, jangan lupa shalat, makan dan jaga diri ya..!"
"Insyaallah mak,"
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalaam.." klik.

***

Usai menerima telpon dari ketiga 'amak'nya, Ais melamun. Masih terngiang di telinga Ais kabar yang disampaikan mak Ida. Ais kebingungan, ta tahu mau berbuat apa. Penuh tanya dari kedalaman hati Ais. Ya Allah, apa yang harus kuperbuat? Ayah begitu jauh dariku. Ingin sekali aku menjumpai ayah. Bicara dari hati ke hati. Mana ayahku yang selalu ke mushala? Mana ayahku yang selalu mengumandangkan Azan dari corong musala sehingga lantunan azan yang indah bergema ke seantero kampungku? Mana ayahku yang selama ini rajin beribadah?

Ais kalut. Ia mengumpat Tuhannya. "Ya Allah, Engkau begitu tak menyayangi ayahku dan keluargaku. Engkau belokkan dia dari jalan-Mu. Kenapa engkau tak pelihara langkah ayahku? Kenapa Engkau tunjukkan ini ketika aku sudah jauh dari ayahku?"---be continue---

***


*)rukan panggung, 25th March 4:39 AM

Rinai Kabut Singgalang Hingga Palembang

Cukup menarik-menurut aku- cerita di balik buku Rinai Kabut Singgalang yang kupunya. Salah seorang sahabat, Fizy di suatu malam mengirim pesan singkat melalui ponselku. Sahabatku yang satu ini punya panggilan unik untukku. 'Bro' begitu dia memanggilku. Begitupun sebaliknya. Mungkin dengan panggilan seperti ini kami merasa lebih dekat. Tak perlu dibahas, kita lanjutkan. Kira-kira begini isi pesannya:

Fizy: Bro, loe kenal Muhammad Subhan?
Aku: Tau, MS Rinai Kabut itu kan? emang kenapa?
Fizy: Kok loe bisa tau?
Aku: Ya iyalah.. gw gitu.. he
Fizy: O y, kemarin gw ke Rumah Puisi, ketemu sama dia, terus dia tawarkan novel itu. Ya, gw beli deh. Buku itu langsung ditandatanganinya, Bro. Hebat gw kan?
Aku: Ye.. segitu aja hebat. Gw aja dikirimi AH buku A9ama Saya Adalah Jurnalisme langsung ditandatangani, biasa-biasa aja. (SMS angkuh)
Fizy: He.. Udah baca loe Rinai Kabut Singgalang bro?
Aku: Belum, gw jarang ke Gramedia sekarang, susah nembusnya.
Fizy: Gw sarankan, bacalah. Bukunya bagus, terharu gw.
Aku: Ya, nanti kalau ke Gramedia gw cari bukunya. Tapi, bukunya udah nyampe belum ya, di sini?
Fizy: Kalau g ada, nanti gw sms kan aja sama loe ceritanya.
Aku: Dasar.. kirimin donk bukune.

Sejak SMS dari Fizy, aku ingat bahwa di FB aku berteman dengan penulis RKS. Pada box search, aku ketik nama Muhammad Subhan. Ya, i get it. Aku baru ingat, kalau tidak salah MS selalu saja OL pada chat FB. Aku aktifkan chat pada FB ku yang biasanya jarang sekali OL. Yes, MS OL. Segera aku sapa. Aku memperkenalkan dari dan sedikit mengingatkan MS bahwa kita dulu pernah bertemu pada suatu acara di tempat bekerjaku dulu. Setelahnya, dengan berbaik hati MS mau membantu aku mengirimkan bukunya via pos. Kusimpan no. rekening yang dia berikan. "Nanti kalau sudah transfer, saya kabari," kurang lebih begitu aku tuliskan via chat. Sepertinya MS tak keberatan untuk mengirimkan buku itu, meskipun hanya 1 eksemplar. Sepertinya, tak ada pentingnya membahas bagaimana asal-muasal aku bisa membaca RKS. Berikut aku akan mencoba sedikit mengulas RKS, semoga bermanfaat bagi yang membaca, kalau tidak cukuplah sebagai dokumen tulisan saya pada blog ini. Akan aku beri judul: "Rinai Kabut Singgalang Hingga Palembang". Judul ini tak ada kaitannya dengan isi buku, hanya saja saya tertarik untuk membuatnya demikian karena luka yang diceritakan MS pada RKS sungguh berasa di mana aku berdomisili sekarang.

Judul: Rinai Kabut Singgalang
Penulis: Muhammad Subhan
Penerbit: Rahima Intermedia Yogyakarta
Tahun Terbit: Cetakan I, Januari 2011
Halaman: 396 hal
Harga: Rp. 48.000,-

RKS tak lebih menceritakan luka, lebih tepatnya maha luka, luka beranak luka yang dirasakan oleh Fikri, tokoh utama dalam cerita ini. Alkisah, Maimunah--ibu Fikri, perempuan yang berasal dari Pasaman (Sumatera Barat) telah dicoret dari ranji silsilahnya karena nekat menikah dengan Munaf yang tak lain tak bukan adalah ayah Fikri. Munaf adalah laki-laki asal Aceh yang mencoba mengadu peruntungan ke Pasaman. Munaf dianggap sebagai 'orang datang, orang yang tak berurat tak berakar, orang di pinggang'. Di ranah minang menurut adatnya, menerima 'orang datang' sama saja dengan mencoreng kehormatan keluarga sendiri. Namun, diam-diam Maimunah melarikan diri ke Medan dan melangsungkan pernikahan dengan Munaf di kota itu. Setelah menikah, nasib Maimunah tak sebaik yang dia harapkan. Hidup berkalang malu, sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia.

Yusuf, sahabat Fikri dalam buku ini menceritakan kisah luka yang beruntun, seakan tak ada hentinya dialami oleh Fikri. Berawal dari kehidupan di kampung pesisir Aceh, ayah Fikri meninggal dunia. Sejak ayah Fikri meninggal, ibu Fikri juga mulai sakit-sakitan. Dari sini Fikri mulai merencanakan untuk merantau ke Padang. Sebelum ke Padang Fikri singgah dahulu di nagari Kajai, kampung halaman ibundanya. Karena sebelum berangkat merantau, Fikri dipesankan oleh ibunya untuk mencari mamaknya--kakak laki-laki Maimunah. Maimunah menceritakan bahwa mamak Fikri bernama Safri, adalah satu-satunya anggota keluarganya yang begitu menyayangi Maimunah. Oleh karena itu, dia ingin sekali Fikri untuk menemui Mak Safri untuk mengabarkan bahwa adiknya baik-baik saja. Dengan kebulatan tekad, Fikri memulai kisah merantaunya. Menempuh perjalanan dengan bus, menuju nagari Kajai. Di dalam bus inilah Fikri pertama kali bertemu dengan Bu Aisyah, ibu dari Rahima yang merupakan kekasih tak sampai Fikri.

Sesampainya Fikri di Kajai, kisah luka kembali ditampilkan. Mak Safri ternyata mengalami gangguan jiwa karena menanggung malu akibat perbuatan Maimunah. Di negeri beradat, perbuatan Maimunah sangatlah menjadi aib yang tak tertanggungkan bagi Mak Safri. Selama di Kajai, Fikri mengabdikan diri untuk merawat mamaknya yang selama ini hidup terpasung dalam sebuah gubuk di tengah kebun Manggis.

Luka serupa kelak juga dialami Fikri. Setelah memutuskan meninggalkan Kajai, Fikri merantau ke Padang. Ia bercita-cita hendak melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Dalam prolog buku ini, Damhuri Muhammad seorang cerpenis menguraikan bahwa di titik inilah ada perubahan paradigmatik dalam konsep merantau. Bila masa lalu, merantau adalah pergi menuju sesuatu, tapi perantauan Fikri adalah sebuah ikhtiar meninggalkan sesuatu: luka. Riwayat perjalanan Fikri dimanfaatkan penulis untuk merekam jejak luka sepanjang hidup Fikri.

Semasa perantauan Fikri di Padang, kisah percintaan Fikri pun bermulai. Ia bertemu dengan Rahima yang kemudian menjadi kekasih pujaannya. Namun, kisah cintanya juga berbuah luka. Cinta Fikri bertepuk sebelah tangan, kakak Rahima bernama Ningsih tidak menyetujui hubungan mereka. Rahima tak mampu berbuat apa-apa karena selama masa sekolahnya Ningsihlah yang membiayai hidup Rahima. Terkesan berhutang budi, Rahima terpaksa menerima permintaan kakaknya untuk menikah dengan laki-laki yang telah dipilihkan Ningsih. Pinangan Fikri ditolak mentah-mentah oleh Ningsih, lagi-lagi alasan status Fikri sebagai 'orang datang' menjadi alasan. Namun, dibalik itu, ternyata Rahima dipersiapkan Ningsih untuk menikah dengan laki-laki pencariannya hanya karena Ningsih terlilit hutang kepada laki-laki itu.

Pedihnya kisah percintaan Fikri sama halnya dengan kisah percintaan Zainuddin dengan Hayati yang diceritakan Hamka dalam 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk'. Juga, hampir sama dengan kesuksesan Zainuddin sebagai penulis sukses, dalam RKS Fikri juga mempunyai pengalaman yang sama. Ia dipertemukan kembali dengan Rahima ketika kisah yang ia tuangkan dalam novel difilmkan dan dipentaskan di Jakarta. Kembali kita diingatkan dengan kisah perjumpaan Zanuddin dengan Hayati setelah terpisahkan oleh nasib malang percintaan mereka.

Penggunaan latar, yaitu adat di ranah minang agaknya adalah salah satu faktor yang sangat mendukung dalam novel RKS. Hal inilah yang membuat setiap pembaca dapat terpancing sehingga larut dalam setiap bagian novel ini. Penggunaan bahasa yang halus, bebas dan terkesan apa adanya pun menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca untuk membacanya hingga akhir dari karya ini. Rangkaian peristiwa dan konflik yang disusun sedemikian rupa juga penokohan yang kuat dari setiap karakter, penggambaran latar yang tepat hingga alur cerita yang mengalun indah tak bisa dipungkiri menjadi kelebihan dari karya ini.

Dibalik keindahan karya Muhammad Subhan ini, bukan berarti tanpa cela. RKS Ibarat produk lama yang dikemas dengan kemasan baru, kisah-kisah yang disuguhkan sepertinya dibayang-bayangi oleh kisah pada 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.' Kenapa tidak? Karena ketika saya mengikuti kisah demi kisah RKS ingatan saya tak terlepas dari kisah serupa yang ada pada "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk."

Terlepas dari itu, saya mengapresiasi karya Muhammad Subhan. Karangan laki-laki berdarah Aceh-Minang ini mampu membawa saya hanyut ke dalam kisahnya dan saya merasa sangat dekat dengan kisah tersebut. Rinai kabut dari Singgalang akhirnya singgah juga di Palembang. Semoga novel pertama MS ini turut menuai kesuksesan layaknya kesuksesan 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.'

***

Note: Ini bukanlah resensi, ini juga bukan timbangan buku, hanya sebentuk ulasan mengenai kesan saya setelah membaca RKS. Mungkin ada yang kurang berkenan bagi Pengarang mengenai ulasan di atas. Saya mohon maaf dan harap dimaklumi. Masih belajar menulis.. :). Selain itu, ulasan RKS di atas juga salah satu bentuk terimakasih kepada Pengarang (MS) yang telah mau mengirimkan RKS. Juga, terimakasih kepada si 'Bro' yang telah membuat saya tak mau kalah dari dia untuk segera memiliki buku ini. :))

*)rukan panggung, 24th march 2011 19;19 waktu si kompi.

Lamaran (garis miring) Meminang

Akhir-akhir ini ada salah seorang saudara saya yang sering mengajak diskusi soal pernikahan dan lamaran. Kami saling menceritakan tradisi/adat pada daerah masing-masing. Namun, terlepas dari adat dan tradisi itu tentu kita sudah diwariskan tradisi atau ajaran tentang apa pun dalam kehidupan ini oleh Rasulullah SAW, termasuk pernikahan dan lamaran.

Untuk itu, izinkan saya untuk share tulisan di bawah ini. Saya hanya menyalin ulang salah satu Sub Bab dari Bab Nikah pada buku "Fiqih Wanita" karangan Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah. Sengaja saya tak memuat salinan tentang pernikahan, karena setiap kita menurut saya pasti akan melewati proses lamaran dulu baru menuju pernikahan.

Mudah-mudahan siapa pun yang membaca mendapatkan manfaatnya. Salinan ini agak panjang, butuh waktu luang untuk membaca dan memaknainya. Selamat membaca, semoga kita termasuk kepada umat yang selalu meneladanani Rasul kita, Muhammad SAW.

***

Lamaran (Meminang)

Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah disyari'atkan oleh Allah sebelum diadakannya akad nikah antara suami istri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Allah berfirman:
"Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian mengadakan janji nikah dengan mereka secara lisan, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kalian ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian. Maka takutlah kepada-Nya." (Al-Baqarah: 235)

Sifat Calon Istri
wanita muslimah yang hendak dinikahi harus memiliki sifat penuh kasih sayang. Karena, kasih sayang antara suami dan istri menjadi penyangga bagi keberlangsungan hidup rumah tangga. Selain itu, juga mampu melahirkan keturunan. Karena, dengan adanya keturunan akan menopang terpenuhinya kepentingan peradaban dan kekayaan.

Kecintaan dan kasih sayang seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti adanya karakter yang kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinyayang mana hal itu dapat menghindarkan dirinya dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain.

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta yang lainnya, dari Jabir disebutkan; bahwa Nabi pernah bertanya kepadanya: "Wahay Jabir, dengan gadis atau janda kamu menikah? Dengan janda, jawab Jabir. Maka beliau pun berkata: Alangkah baiknya jika engkau menikah dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bisa bermain-main denganmu." (HR. Imam Al-Bukhari, Imam Muslim).

Dari Abdullah bin Amr, ia berkata; bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Sesungguhnya dunia ini keindahan dan tidak ada keindahan di dunia ini yang lebih baik daripada seorang wanita shalihah. "(HR. Ibnu Majah)
"Sesungguhnya seorang wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya. Untuk itu, nikahilah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan bahagia. "(HR. Muslim dan At-Tirmidzi)

Penulis kitab Ar-Raudhah mengatakan: "Disunnahkan wanita itu berasal dari lingkungan, kabilah dan karakter yang benar-benar shalihah. Karena sesungguhnya, manusia seperti ini adalah sebagaimana logam emas dan perak (yang sangat bernilai)." Sebab, adat, kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh pada seseorang dan menentukan kepribadiaannya. Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dengan sanad shahih, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Sebaik-baik wanita adalah: yang jika engkau melihatnya, maka ia membahagiakanmu. Jika engkau memerintahnya, maka ia senantiasa menaatimu. Jika engkau memberikan sesuatu kepadanya, maka ia senantiasa berbuat baik kepadamu. Apabila kamu tidak berada di sisinya, ia selalu menjaga dirinya dan hartamu."

Rasulullah pernah mengirim beberapa wanita untuk mengetahui akan aib yang tersembunyi pada diri mereka. Lalu beliau berkata: "Ciumlah mulutnya, ciumllah kedua ketiaknya dan lihatlah kedua tumitnya." (HR. Imam Ahmad).

Memilih Suami
Seorang wanita Muslimah hendaknya memilih calon suami yang shalih dan berakhlak mulia, hingga dapat mempergaulinya dengan cara yang baik atau nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan dengan cara yang baik pula. Imam Ghazali berkata: "Berhati-hati terhadap hak-hak wanita sebagai istri adalah lebih penting. Karena, mereka (kaum wanita) merupakan makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dapat melakukan perceraian kapan saja ia kehendaki. Apabila wanita muslimah memilih calon suami zhalim, fasiq atau peminum minuman keras, maka berarti agamanya menjadi ternoda serta akan menjadi penyebab kemurkaan Allah, karena ia telah memutuskan tali siaturahmi dan salah pilih."

Seseorang bertanya kepada Hasan bin Ali: "Aku mempunyai anak gadis. Menurutmu, kepada siapa aku harus menikahkannya? Hasan menjawab: Nikahkanlah ia dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah. Jika laki-laki itu mencintainya, maka ia akan menghormatinya dan jika ia marah kepadanya, maka ia tidak akan menzhaliminya."

Melihat Wanita yang Hendak Dilamar
Dari Mughirah bin Syu'bah, ia berkata: "Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi berkata: Lihatlah ia. Karena, yang demikian itu akan melanggengkan kasih sayang antara kalian berdua." (HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Sebagian ulama berpegang pada hadits ini dan mengatakan: "Diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat wanita yang hendak dilamarnya pda bagian yang tidak diharamkan." Demikian dikemukakan oleh Imam At-Tirmidzi. Ini juga menjadi pendapat dari Imam Ahmad dan Imam Ishaq.

Dari Aisyah, ia menceritakan; Rasulullah pernah berkata kepadaku: "Aku telah melihatmu dalam mimpiki dibawa oleh malaikat dengan ditutup oleh kain sutera. Lalu malaikat itu mengatakan kepadaku: Ini adalah istrimu. Maka aku pun membuka kain penutup yang menutupi wajah wanita itu. Tiba-tiba yang muncul adalah kamu (Aisyah). Selanjutnya engkau pun berkata: Apabila ini berasal dari sisi Allah, maka biarlah Allah meneruskannya." (HR. Imam Al-Bukhari)

Dari Sahal bin As'ad As-Sa'idi, ia menceritakan: Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku datang untuk untuk memberikan diriku kepada engkau. Maka beliau pun melihatnya dengan menaikkan dan menepatkan pandangan kepadanya. Kemudian beliau menundukkan pandangannya. Ketika melihat bahwa beliau tidak memberikan keputusan, maka wanita itu pun terduduk. Selanjutnya salah seorang sahabatnya berdiri seraya berucap: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak tertarik kepadanya, maka nikahkanlah aku dengannya. Beliau bertanya: Apakah engkau mempunya sesuatu? Sahabat itu pun menjawab: Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak memiliki apa-apa. Selanjutnya beliau berkata kepadanya: Pergilah kepada keluargamu dan lihatlah, apakah mendapatkan sesuatu di sana? Sahabat itu pun pergi dan kembali seraya mengatakan: Demi Allah, aku tidak mendapatkan apa-apa di sana. Beliau pun masih memerintahkan kepadanya: Carilah, meskipun hanya sebuah cincin dari besi! Kemudian ia pun pergi dan kembali seraya berkata: Ya Rasulullah, demi Allah aku tidak mendapatkan apa-apa meskipun hanya sebentuk cincin dari besi. Akan tetapi, aku hanya mempunyai kain ini (Sahal: berkata: Sahabat itu mempunyai selendang) untu diberikan setengahnya kepada wanita itu. Beliau pun bertanya: Apa yang akan aku perbuat dengan kainmu itu? Karena, jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak akan mendapatkan apa-apa dan jika ia memakainya, maka kamu tidak akan mendapatkannya. Lalu ia duduk. Setelah beberapa saat, lalu ia berdiri dan Rasulullah melihatnya melangkahkan kaki untuk pergi. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk memanggilnya. Ketika ia datang, beliau bertanya: Surat apa yang engkau halaf dari Al-Qur'an? Ia pun menjawab: Aku hafal surat ini dan itu, lalu ia pun membacakannya. Beliau bertanya: Apakah engkau bisa membacakan surat itu di hadapan wanita yang hendak engkau lamar dengan hafalanmu itu? Ia pun menjawab: Bisa. Akhirnya beliau bersabda: Pergilah, karena sesungguhnya aku telah menjadikan wanita itu sebagai milikmu dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang ada padamu." (HR. Muttafaqun Alaih)

Dari Abu Hurarirah, ia berkata; ada seorang laki-laki mengatakan, bahwa ia hendak menikahi seorang wanita dari kaum Anshar. Lalu Rasulullah bertanya: Apakah engkau telah melihatnya? Ia menjawab: Belum. Selanjutnya beliau berkata, "Pergi dan lihatlah, karena sesungguhnya di mata oranhadap n An-Nasa'i).

Dari Jabir disebutkan (sebagai hadits marfu'), bahwa Rasulullah bersabda:
"Jika salah seorang di antara kalian meminang seorang perempuan; sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya." (HR. Abu Dawud dan Hakim)

Menurut jumhur ulama: "Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya." Akan tetapi, mereka tidak diperbolehkan melihat, kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya." Sedangkan Al-Auza'i mengatakan: "Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat." Adapun Ibnu Hazm mengatakan: "Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya."

Bersumber dari Imam Ahmad, terdapat tiga riwayat mengenai hal ini. Yang pertama, seperti yang diungkapkan oleh jumhur ulama. Kedua, melihat apa-apa yang biasa terlihat. Ketiga, melihatnya dalam keadaan tidak mengenakan tabir penutup (jilbab). Jumhur ulama juga berpendapat: "Diperbolehkan melihatnya, jika ia menghendaki, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dari wanita yang hendak dilamar (secara sembunyi-sembunyi)." Adapun menurut Imam Malik, dari sebuah riwayat disebutkan, bahwa beliau mensyaratkan adanya izin dari wanita tersebut.

Dinukil oleh Ath-Thahawi dari suatu kaum, di mana disebutkan; bahwasanya tidak diperbolehkan melihat wanita yang hendak dilamar sebelum diadakannya akad nikah. Karena, pada saat itu wanita tersebut belum menjadi istrinya.

***


rukan panggung, 23th March '11--4:15 AM waktu si kompi

Yang Kosong untuk Menepati Janji

Hari ini, tak tak tau apa yang akan ditulis. Mumet. Memulai menulis di sore hari memanglah sangat tidak efektif. Di sore hari pikiran mulai acak-acakan karena sedari pagi telah beraktivitas yang lumayan menguras pikiran.

Subuh, adalah waktu yang tepat menurut saya untuk menulis. Di Subuh, segala ide bermunculan, hasrat untuk menuangkan tak terbendungkan. Kalau saja tidak langsung dikerjakan, semua ide akan buyar, apalagi itu ide tidak didokumentasikan. Alhasil, seperti yang saya alami hari ini.

Akhir-akhir ini saya punya janji. Janji untuk menulis. One day one post, demikian saya berjanji. Meski saya bukanlah seorang penulis yang baik, tapi saya tengah berusaha untuk membiasakan. Biasa untuk menulis tentang apa saja. Biarlah bagaimana orang menilai tulisan saya. Yang penting saya menulis.

Saya memahami bahwa janji adalah hutang. Hutang harus dibayar, selama ia tak dibayar, selama itu pula pikiran tak akan tenang. Tapi, segalanya tak bisa dipaksakan. Alhasil, inilah yang saya tulis hari ini. Tulisan kosong, kosong arti. Bahkan tak ada gunanya sama sekali untuk disaji.

Tapi, paling tidak, saya telah memenuhi janji. Janji dengan siapa? Tentu dengan diri saya sendiri.



still @ rukan panggung, 22 of March (16.55) on confused Tuesday

di Sepertiga Malam

Bermunajat di sepertiga malam
hanya itu yang bisa kulakukan
tak ada yang mampu menampung keluhanku
melainkan-Mu

Berbelanja di pasar sepertiga malam
hanya itu yang menyediakan segala kebutuhanku
tak ada yang mampu memenuhi
melainkan-Mu

Apakah ini saatnya setiap permohonanku di sepertiga malam-Mu terjawab?
Izinkan aku mengecap nikmat baru dari-Mu dan tak pernah berhenti untuk bersyukur kepada Yang Maha Pemberi Nikmat.

*)perlahan, Engkau membukakan jalan untukku. Alhamdulillah ya Rabb


rukan panggung, 21 march 2011, 17:23

Si Bapak Tukang Gorengan dan Minggu yang Membebaskan


Seperti biasa, hari Minggu adalah hari ngebabu. Biasanya aku menamakan Sunday is Ngebabu’s day. Rutinitas yang dilakukan layaknya rutinitas para kaum ibu rumah tangga. Mulai dari mencuci, nyetrika, belanja, bersih-bersih, dan memasak.

Minggu kali ini agak berbeda. Sepanjang perjalanan kami dari mess menuju pasar dan pulang lagi ke mess ada beberapa yang menarik perhatian kami. Di sepanjang jalan, teman saya sibuk memperhatikan rumah-rumah yang berjejer di kiri dan kanan jalan. Satu rumah menarik perhatian kami, rumah berwarna pink pastel dan abu-abu. Simpel dan indah, demikian temanku menilai. Akupun meng-iyakan.
"Andai saja, kantor kita dekat dengan kampung..!" temanku berandai.

"Iya ya," aku mengulas. Insyaallah, aku akan punya rumah indah nantinya, dalam hati aku bermimpi.

Sesampainya di tempat kami berbelanja, tengah asyik memilih ini-itu untuk bahan memasak, aku dan teman tiba-tiba kaget. Terdengar suara perempuan teriak-teriak dengan bahasa daerahnya -- bahasa Palembang, tentu kami tak mengerti. Akupun bertanya kepada Ayu' (kakak perempuan) warung tempat belanja, "Mereka kenapa Yu'?"

Ayu' warung mengatakan mereka lagi bertengkar, ia juga kurang mengetahui apa sebab pertengkarannya. "Sudah biasa begitu," katanya.

Temanku ikut berkomentar, "Masih pagi sudah ribut. Dasar..!!"

"Iya, kasihan saja. Hari mereka diawali dengan keributan, ditambah lagi berteriak-teriak sambil menggendong anak bayi. Kasihan bayinya," kataku.

Selesai berbelanja, kami pulang. Kemudian singgah di persimpangan. Di sana ada Bapak yang jual gorengan. Kami mampir, tentu untuk membeli.

"Pak, gorengan... ," ujarku dengan arti meminta si Bapak ambilkan gorengan.
Si Bapak diam.

Kuulangi lagi, mungkin si Bapak kurang dengar karena suara kompor gas yang sedang menyala ditambah lagi mobil yang lalu-lalang melintas di jalan raya. "Pak, gorengan.. yang di kuali belum matang ya?" tanyaku.
Si Bapak kembali acuh.

"Pak, Pak, Bapak, kami mau beli gorengan," aku mengulangi berkali-kali dan lebih mendekat kepada si Bapak yang sedang asyik mengaduk gorengannya.

Si Bapak baru sadar, kalau ada kami di sampingnya. "Maaf, .. " jawab si Bapak.
Aku dan temanku saling melirik, bingung. Kami duduk di bangku yang telah disediakan di tempat si Bapak menjual gorengan. Menunggu gorengannya matang karena kami terlalu pagi. Mungkin kami pelanggan pertama yang membeli dagangan si Bapak.

"Aku ngelamun," kata Bapak itu.

"Kenapa pak, ingat kampung ya," tanya temanku.

"Iya," jawab si Bapak singkat.

Karena penasaran, aku bangkit dari tempat duduk dan betanya lebih lanjut sama si Bapak. "Bapak asal mana, Jawa?" aku sok tahu.

"Iya, Bandung."

"Tinggal di sini dimana, pak?"

"Daerah Bukit, Bukit Kecil," jawab si Bapak yang mencelupkan gorengan ke kualinya.

"O,,," aku melongo.

Setelah gorengannya matang, dan membungkus gorengan pesanan kami, si Bapak tiba-tiba menceritakan kalau iya sedang teringat keluarganya di rumah, terutama anak perempuannya. "Anakku perempuan, tak mau sekolah, sudah dikasih modal dan motor, tapi malah dia tak mau sekolah lagi. Pusing aku, dia perempuan jadi apa dia nantinya?"

Sayang, si Bapak baru bercerita ketika kami telah mau beranjak pergi. Temanku pun sudah menarik tanganku untuk pulang.

Di akhir percakapan aku hanya mengatakan, "Jangan melamun lagi ya pak, nanti kompornya meledak," kataku asal, berniat si Bapak tertawa mendengar candaanku.
"Iya," jawab si Bapak singkat.

Kami berlalu, meninggalkan si Bapak tukang gorengan. Di perjalanan yang kira-kira 300 meter menuju mess, kami teringat si Bapak.
"Kasian Bapak itu ya," kataku.

"Iya, jauh-jauh merantau dan begitu susahnya cari uang, si anak tak mengerti keadaan," jawab temanku

Aku menambahkan, "bagaimanapun setiap orangtua pasti menginginkan anaknya berhasil, lebih baik dari mereka, tentunya."

"Benar, apalagi dia perempuan, kalau tidak sekolah, mau ngapain lagi?" temanku semakin serius.

Kami pun sampai di mess, lanjut memasak dan melupakan si Bapak tukang gorengan. Sembari memasak kami sarapan dengan gorengan yang dibeli dari si Bapak. Enaknya. Aku kembali ingat nasib si Bapak tukang gorengan. Apakah dia masih saja melamun, kalau saja dia masih melamun, bahaya juga. Kalau-kalau nanti ada orang berniat jahat. Semoga si Bapak tukang gorengan baik-baik saja, dan anaknya kembali sadar.

***

rukan panggung, 10:43 di Minggu yang 'membebaskan'

Untukmu, Para Kaum Solehah

1. Doa wanita solehah lebih maqbul dari lelaki karena sifat penyayang yang lebih kuat dari lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulallah SAW akan hal tersebut, jawab Baginda : "Ibu lebih penyayang dari bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."

2. Wanita yang solehah itu lebih baik dari 1,000 orang lelaki yang tidak sholeh.

3. Seorang wanita solehah adalah lebih baik dari 70 orang wali.

4. Seorang wanita solehah adalah lebih baik dari 70 lelaki soleh.

5. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang senantiasa   menangis kerana takutkan Allah SWT dan orang yang takutkan Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

6. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedakah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan dari anak lelaki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail AS

7. Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarah (tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama haidhnya membaca:
"Alhamdulillahi'alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah". Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah dari segala dosa." Maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa'ala mengangkatnya ke atas darjat, seperti darjatnya 40 orang mati syahid, apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.

8. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW) di dalam syurga.

9. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa taqwa serta bertanggung jawab, maka baginya adalah syurga.

10. Dari 'Aisyah r.ha.
"Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka merekaakan menjadi penghalang baginya dari api neraka."

11. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.

12. Apabila memanggil akan engkau kedua ibu bapakmu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.

13. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.

14. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan meredhainya. (serta menjaga sembahyang dan puasanya).

15. 'Aisyah r.ha. berkata
"Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita ?"
Jawab baginda, "Suaminya". "Siapa pula berhak terhadap lelaki ?" Jawab Rasulullah SAW. "Ibunya".

16. Seorang wanita yang apabila mengerjakan solat lima waktu, berpuasa wajib sebulan (Ramadhan), memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka pasti akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dia kehendaki.

17. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu dari suaminya (10,000 tahun).

18. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.

19. Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik dari 80 rakaat shalat wanita yang tidak hamil.

20. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.

21. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.

22. Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah SWT mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah SWT.

23. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun shalat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.

24. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.

25. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.

26. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya dari badannya (susu badan) akan dapat satu pahala dari tiap-tiap titik susu yangdiberikannya.

27. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempoh (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan kabarkan berita bahawa syurga wajib baginya.

28. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun shalat dan puasa.

29. Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak selesai karena menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba.

30. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila diahiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.

31. Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya, bahkan segala sesuatu yang disinari sang suria akan meminta keampunan baginya, dan Allah mengangkatkannya seribu derajat untuknya.

32. Seorang wanita yang solehah lebih baik dari seribu orang lelaki yang tidak soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginyalapan pintu syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja tanpa dihisab.

33. Mana-mana wanita yang menunggu suaminya hingga pulanglah ia, disapukan mukanya, dihamparkan duduknya atau menyediakan makan minumnya atau memandang ia pada suaminya atau memegang tangannya, memperelokkan hidangan padanya,memelihara anaknya atau memanfaatkan hartanya pada suaminya karena mencari keridhaan Allah, maka disunatkan baginya akan tiap-tiap kalimah ucapannya,tiap-tiap langkahnya dan setiap pandangannya pada suaminya sebagaimana memerdekakan seorang hamba. Pada hari Qiamat kelak, Allah kurniakan Nur hingga tercengang wanita mukmin semuanya atas kurniaan rahmat itu. Tiada seorang pun yang sampai ke mertabat itu melainkan Nabi-nabi.

34. Tidakkan putus ganjaran dari Allah kepada seorang isteri yang siang dan malamnya menggembirakan suaminya.

35. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suaminya melihat isterinya dengan kasih sayang akan di pandang Allah dengan penuh rahmat.

36. Jika wanita melayani suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun sholat.

37. Wanita yang melayan dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan medapat pahala jihad.

38. Jika wanita memijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memijat suami bila disuruh akan mendapat pahala tola perak.

39. Dari Hadrat Muaz ra.: Mana-mana wanita yang berdiri atas dua kakinya membakar roti untuk suaminya hingga muka dan tangannya kepanasan oleh api,maka diharamkan muka dan tangannya dari bakaran api neraka.

40. Thabit Al Banani berkata: Seorang wanita dari Bani Israel yang buta sebelah matanya sangat baik khidmatnya kepada suaminya. Apabila ia menghidangkan makanan dihadapan suaminya, dipegangnya pelita sehingga suaminya selesai makan. Pada suatu malam pelitanya kehabisan sumbu, maka diambilnya rambutnya dijadikan sumbu pelita. Pada keesokkannya matanya yang buta telah celik. Allah kurniakan keramat (kemuliaan pada perempuan itu karena memuliakan dan menghormati suaminya).

41. Pada suatu ketika di Madinah, Rasulullah SAW. keluar mengiringi jenazah. Baginda dapati beberapa orang wanita dalam majlis itu. Baginda lalu bertanya,
"Adakah kamu menyembahyangkan mayat ?"
Jawab mereka,"Tidak".
Sabda Baginda: "Sebaiknya kamu sekalian tidak perlu ziarah dan tidak ada pahala bagi kamu. Tetapi tinggallah di rumah dan berkhidmatlah kepada suami niscaya pahalanya sama dengan ibadat-ibadat orang lelaki.

42. Wanita yang memerah susu binatang dengan "Bismillah" akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.

43. Wanita yang menguli tepung gandum dengan "Bismillah" , Allah akan berkahkan rezekinya.

44. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di Baitullah.

45. "Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang mengeluarkan peluh ketika membuat roti, Allah akan mejadikan 7 parit diantara dirinya dengan api neraka, jarak diantara parit itu ialah sejauh langit dan bumi."

46. "Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang, Allah akan mencatatkan untuknya perbuatan baik sebanyak utus benang yang dibuat dan memadamkan seratus perbuatan jahat."

47. "Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang menganyam akan benang dibuatnya, Allah telah menentukan satu tempat khas untuknya di atas tahta di hari akhirat."

48. "Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang dan kemudian dibuat pakaian untuk anak-anaknya maka Allah akan mencatatkan baginya ganjaran sama seperti orang yang memberi makan kepada 1000 orang lapar dan memberi pakaian kepada 1000 orang yang tidak berpakaian."

49. "Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang meminyakkan rambut anaknya,menyikatnya, mencuci pakaian mereka dan mencuci akan diri anaknya itu, Allah akan mencatatkan untuknya pekerjaan baik sebanyak helai rambut mereka dan memadamkan sebanyak itu pula pekerjaan jahat dan menjadikan
dirinya kelihatan berseri di mata orang-orang yang memerhatikannya."

50. Sabda Nabi SAW: "Ya Fatimah barang mana wanita meminyakkan rambut dan janggut suaminya, memotong kumis (misai) dan mengerat kukunya, Allah akan memberi minum akan dia dari sungai-sungai serta diringankan Allah baginya sakaratul maut dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman- taman syurga dan dicatatkan Allah baginya kelepasan dari api neraka dan selamatlah ia
melintas Titian Shirat."

51. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.

52. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumahtangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal dari suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat dari yakut.

53. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat,tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya yaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.

54. Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (isteri) yang solehah.

55. Salah satu tanda keberkatan wanita itu ialah cepat perkahwinannya,cepat pula kehamilannya dan ringan pula maharnya (mas kahwin).

56. Sebaik-baik wanita ialah wanita (isteri) yang apabila engkau memandang kepadanya ia menggirangkan engkau, jika engkau memerintah ditaatinya perintah engkau (taat) dan jika engkau berpergian dijaga harta engkau dan dirinya.

57. Dunia yang paling aku sukai ialah wanita solehah.

58. Rasulullah SAW bersabda bahwa, "Allah telah memberikan sifat iri (pencemburu) untuk wanita dan jihad untuk lelaki. Jika seorang wanita melatih kesabarannya dengan iman dengan mengharapkan pahala dari sesuatu perkara yang menyebabkannya menjadi cemburu (iri hati), seperti misalnya
suaminya menikahi istri kedua, maka ia akan menerima ganjaran seorang syahid".
Point-point dari halaman ini terdapat di dalam kitab Kanzul 'Ummal, Misykah, Riadlush Shalihin, Uqudilijjain, Bhahishti Zewar, Al-Hijab, dan lain-lain,

Disalin dari @Muslimah Indonesia , semoga bermanfaat untuk kita semua, terutama kaum muslimah. :))

Jangan Minta Saya untuk Bercerita..

Malam, angin, hujan, listrik mati, dan sunyi. Demikianlah yang saya rasakan tadi malam. Sendirian di kamar, tak ada teman. Tiba-tiba handphone saya berdering, D memanggil. D adalah singkatan dari nama tunangan dari salah seorang teman saya. Lebih tepatnya, dia adalah 'adik' saya, bukan sekadar teman. Saya angkat telepon dari D:

"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, apa kabar kakak?" tanya D dari ujung telpon.
"Alhamdulillah sehat, D bagaimana?"
"Kakak lagi sakit?"
"Tidak, kakak baik-baik saja"
"Kakak lagi ada masalah?"
"Tidak, emang kenapa?"
"Suara kakak sepertinya kakak lagi sakit, atau kakak memang lagi ada masalah ya, sepertinya kakak lagi menyimpan masalah." D mencoba menebak.
"Ah, D sok tau, kakak baik-baik saja, tak ada masalah kok, ada cerita apa D?"

Lagi-lagi D tak percaya, dia terus mempertanyakan keadaanku. D mengatakan suaraku lemas sekali, seperti sedang sakit atau memang sedang malas terima telpon. Anggapan D tak salah, memang benar, saya lagi banyak masalah, dan kondisi tubuh saya sedikit kurang sehat.

Ternyata D mampu mengetahui kedaan saya. Saya tak mengakui demikian. Saya coba mengalihkan perhatian D. Saya tanya kian-kemari. Bagaimana hubungan dia dengan 'adik' saya, dan bagaimana pekerjaannya. D adalah seorang angkatan TNI yang sedang menjalani tugas di Bogor. Percakapan kami cukup lama. Lebih dari 60 menit. Untuk mengalihkan perhatian D, saya terus mengelabui D dengan serbuan pertanyaan mengenai D, tunangannya, keluarganya, pekerjaannya dan banyak hal lainnya.

D pun, tidak menyerah, setiap jeda percakapan kami dia masih saja bertanya hal yang sama.
"Kakak, kalau ada masalah, berbagilah dengan D. Kata orang, tak baik menyimpan masalah sendiri. Apabila kita berbagi cerita dengan orang lain, mudah-mudahan masalahnya berurang, ayolah kak, ceritalah dengan D," demikian D membujuk saya untuk bercerita.

"Tak ada yang mau kakak ceritakan D, terimakasih sudah menelpon kakak dan terimakasih atas perhatiannya," timpalku. "Soal masalah, selama kita masih hidup pasti ada masalah," aku menjawab lagi dan berharap D tak lagi mendesakku untuk bercerita.

Mendengar jawabanku, D tak lagi memintaku untuk bercerita.

***
Penggalan percakapan di atas, salah satu contoh dari beberapa teman saya yang juga demikian. Saya berterimakasih begitu banyak yang perhatian kepada saya. Tapi, maaf, saya bukanlah tipe pencerita atau suka mencurahkan perasaan saya kepada orang lain. Mungkin curhat, demikian banyak orang menyebutnya. Kenapa saya tak suka bercerita banyak kepada orang lain, atau kepada seseorang yang begitu dekat dengan saya? Karena menurut saya, lebih baik saya menuliskan apa yang saya rasakan, sepuasnya, sesuka saya. Menurut saya, menceritakan masalah kepada orang lain, sama halnya dengan membebani mereka untuk turut merasakan apa yang kita rasakan. Saya juga tak suka dibelaskasihani oleh orang lain. Cukup saya yang merasakan, cukup saya yang menyelesaikan. Pun, tak semua masalah mampu saya cerna, namun perlahan masalah itu akan menguap sendiri. Sedikit demi sedikit dia akan habis. Hanya persoalan waktu, waktu yang menentukannya.


Adapun saya ingin berbagi dengan orang lain, cukuplah yang bahagia-bahagianya saja. Saya berharap, apabila saya memberi kabar baik orang yang mendengar kabar tersebut turut bahagia.

Mungkin itu salah satu alasan, seorang teman saya menyebutkan bahwa saya tak pernah mau menceritakan apa masalah saya, walaupun ada saya bercerita itu pun ketika masalah telah usai. Dan tak ada gunanya dia mendengar.

Nah, itulah saya, tertutup dan sering bergejolak dengan batin sendiri dan menumpahkannya melalui tulisan yang entah berantah ini.
Adapun saya bercerita, itupun kepada satu atau dua orang saja. Itupun mereka tak akan pernah mendapatkan cerita utuh, sepenggal, dua penggal saja. Namun dibalik sifat tertutup itu, saya tak pernah merasa terganggu siapapun yang mau mencurahkan perasaannya kepada saya. Baik suka pun duka. Jadi, kalau ada yang mau bercerita. Please, Welcome.. Saya akan berusaha menjadi pendengar yang baik, kalau-kalau saya bisa memberi sedikit solusi atau lebih.

--Setiap kita akan butuh tempat untuk menumpahkan rahasia.. tanpa ada yang mendengarnya-- []

rukan panggung, 17th March 4:28 AM

Kadang, Sendiri itu Indah

Aku bingung dengan orang di sekitarku
Apakah hidup ini memang enaknya sendiri????
Untuk kali ini aku berfikir seperti itu
Semakin banyak berinteraksi dengan orang lain
Semakin banyak saja salahnya
Egois mungkin..
Maaf, untuk yang tersakiti
Tapi, aku jauh lebih sakit menerima ini
Aku, kau, dia, dan kita akan selalu ada di hati
Hanya butuh waktu saja untuk memperbaiki semua
Kadang aku merasa kosong…
Kadang itu menyenangkan untukku
Tapi yakinlah semua, suatu ketika kita akan merasakan manisnya hidup ini
Walaupun kita mesti sendiri-sendiri dulu

*)bukanlah syair, bukan juga puisi ataupun sajak 
7th January 2009

Let's Start to Merantoa (Merantau)

Hari ini Alhamdulillah aku terima gaji. Gaji yang mungkin menurut Sarjana lain bukanlah sebanding dengan background pendidikanku. Tapi aku tak masalah, inilah pilihan. Ketika aku memilih aku sudah siap terima konsekuensi apa pun yang aku terima. Alhamdulillah, dengan gaji apa adanya aku tak lagi menggantungkan kebutuhanku pada kedua orang tuaku. Alhamdulillah, aku menyisakan sedikit gajiku untuk orangtuaku atau pun membantu biaya pendidikan adikku. Alhamdulillah, aku sisakan gajiku cukup untuk kebutuhan bulananku saja, sisanya kukirim pulang. Ini adalah kiriman ke-empat sepanjang episode merantauku. Aalhamdulillah aku merasa pendapatanku jauh mencukupi kebutuhanku. Alhamdulillahirabbil'alamin.

Seorang teman sesama bekerjaku bilang, tak usah kirim dulu pulang, penuhi kebutuhan kamu dulu, aku hanya merespon dengan senyum palsu. Aku membatin, kenapa aku mesti jauh-jauh mencari uang ke negeri orang kalau aku tak mengabdikan jerih payahku untuk keluargaku. Dari awal, kebulatan tekadku merantau hanya untuk mencari uang, mencari uang bukan untuk kesenanganku, melainkan untuk keluargaku. Aku hanya ingin mengabdi kepada kedua orang tuaku.Tak ada yang dapat aku perbuat untuk membalas jasa orangtuaku melainkan dengan cara ini.

Aku lepaskan keinginanku untuk menjadi jurnalis. Jurnalis menurutku adalah profesi yang begitu mulia. Kenapa tidak, melalui Jurnalis masyarakat mampu menyerap informasi. Jurnalis itu ibarat ilmu berjalan. Awalnya aku sudah memulai bekerja di salah satu biro lembaga kantor berita nasional di provinsiku. Meski baru berstatus calon pewarta, aku senang. Senang menjalani rutinitas. Tapi ada daya, aku merasa apa guna aku menjalani pekerjaan yang aku senangi sementara aku belum bisa berbuat apa-apa untuk orangtuaku. Kian kemari liputan, wawancara sana-sini, cukup menguras energi dan materi. Keuanganku mulai menipis. Selama bekerja aku mengandalkan uang beasiswa skripsiku. Alhamdulillah, judul skripsiku lolos untuk menerima beasiswa. I-MHere namanya. Uang sebesar lima juta aku kantongi, sejumlah sekian terlalu banyak untuk kebutuhanku selama menulis skripsi. Hingga gelar Sarjana Pendidikan mengekor di belakang namaku, uang itu masih banyak tersisa. Namun, lama-kelamaan uang itu mulai habis. Mau minta kepada orangtua, gengsiku terlalu tinggi. Cukup aku menggantungkan kebutuhanku kepada mereka selama di bangku kuliah saja. Sekarang saatnya aku mandiri.

Baru seminggu aku menikmati pekerjaan sebagai calon pewarta, tiba-tiba ada tawaran yang menggiurkan dari sebuah organisasi/LSM yang cukup menarik perhatianku. Di sana para Jurnalis Independen, jurnalis yang mengikuti kode etik jurnalistik. Tapi, aku bukan ditawari untuk menjadi jurnalis, melainkan untuk menjadi staf. gaji per bulan mereka tawarkan, aku 'nggak neko-neko'. langsung aku terima tawaran itu, aku pun bersiap untuk terbang ke Semarang untuk mengikuti pelatihan Keuangan. Yes, aku jalan-jalan lagi.

Aku memilih untuk resign dari pekerjaan pertamaku. Apa sebab? Apalagi kalau bukan uang. Aku mesti banting stir untuk memenuhi kebutuhanku dan ambisiku untuk membantu orangtua begitu menggebu-gebu. Aku korbankan kesenanganku atas pekerjaanku. Kenapa tidak, bekerja menjadi seorang jurnalis salah satu impianku. Hanya seminggu aku lakoni, terlalu banyak manfaat dan pengalaman yang aku dapatkan. Berita-beritaku cukup mendapat pujian dari para redakturku. Hingga, ketika aku memilih resign, melalui seniorku yang juga bekerja di sana sempat mereka berniat untuk menempatkan aku di posisi redaktur. Tentu butuh proses. Terlepas benar atau tidak dari yang mereka bicarakan, sedikit aku bangga, ternyata pengalaman singkatku di sana tak sia-sia. Alhamdulillah pekerjaanku mereka hargai.

Lepas dari kesibukan sebagai calon pewarta, aku sibuk dengan beragam program di LSM tempat aku bekerja. Di posisi admin n finance staff di LSM tersebut. Selama bekerja disini, aku banyak bertemu orang-orang hebat. Tokoh-tokoh jurnalistik. Begitu mudah aku berinteraksi dengan mereka. Ya, aku menyenangi pekerjaan ini, aku berkumpul dengan orang-orang hebat. Orang-orang berkarakter. Diskusi dan banyak pelajaran aku dapatkan selama bekerja. Tapi, kembali ke masalah sebelumnya, aku masih saja belum bisa berbuat banyak untuk orang tua dan keluargaku. Bekerja di LSM yang menggantungkan kelangsungan lembaganya dari donatur, tak membuat aku bisa bertahan. Aku mulai putar arah, kemana aku akan berpindah. Cukup pekerjaan sebelumnya jadi pijakan untukku melangkah lebih jauh dan lebih baik, Insyaallah.

"Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelahlah-lelahlah, manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang"--Imam Syafii

Akhirnya aku memutuskan untuk merantau dan bekerja di sebuah perusahaan. Sekarang aku berada di sini. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang sewa atau jual alat berat. Nah, di sini cita-cita merantauku berawal. Sedari mau selesai kuliah aku sudah punya ancang-ancang untuk merantau. Melalui salah seorang teman di situs pertemanan dengan enteng aku meminta dicarikan pekerjaan. ternyata itu teman serius, dia selalu mengupdate info mengenai pekerjaan di daerahnya, Palangkaraya. Kalimantan, hm.. salah satu pulau yang ingin aku kunjungi. Setelah meeyakinkan diriku bahwa dia adalah seorang teman yang baik dan benar-benar berniat untuk membantu, akhirnya aku pulang kampung, membulatkan tekad untuk menjemput izin dari kedua orangtuaku. Tapi semua di luar rencana, kedua orangtuaku menolak mentah-mentah inginku. Mengapa terlalu jauh merantau nak, di negeri kita pun kamu bisa mendapat pekerjaan. Aku pun jawab, terlalu lama dan butuh waktu untuk mendapatkan pekerjaan di sini Mak, Ma. Aku ingin segera bekerja. Ingin membantu biaya pendidikan adik-adik. Aku punya 3 adik perempuan. Aku ingin mereka semua sekolah yang tinggi. Aku tak mau mereka menjadi perempuan yang miskin ilmu. Karena aku yakin tingkat pendidikan seseorang mampu merubah cara berfikir mereka. Bukannya aku menyangsikan kemampuan orangtuaku untuk memenuhi kebutuhan pendidikan adik-adikku, tapi aku tak ingin orangtuaku terus banting tulang bahkan membuat hutang untuk memenuhi kebutuhan adik-adikku.

==Masih kental di ingatanku percakapan antara aku dengan emakku. Kira-kita setengah tahun jelang wisudaku, emakku berkeluh. Segeralah selesaikan kuliahmu, nak. Emak sudah tidak sanggup lagi menguliahkanmu, emak sudah berhutang ke orang lain. Selesai kuliah, segera kamu bekerja dan mudah-mudahan kamu bisa membayar utang emak. Ucap emakku, lirih. Sewaktu itu, aku tengah makan siang, berdua saja dengan emak. Mendengar keluhan emak, aku tercekat, kerongkonganku menyempit, nasi beserta lauk yang awalnya begitu enak terasa tiba-tiba enggan melalui tenggorokanku. Air mata menggenang di sudut bola mataku. Kupalingkan wajahku. Setelahnya, aku hanya menjawab, iya mak. Singkat saja. Segera kusudahi makan enak itu. Sudahlah, itu cukup menjadi penyemangatku untuk segera menyelesaikan kuliahku waktu itu. Selama empat tahun, Alhamdulillah cukup untukku menimba ilmu di perguruan tinggi yang kucinta itu.==

Kembali ke keinginan merantauku. Mendengar alasanku demikian, orangtuaku tenggelam dalam keheningan. Mereka sejenak terdiam. Air mataku pun tak terbendung lagi. Izinkahlah aku Mak, Pa, untuk pergi merantau untuk meraih impianku. Impian yang tak lain tak bukan adalah berbakti kepada kalian, orangtuaku. Bulir Bening kembali tumpah dari mataku. Ternyata, air mataku tak mampu meluluhkan pendirian kedua orangtuaku.

Ayahku pun buka suara. Tak ada cerita merantau jauh-jauh nak. Kalau kamu hendak merantau, jangan terlalu jauh. Cukup di dua pulau saja, Sumatera dan Jawa. Kalau memang begitu teguhnya keinginanmu untuk merantau. Kami bukan karena apa-apa. coba pikirkan, apa kata orang nanti, anak gadis dilepas begitu saja ke negeri orang yang sejauh itu, tanpa ada sanak keluarga di sana. Selain itu, andai kata nanti kamu sakit, atau kami di rumah yang sakit, bagaimana kita hendak bersua. Negeri itu terlalu jauh nak.

Mendengar alasan mereka aku pun tak mampu lagi meminta. Aku terdiam, dengan air mata yang masih juga belum terbendung. Setelah pembicaraan itu, aku meninggalkan orang tuaku. Pergi untuk tidur, namun mata ini tak kunjung terpejam. Aku ingat akan kebaikan hati seorang teman nun jauh di sana. Dia begitu berbaik hati mencarikan pekerjaan untukku. Dia sudah menyiapkan pekerjaan untukku, bekerja di sebuah media tapi aku bukan ditempatkan sebagai jurnalis melainkan sebagai staff. Temanku itupun punya alasan kenapa aku tidak ditempatkan di posisi jurnalis, karena katanya dia tahu aku perempuan, cukup beresiko kalau turun ke lapangan untuk mencari berita. Baiknya dia. Tapi, pikiranku ini terlalu positif. Orang-orang disekitarku mengkhawatirkan kebaikan dia.

Mereka beralasan, tak usah percaya kepada dia. Siapa yang tahu maksudnya nanti seperti apa. Nanti malahan aku terjebak oleh rayuannya. Banyak yang berprasangka demikian. Tapi tidak dengan prasangkaku. Aku sudah mempelajarinya, melalui profilnya di halaman pertemanan itu, dan selama percakapanku dengan dia, tak ada yang melenceng menurutku. Bahkan, hingga soal tempat tinggalku di sanapun dia pikirkan. Menurut dia, nanti aku di sana tinggal di rumah sewa yang lingkungannya aman. Karena, aku perempuan, alasan dia lagi. Baiknya dia.

Sejak penolakan permintaanku terhadap kedua orangtuaku untuk merantau, aku mesti berfikir lebih jauh. Apa yang mesti aku perbuat. Apa yang harus aku lakukan. Aku berusaha untuk tidak membenci orangtuaku, karena aku tau mereka masih cukup trauma dengan pengalaman kakak sulungku yang meninggal di negeri rantau. Kejadian ini terlalu memukul perasaan keluarga kami, termasuk kakak perempuan keduaku, yang memilih bungkam semenjak aku punya ancang-ancang untuk merantau ke negeri Kalimantan. Dia tak pernah mau membahas, dan tak mau tau dengan rencanaku itu. Dibalik diamnya itu, aku mulai mengerti, mereka semua sungguh menyayangiku, sungguh mengkhawatirkanku.

Temanku nun jauh di sana pun menelponku. dari ujung telpon dia bertanya, bagaimana, jadi ke sini? tanya dia. Aku terdiam. Kenapa, tidak dapat izin? Aku mengiyakan. Aku tak mampu meyakinkan orangtuaku, Aku tak mengantongi izin dari mereka. Temanku pun diam. Lalu dia bertanya lagi. Bagaimana caranya agar orangtuamu beri izin? Aku menyerah, jawabku. Cobalah sekali lagi kamu bicara kepada orangtuamu, kalau mereka tidak izin jua, bagaimana kalau aku ngomong langsung dengan orangtuamu, mudah-mudahan mereka mengerti. Aku tersenyum, senyum yang tentunya tak dia lihat. Baiklah, nanti aku coba lagi. Namun usahaku tetap saja sia-sia, orangtuaku semakin keras untuk melarang keinginanku. Aku tak patah arang, aku telpon kakak laki-laki yang satu-satunya aku miliki. Aku minta izin untuk pergi merantau, aku pinjam uangnya untuk berangkat dan sedikit simpanan untuk biaya awalku di sana. Kakak laki-lakiku dari ujung telepon memberi izin, mungkin dia cukup mengerti dengan alasanku dan sedikit mempercayaiku. Tapi, izin saja tidak cukup, kakakku tak punya uang untuk dipinjami kepada aku. Dia mengatakan, bahwa dia hidup pas-pasan dengan gaji seadanya, jadi tak ada yang bisa dia usahakan.

Aku sudahi pembicaraan via telpon itu, akupun kembali termangu. Ya sudah, berarti memang belum takdirku untuk merantau, belum jalanku untuk menunjukkan kepada orangtuaku bahwa aku benar-benar ingin mengadu nasib di negeri orang. Kembali, temanku nun jauh di sana menelpon. dia menanyakan apakah aku sudah diberi izin. Aku menjawab tidak akan ada izin dari orangtuaku. Ya sudah, tak usah pikirkan lagi, kataku kepadanya. Temanku pun membalas dengan mengatakan kalau begitu, apabila kamu sudah dapat izin, jangan lupa kabari aku, akan aku bantu. Ridho Allah juga ridho orangtua, katanya menasihatiku. Semoga kamu sukses dan segera dapat pekerjaan katanya kepadaku lagi.

Begitu baik kamu teman, terbanglah terus Sang Elang Hitam. Sukses selalu untukmu. :)

rukan panggung, 07 March 2011, 4.22 PM

AkuRinduIbu

Tengah malam ini, ketika aku disibukkan dengan mengutak-atik berita yang telah ditulis teman-teman, seketika lantunan lagu Potret_Bunda terdengar dari winamp komputerku.. Aku tersentak, tiba-tiba teringat wajah seorang ibu yang lesu, tak pernah lelah berjuang demi anak-anaknya. Pergi shubuh dan pulang ketika maghrib menjelang. Tiba di rumah, tak sempat menghilangkan penat sejenak, ibu itu pun sibuk mempersiapkan makanan untuk anak-anaknya yang telah ditinggal seharian di rumah. Hingga kini, ia masih saja tetap seperti itu.

Ibu, tak dapat ku balas jasamu ibu. Kau segalanya untukku. Maafkan anakmu yang sempat melupakanmu ketika aku sibuk dengan aktivitasku. Terima kasih ibu, setiap doa yang telah kau kirimkan untukku. Hanya dari mu ibu, kudapatkan kasih abadi itu.

Tiada balasan yang pantas untukmu, kecuali kupintakan dari sisiNya
Duhai yang Maha Pengasih Penyayang, dengan segala kesempurnaan dan kekayaan yang Engkau miliki, sayangi kedua orangtua kami seperti mereka menyayangiku sejak kecil..

Satu Rindu


By: opick feat amanda

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu Oh ibu

Alloh izinkanlah aku
Bahagiakan dia
Meski dia telah jauh
Biarkanlah aku
Berarti untuk dirinya
oh ibu oh ibu kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu

Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
Terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau ibu oh ibu kau ibu
oh ibu oh ibu

Hujan teringatkan aku
Tentang satu rindu
Dimasa yang lalu
Saat mimpi masih indah bersamamu
Kau ibu kau ibu kau ibu--

*))December 21, 2008

Menggugat Sejarah Versi Militer




Judul Buku : Ketika Sejarah Berseragam (Edisi Terjemahan):
Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia
Penulis : Katharine E. Mc Gregor
Penerbit : Syarikat
Cetakan : I, Mei 2008
Tebal : xxvii + 459 halaman
Harga : Rp 55.000,-

Sejarah merupakan elemen penting dalam sebuah negara. Bahkan, telah dikatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Mengapa sejarah itu penting dan mengapa kita harus peduli pada sejarah? Ini dikarekanakan keyakinan bahwa manusia berbeda dengan binatang yang hanya mampu berpikir tentang masa kini mereka. Perbedaan manusia dengan binatang adalah kemampuannya melakukan refleksi-masa lalu, masa kini dan masa depan-dalam kehidupan mereka. Tapi, apa jadinya ketika sejarah itu direkayasa demi kepentingan sang penguasa waktu itu?
Di Indonesia, rezim penguasa Orde Baru—dengan doktrin sejarah demi masa kini yang diplintir untuk kepentingan kekuasaan sesaaat—turut menyumbang kedangkalan terhadap pemahaman sejarah bangsa kita. Hal ini telah dibuktikan oleh Katharine E. Mc. Gregor dalam bukunya ini. Walaupun penelitian tentang tentang kiprah militer di Indonesia bukan hal baru, karya ini memberikan perspektif baru tentang tafsir terhadap sejarah utuk kepentingannya.

Pasca orde baru banyak kajian yang menyoroti keterlibatan kaum militer dalam berbagai ranah kehidupan kenegaraan bangsa ini. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari menguatnya peran militer pasca 1965 yang bermetamorfosa menjadi kekuatan yang menggurita dalam setiap sektor kehidupan, sehingga ada yang mengatakan bahwa pada masa orde baru militer Indonesia tak ubahnya seperti sebuah Negara dalam Negara.
Banyak bukti yang disampaikan Katharine E. Mc Gregor dalam karyanya yang berasal dari hasil disertasinya di sebuah universitas di Australia. Buku ini menceritakan tentang bagaimana sejarah di Indonesia dibangun, sebagai representasi sebuah usaha mempertahankan kekuasaan_orde baru. Buku yang terlebih dahulu terbit menggunakan bahasa Inggris tahun 2007 dengan judul History in Uniform: Military Ideologi and the construction of indonesia’s past ini, juga menyuguhkan bagaimana dampak dari usaha militer Indonesia tersebut.

Satu hal yang juga mengejutkan dalam buku ini adalah uraian Penulis tentang seorang tokoh di balik propaganda ini, yaitu Nugroho Notosusanto. Ia lahir di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 15 Juli 1930. Ayah Nogroho bernama R.P. Notosusanto yang mempunyai kedudukan terhormat, yaitu seorang ahli hukum Islam, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, dan seorang pendiri UGM. Sebagai seorang sejarahwan, Nugroho dimanfaatkan oleh ABRI maupun Orde Baru untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut. Pada 1964 ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak Front Nasional yang dikenal sebagai kelompok kiri pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak komunis melawan pemerintah.

Ditulis Katharine, didirikannya Pusat Sejarah ABRI pada tahun 1964 ternyata sangat bermanfaat bagi militer, karena setahun kemudian usaha kudeta terjadi. Nugroho Notosuanto sebagai Kepala Pusat merupakan penulis utama terbitan pertama versi kisah usaha kudeta. 40 Hari Kegagalan ”G-30-S” 1 Oktober-10 November penting karena buku ini mengkonsolidasi propaganda Angkatan Darat mengenai kudeta dan menyajikan laporan yang kronologis mengenai keterlibatan PKI. Buku ini juga menjadi dasar versi resmi Orde Baru tentang kisah usaha kudeta untuk tiga puluh tahun selanjutnya.
Gambaran tentang usaha kudeta sangat penting bagi legitimasi rezim dan bagi pelarangan terhadap PKI dan untuk membenarkan penghancuran partai ini. Untuk tujuan-tujuan inilah militer meneruskan membela dan mengulang-ulang narasi ini dalam bentuk tertulis dan visual sepanjang rezim berkuasa. Usaha mempertahankan legitimasi ini untuk dunia luar dilakukan melalui terbitan versi kisah usaha kudeta dalam bahasa inggris, ditulis oleh Nugroho Notosusanta dan Ismail Saleh dengan bantuan pemerintah Amerika Serikat, sebagai tanggapan terhadap munculnya Makalah Cornell (Cornell Paper). Cara versi kisah kudeta ini diperingati di lokasi Lubang Buaya juga menunjukkan betapa besarnya rezim ingin menanamkan versi mereka mengenai sejarah. Kenyataan bahwa antikomunisme dapat hidup lebih lama daripada orde baru juga menandakan bahwa proyek militer berhasil.

Akan tetapi, banyak orang Indonesia mempertanyakan versi sejarah masa lalu ini karena versi tersebut dipaksakan kepada mereka. Walaupun dalam era pasca-soeharto timbul pertanyaan mengenai kebenaran versi resmi kisah usaha kudeta, sejumlah orang tetap setia kepada versi resmi ini, maupun kepada anti-komunisme karena mereka sudah menetapkan berbagai makna masing-masing tentang masa lalu ini. Bagi mantan tapol dan mereka yang kehilangan anggota keluarganya dalam pembunuan massal, hal ini sangat merugikan dan mendorong mereka menjadi orang paria.

Gambaran mengenai usaha kudeta menceritakan jauh lebih banyak tentang rezim orde baru daripada mengenai kudeta itu sendiri. Versi resmi tentang kisah usaha kudeta digunakan untuk menetapkan nilai-nilai inti, termasuk komitmen kepada agama dan moralitas. Sumur yang dilestarikan di Lubang Buaya ingin mengingatkan orang Indonesia akan martir Angkatan Darat yang dikatakan tewas secara mengerikan di tangan kaum komunis, dan cungkup di atas sumur ingin mengingatkan akan bimbingan Allah dalam penemuan kembali jenazah martir Angkatan Darat. Relief di bawah Monumen Pancasila Sakti menceritakan perjalan menuju krisis nasional di bawah pimpinan Soekarno dan pengaruh komunis yang tidak bermoral.

Tak hanya itu, masih banyak lagi sejarah versi militer yang diungkapkan Katharine dalam karyanya ini. Intinya, ciri dari historiografi nasional yang dibentuk selama masa Orde Baru Suharto adalah sentralitas negara yang diejawantahkan oleh militer. Sejarah nasional disamakan dengan sejarah militer dan produksi sejarah dikendalikan oleh negara dan militer.

Terlepas dari kecerdasan militer dalam membodohkan anak bangsa_yang mempelajari sejarah itu_ karena mengabdi kepada kekuasaan orde baru waktu itu, buku ini menarik untuk dibaca, terutama generasi muda. Selain itu, karya ini diharapkan juga mampu menghimbau pakar sejarah untuk menjelaskan masa lalu yang sebenarnya.

*) mencoba menimbang buku pinjaman dari salah seorang junior di kampus dan sudah diposting pada blog saya sebelumnya 23 dec 2008 silam