Catatan Akhir Tahun

Menulis kali ini seperti kewajiban. Merasa wajib karena ada yang rindu tulisanku. Menulis karena di akhir bulan. Menulis karena di penghujung tahun. Sudah lama tak menulis, tak tau sebab. Sibuk, tak terlalu. Kehabisan ide, tentu tidak. Tak perlu juga mengurai alasan. Menulis sajalah.

Moment akhir tahun tentu menjadi waktunya refleksi diri. Bercermin. Apa yang sudah-sudah. Apa yang belum. Adakah bermanfaat, adakah cita tercapai. Atau waktu setahun ini terbuang sia-sia.

Jika mengurai, terlalu banyak yang terlewatkan. Merasa rugi. Menjadi abai akan kebutuhan batin demi mengejar ambisi. Terlalu dipaksakan. Tak dipungkiri banyak sudah yang tercapai, di balik itu terlalu banyak yang dikorbankan, perasaan. Memang benar pencapaian dan pengorbanan ibarat dua sisi mata uang. Selalu ada. Berdampingan. Tak ada yang perlu disesali. Bersyukur sajalah.

Catatan penting untuk satu tahun ini. Belajar ikhlas jalani takdir. Berlapang hati jika ingin tak tercapai. Kesampingkan duniawi. Akhiratlah masa depan sesungguhnya yang harus diperjuangkan.

Saatnya beresolusi. Catat daftar keinginan. Urai target. Perbaiki diri. Usaha dan tawakkal.
Lahawlawala quwwata illabillah.

*Bismillah.. setengah agama akan kusempurnakan di tahun depan. Insyaallah

 

Selamat Ulang Tahun

-Dewi Lestari-

Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lengang kutentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?

Miliaran panah jarak kita

Tak jua tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara

Tahanlah, wahai Waktu

Ada "Selamat ulang tahun"
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantiku

Tengah malamnya lewat sudah

Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara

Jangan berjalan, Waktu

Ada "Selamat ulang tahun"
Yang harus tiba tepat waktunya
Semoga dia masih ada menantiku

Mundurlah, wahai Waktu

Ada "Selamat ulang tahun"
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang s'lalu membara
Untuk dia yang terjaga
Menantiku 



Enam November 2012

Enam November 2012,

Kita begitu berani memulai, kenapa begitu khawatir ketika ia harus berakhir? Satu alasan, rasa. Aku yakin rentetan pembelaan, cercaan dan penghakiman hanyalah luapan emosi yang tanpa teriring perasaan dan pemikiran jernih. Selama emosi tak kunjung reda, beribu sumpah serapah, caci-maki tak akan terbendung diluapkan.

Percayalah, sebentar lagi ia akan mereda. Ibarat api yang sebesar apa pun membakar, lama pun lambat ia akan redup. Dan padam. Saat seperti inilah penyesalan akan datang. Satu sama lain akan mengutuk diri sendiri. Mengapa ini harus terjadi. Mengapa saya harus seperti tadi. Mengapa kamu melakukannya

Aku siap. Siap menerima kenyataan setelah emosi kita sama-sama lenyap. Ada hikmah setelah ini. Pasti. Untuk saat ini apa yang telah kita mulai sudah selesai. Setelah ini ia akan bisa dimulai lagi dengan suasana yang baru bahkan ia akan benar-benar kita bungkus rapi dan tak akan pernah dibuka kembali.
Kamu pilih mana?

Serahkan pada waktu. Seperti yang kita percayai dari dulu, waktu itu mampu melakukan segala hal. Ia bisa merubah keadaan, ia bisa membuat baik dan buruk. Dan waktu mengantar kita kepada tujuan.
Masihkah tujuan kita sama?






Salam Semangat

Tak dipungkiri suntikan semangat itu sangat perlu. Ibarat perangkat elektronik yang butuh recharge untuk bisa meneruskan tugasnya kembali. Begitu jugalah kita, manusia. Manusia yang bukanlah robot. Bisa beroperasi kapanpun, semau operator yang mengendalikannya.

Banyak hal yang membuat semangat kita drop. Kembali dianalogikan ke perangkat elektronik tadi, mereka bisa drop karena kehabisan energi setelah beroperasi untuk sekian waktu yang dibatasi sesuai daya tahan mereka. Untuk urusan ini adalah hal gampang. Si operator tinggal merecharge kembali sampai itu perangkat full energi kembali.

Nah, bagaimana dengan manusia? Karena manusia makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna. Untuk urusan ini pun dia sedikit rumit. Permasalahan ini tak bisa diatasi dengan satu cara, layaknya perangkat teknologi yang masalahnya bisa diselesaikan dengan recharge saja.

Banyak macam tipe manusia, banyak kehendak, banyak persoalan, tentu banyak solusi pula untuk mengatasinya. Untuk membuat mereka kembali bersemangat ada berbagai opsi. Diantaranya; travelling, shopping, nonton bioskop, baca, menulis, bahkan memasak. Itu baru seberapa saja yang tersebutkan. Masih banyak cara lain sesuai kesenangan masing-masing. Beruntungnya kita bukan? Hayoo.. pilih mana? Lakukan saja.

Tapi ingat, mendekatkan diri kepada sang Khalik jauh lebih mengobati. Don't forget it.

Salam semangat :)

link gambar di sini


*ingin menuliskan ini ketika merasa berada pada posisi paling terbawah seolah tak akan bangkit lagi.

. (Titik)

Ku akan mulai menyentuhmu dengan media lain.
Ku akan mulai menatamu dengan dmensi lain.
Agar kau tak lagi jauh ditinggal.
Agar kau terlihat terawat.

Aku tak ingin lagi abai
Akan selalu ada kisah yang harus ditandai.
. (Titik)

ibu - kita

ibuku berusaha untuk tidak menolak apa saja kemauanku. agar aku tak kecewa tentunya
aku rasa ibumu juga begitu. tidak akan membiarkanmu berkecil hati atas apapun

kali ini, aku dan kamu sama-sama memiliki kehendak
ingin saling menghargai dan menyanggupi kemauan masing-masing
tapi apa yang terjadi?
tetap saja aku atau kamu melanggarnya
itikad baik untuk memperbaiki,
masih jauh
yang ada benturan pendapat
benturan kehendak
benturan prinsip
agak memaksakan

tapi percayalah
ini sekedar bumbu
menjadi aneka citarasa 
kita saja yang belum cukup mampu memaknainya
let it! enjoy! make it better

lalu kenapa aku menghubungkan 'ini' dengan ibuku ibumu?
alasan pasti aku juga tidak tahu
tentu diantaranya memiliki kesamaan, menurutku
butuh TULUS
ikhlas menabur
tak berharap balikan
selalu terjaga
selamanya

begitulah hendaknya,
kita



Torpidity

hidup, tak hidup
bersuara, tak terdengar
bicara, tak bersuara
merasa tanpa hati
#Zombie

alangkah malunya
untuk apa dipertahankan
takut berhenti
lebih baik
membuat nyaman
tanpa perasaan
#Munafik

biarkan saja
terus
lalui
sampai 'mati'
#Forced










Writing For

Writing for Fun

Wring for Happy

Writing for Love

#spirit to re-write

Banyak Jalan Satu Tujuan

Pada akhirnya skenario apa pun yang telah kita tuliskan tidak akan selalu berjalan semestinya.
Suatu ketika ia akan sama dengan yang telah kita rencanakan.
Suatu ketika ia akan berputar arah menjauhi rencana yang kita tetapkan.
Ini hanya persoalan penerimaan.
Apabila ia sesuai dengan rencana, terima dengan syukur.
Apabilai ia tak sama dengan rencana, terima juga dengan syukur.
Nah, syukur seperti apa?
Ketika pikiran ini mampu diduasisikan ia akan mampu mencerna dua syukur itu.
Ia juga akan bijak.
Mengiring kita ke tujuan yang terasa kian dekat.

Kali ini, sejauh ini perjalanan kita,
memang terasa di luar jalur.
Kadang kita tidak konsisten dengan skenario yang kita tuliskan.
Tak ada salahnya, bukan.
Karena semua berproses mengikuti alur masing-masing.

Mari berjalan.
Jalan yang tak sama.
Liku-liku.
Lurus.
Banyak jalan.
Satu tujuan.
Bahagia.





untuk ibu dan lelaki (ku)

-untuk ibuku-
-untuk lelakiku-

"Kita lahir ke dunia juga tanpa uang, nak. Jadi jangan terlalu memaksakan. Allah tak akan pernah sia-sia."












"Tidurlah, aku tidak setega itu."

#tuntutan

Tuhan, haruskah MENYERAH?
Bukannya terlalu angkuh untuk merasa BISA melakukan SEMUA ini
Tapi hanya mencoba berTANGGUNG JAWAB atas PILIHAN 

pilihan HIDUP
pilihan CINTA
pilihan PEKERJAAN

semuanya mengandung RESIKO
BESAR sekali

#tuntutan

Surat untuk Sahabat

sahabatku..
izinkan aku menuliskan surat ini untukmu, percakapan kita tadi sore aku merasa sungguh aku tidak diberi kesempatan untuk berbicara. mohon maaf, aku terlalu egois menilaimu.

jikalau saja kita tak berjarak, ingin sekali aku ada di hadapanmu untuk menjelaskan semuanya. tapi, di halaman ini aku juga merasa tidak bisa dan tidak perlu untuk menjelaskan apapun. aku hanya ingin kamu mengerti aku, makhluk Tuhan yang tak pernah lepas dari khilaf dan dosa.

sahabat,
jika kamu berpikir aku buruk, aku tak seburuk itu
jika kamu berpikir aku baik, aku juga tak sebaik itu
kepada siapapun di dunia ini, sungguh aku tidak berharap aku dianggap apa-apa
aku hanya memasrahkan kepada Tuhan untuk menilaiku

jika kamu mendengar apapun dari orang lain tentangku, jangan cepat membuat kesimpulan. sebaliknya, aku pun begitu. sesungguhnya banyak 'hal' yang aku dengar tentangmu, tapi aku berusaha untuk tidak akan menghakimimu. karena aku tau, kamu memang lebih dari aku. lebih tebal imanmu, lebih mantap agamamu. aku hanya berusaha yakin kamu tidak seburuk yang dipikirkan orang lain. untuk itu, mohon jangan kamu menghakimiku. aku tak seburuk itu. sungguh.

aku juga sangat menyesal telah berusaha jujur untuk memberi penilaian untukmu. pun itu atas permintaanmu. aku benar-benar bodoh, ternyata penilaianku hanya menjadi boomerang bagiku. tak seharusnya aku menilai kamu, tak seharusnya aku menyampaikan apa yang aku rasakan. karena itu semua hanya membuatmu sedih dan kecewa. tak ada kepantasan sedikitpun bagiku untuk menilaimu. hanya Tuhan semata-mata yang berhak untuk menilai umatNya.

sahabat, sudahlah. aku akan melupakan semuanya. aku tidak akan marah, tidak kecewa dan tetap akan menganggap kamu sebagai sahabatku. terimakasih kamu telah mengingatkanku, terimakasih kamu telah menyayangiku karena Allah. sebaliknya, aku juga menyayangimu karena Allah.

Anjani, bangkitlah..

Anjani, setelah sekian lama aku tak mengunjungimu, hari ini aku sengaja meluangkan waktuku untuk bertemu denganmu. Walaupun telah lama kita berpisah, kamu percaya tidak aku tau segala hal tentangmu. Apa saja yang kamu alami, apa saja yang kamu lakukan dan apa saja yang telah kamu lupakan.

Baiklah Anjani, sekarang dengarkan aku. Jangan kamu menyela sedikitpun. Dengarkan saja.

Aku benci kamu. Kamu lemah. Kamu tidak menghargai diri kamu sendiri. Bagaimana pula orang lain akan menghargai kamu. Kamu berlebihan. Segalanya kamu lebih-lebihkan. Kemana kamu yang dulu? Merasa cukup. Sederhana dalam segala hal. Selalu damai bersama keadaan. Seperti apapun sulitnya, kamu berusaha untuk membuat hidupmu nyaman. Sekarang kamu banyak menuntut. Menuntut orang disekitarmu untuk berubah. Mengikuti apa maumu. Sementara kamu sendiri tidak mau berubah. Apa mau kamu? Ada apa dengan kamu, Anjani? Kenapa begini?

Anjani,
Kalau kamu mencinta, jangan terlalu berlebihan. Kamu harus ingat, tak selamanya harapmu akan mendekap. Tak selamanya inginmu akan tercapai.

Kalau kamu dirundung sedih, jangan terlalu larut. Kamu harus ingat, air mata bukan alasan untuk memperbaiki keadaan. Air mata hanya melemahkan.

Kalau kamu merindu, tolong kau tahankan. Rindu adalah hal yang wajar. Setiap kali berjarak kamu pasti merindu. Yang berdekatan saja bisa saling rindu. Apalagi kamu. Kamu tau kan, kenapa kamu bisa menyimpan rindu seperti ini? Bukankah kamu sendiri yang memilih? Jadi apalagi yang harus kamu sesali? Terima saja. Simpan saja rindumu sampai waktu itu benar-benar berpihak kepadamu. Sabar, itu saja obatnya.

Kalau kamu kesepian, tak perlu kamu memberitahu siapapun. Rasakan saja. Nikmati saja. Bukankah kamu dulu punya banyak cara untuk mennghilangkan kesepianmu? Apa kamu tidak lagi suka membaca? Nonton bola, berita, apa saja. Menulis, menuliskan apa saja. Apa hobimu itu sudah menghilang, kemana dia? Janganlah kau merasa punya senjata karena kesendirianmu, kamu menjadi merasa kesepian. Jangan. Aku yakin, kamu bisa melewatinya. Bukan sekarang saja kamu kesepian bukan?

Anjani, aku tahu banyak sekali yang kamu rasakan. Semuanya hanya membuatmu semakin terpuruk. Memilih berlarut-larut dalam kesedihan. Apa guna, Anjani? Bangkitlah. Lebih bijak dalam menjalani hidup. Lebih dewasa dalam bersikap. Tidak ada yang akan lebih peduli kepadamu selain kamu sendiri. Tidak ada yang akan lebih memahami keinginanmu selain kamu sendiri. Jangan terlalu banyak berharap. Jangan menyusahkan orang lain. Cobalah untuk selalu membuat orang-orang disekitarmu senang berada di dekatmu. Bahagiakan lah orang-orang yang kamu sayangi dengan menunjukkan kebahagiaanmu sendiri. Terakhir, aku ingatkan kamu kembali, kamu tak pernah sendiri. Selalu ada Dia bersamamu. Dia sangat amatlah dekat denganmu. Tuhanmu.

Salam,

Madali