Lamaran (garis miring) Meminang

Akhir-akhir ini ada salah seorang saudara saya yang sering mengajak diskusi soal pernikahan dan lamaran. Kami saling menceritakan tradisi/adat pada daerah masing-masing. Namun, terlepas dari adat dan tradisi itu tentu kita sudah diwariskan tradisi atau ajaran tentang apa pun dalam kehidupan ini oleh Rasulullah SAW, termasuk pernikahan dan lamaran.

Untuk itu, izinkan saya untuk share tulisan di bawah ini. Saya hanya menyalin ulang salah satu Sub Bab dari Bab Nikah pada buku "Fiqih Wanita" karangan Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah. Sengaja saya tak memuat salinan tentang pernikahan, karena setiap kita menurut saya pasti akan melewati proses lamaran dulu baru menuju pernikahan.

Mudah-mudahan siapa pun yang membaca mendapatkan manfaatnya. Salinan ini agak panjang, butuh waktu luang untuk membaca dan memaknainya. Selamat membaca, semoga kita termasuk kepada umat yang selalu meneladanani Rasul kita, Muhammad SAW.

***

Lamaran (Meminang)

Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah disyari'atkan oleh Allah sebelum diadakannya akad nikah antara suami istri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak mengetahui pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Allah berfirman:
"Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan menikahi mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui kalian akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian mengadakan janji nikah dengan mereka secara lisan, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kalian ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian. Maka takutlah kepada-Nya." (Al-Baqarah: 235)

Sifat Calon Istri
wanita muslimah yang hendak dinikahi harus memiliki sifat penuh kasih sayang. Karena, kasih sayang antara suami dan istri menjadi penyangga bagi keberlangsungan hidup rumah tangga. Selain itu, juga mampu melahirkan keturunan. Karena, dengan adanya keturunan akan menopang terpenuhinya kepentingan peradaban dan kekayaan.

Kecintaan dan kasih sayang seorang wanita kepada suaminya merupakan bukti adanya karakter yang kuat dari sifat alamiah yang ada pada dirinyayang mana hal itu dapat menghindarkan dirinya dari berselingkuh atau mencari perhatian laki-laki lain.

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta yang lainnya, dari Jabir disebutkan; bahwa Nabi pernah bertanya kepadanya: "Wahay Jabir, dengan gadis atau janda kamu menikah? Dengan janda, jawab Jabir. Maka beliau pun berkata: Alangkah baiknya jika engkau menikah dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bisa bermain-main denganmu." (HR. Imam Al-Bukhari, Imam Muslim).

Dari Abdullah bin Amr, ia berkata; bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Sesungguhnya dunia ini keindahan dan tidak ada keindahan di dunia ini yang lebih baik daripada seorang wanita shalihah. "(HR. Ibnu Majah)
"Sesungguhnya seorang wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya. Untuk itu, nikahilah wanita yang taat beragama, niscaya kamu akan bahagia. "(HR. Muslim dan At-Tirmidzi)

Penulis kitab Ar-Raudhah mengatakan: "Disunnahkan wanita itu berasal dari lingkungan, kabilah dan karakter yang benar-benar shalihah. Karena sesungguhnya, manusia seperti ini adalah sebagaimana logam emas dan perak (yang sangat bernilai)." Sebab, adat, kebiasaan dan gaya hidup suatu kaum sangat berpengaruh pada seseorang dan menentukan kepribadiaannya. Diriwayatkan oleh Imam An-Nasa'i dengan sanad shahih, bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Sebaik-baik wanita adalah: yang jika engkau melihatnya, maka ia membahagiakanmu. Jika engkau memerintahnya, maka ia senantiasa menaatimu. Jika engkau memberikan sesuatu kepadanya, maka ia senantiasa berbuat baik kepadamu. Apabila kamu tidak berada di sisinya, ia selalu menjaga dirinya dan hartamu."

Rasulullah pernah mengirim beberapa wanita untuk mengetahui akan aib yang tersembunyi pada diri mereka. Lalu beliau berkata: "Ciumlah mulutnya, ciumllah kedua ketiaknya dan lihatlah kedua tumitnya." (HR. Imam Ahmad).

Memilih Suami
Seorang wanita Muslimah hendaknya memilih calon suami yang shalih dan berakhlak mulia, hingga dapat mempergaulinya dengan cara yang baik atau nanti apabila menceraikannya, maka hal itu akan ia lakukan dengan cara yang baik pula. Imam Ghazali berkata: "Berhati-hati terhadap hak-hak wanita sebagai istri adalah lebih penting. Karena, mereka (kaum wanita) merupakan makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dapat melakukan perceraian kapan saja ia kehendaki. Apabila wanita muslimah memilih calon suami zhalim, fasiq atau peminum minuman keras, maka berarti agamanya menjadi ternoda serta akan menjadi penyebab kemurkaan Allah, karena ia telah memutuskan tali siaturahmi dan salah pilih."

Seseorang bertanya kepada Hasan bin Ali: "Aku mempunyai anak gadis. Menurutmu, kepada siapa aku harus menikahkannya? Hasan menjawab: Nikahkanlah ia dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah. Jika laki-laki itu mencintainya, maka ia akan menghormatinya dan jika ia marah kepadanya, maka ia tidak akan menzhaliminya."

Melihat Wanita yang Hendak Dilamar
Dari Mughirah bin Syu'bah, ia berkata: "Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi berkata: Lihatlah ia. Karena, yang demikian itu akan melanggengkan kasih sayang antara kalian berdua." (HR. An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Sebagian ulama berpegang pada hadits ini dan mengatakan: "Diperbolehkan bagi seorang laki-laki melihat wanita yang hendak dilamarnya pda bagian yang tidak diharamkan." Demikian dikemukakan oleh Imam At-Tirmidzi. Ini juga menjadi pendapat dari Imam Ahmad dan Imam Ishaq.

Dari Aisyah, ia menceritakan; Rasulullah pernah berkata kepadaku: "Aku telah melihatmu dalam mimpiki dibawa oleh malaikat dengan ditutup oleh kain sutera. Lalu malaikat itu mengatakan kepadaku: Ini adalah istrimu. Maka aku pun membuka kain penutup yang menutupi wajah wanita itu. Tiba-tiba yang muncul adalah kamu (Aisyah). Selanjutnya engkau pun berkata: Apabila ini berasal dari sisi Allah, maka biarlah Allah meneruskannya." (HR. Imam Al-Bukhari)

Dari Sahal bin As'ad As-Sa'idi, ia menceritakan: Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah seraya berkata: "Wahai Rasulullah, aku datang untuk untuk memberikan diriku kepada engkau. Maka beliau pun melihatnya dengan menaikkan dan menepatkan pandangan kepadanya. Kemudian beliau menundukkan pandangannya. Ketika melihat bahwa beliau tidak memberikan keputusan, maka wanita itu pun terduduk. Selanjutnya salah seorang sahabatnya berdiri seraya berucap: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak tertarik kepadanya, maka nikahkanlah aku dengannya. Beliau bertanya: Apakah engkau mempunya sesuatu? Sahabat itu pun menjawab: Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak memiliki apa-apa. Selanjutnya beliau berkata kepadanya: Pergilah kepada keluargamu dan lihatlah, apakah mendapatkan sesuatu di sana? Sahabat itu pun pergi dan kembali seraya mengatakan: Demi Allah, aku tidak mendapatkan apa-apa di sana. Beliau pun masih memerintahkan kepadanya: Carilah, meskipun hanya sebuah cincin dari besi! Kemudian ia pun pergi dan kembali seraya berkata: Ya Rasulullah, demi Allah aku tidak mendapatkan apa-apa meskipun hanya sebentuk cincin dari besi. Akan tetapi, aku hanya mempunyai kain ini (Sahal: berkata: Sahabat itu mempunyai selendang) untu diberikan setengahnya kepada wanita itu. Beliau pun bertanya: Apa yang akan aku perbuat dengan kainmu itu? Karena, jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak akan mendapatkan apa-apa dan jika ia memakainya, maka kamu tidak akan mendapatkannya. Lalu ia duduk. Setelah beberapa saat, lalu ia berdiri dan Rasulullah melihatnya melangkahkan kaki untuk pergi. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk memanggilnya. Ketika ia datang, beliau bertanya: Surat apa yang engkau halaf dari Al-Qur'an? Ia pun menjawab: Aku hafal surat ini dan itu, lalu ia pun membacakannya. Beliau bertanya: Apakah engkau bisa membacakan surat itu di hadapan wanita yang hendak engkau lamar dengan hafalanmu itu? Ia pun menjawab: Bisa. Akhirnya beliau bersabda: Pergilah, karena sesungguhnya aku telah menjadikan wanita itu sebagai milikmu dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang ada padamu." (HR. Muttafaqun Alaih)

Dari Abu Hurarirah, ia berkata; ada seorang laki-laki mengatakan, bahwa ia hendak menikahi seorang wanita dari kaum Anshar. Lalu Rasulullah bertanya: Apakah engkau telah melihatnya? Ia menjawab: Belum. Selanjutnya beliau berkata, "Pergi dan lihatlah, karena sesungguhnya di mata oranhadap n An-Nasa'i).

Dari Jabir disebutkan (sebagai hadits marfu'), bahwa Rasulullah bersabda:
"Jika salah seorang di antara kalian meminang seorang perempuan; sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya." (HR. Abu Dawud dan Hakim)

Menurut jumhur ulama: "Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya." Akan tetapi, mereka tidak diperbolehkan melihat, kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya." Sedangkan Al-Auza'i mengatakan: "Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat." Adapun Ibnu Hazm mengatakan: "Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya."

Bersumber dari Imam Ahmad, terdapat tiga riwayat mengenai hal ini. Yang pertama, seperti yang diungkapkan oleh jumhur ulama. Kedua, melihat apa-apa yang biasa terlihat. Ketiga, melihatnya dalam keadaan tidak mengenakan tabir penutup (jilbab). Jumhur ulama juga berpendapat: "Diperbolehkan melihatnya, jika ia menghendaki, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu dari wanita yang hendak dilamar (secara sembunyi-sembunyi)." Adapun menurut Imam Malik, dari sebuah riwayat disebutkan, bahwa beliau mensyaratkan adanya izin dari wanita tersebut.

Dinukil oleh Ath-Thahawi dari suatu kaum, di mana disebutkan; bahwasanya tidak diperbolehkan melihat wanita yang hendak dilamar sebelum diadakannya akad nikah. Karena, pada saat itu wanita tersebut belum menjadi istrinya.

***


rukan panggung, 23th March '11--4:15 AM waktu si kompi

0 comments:

Posting Komentar