Cari-cari Relikui Pedang Nabi

--lokasi pameran--
Sejak Minggu (1/5) lalu hingga Senin (6/6) mendatang warga Palembang dan sekitarnya memiliki objek kunjungan untuk mengisi waktu libur mereka. Ada Pameran Internasional Pedang Nabi di Gedung Baitul Ulama Yayasan Masjid Agung Palembang. Lokasi gedung ini tak berada jauh dari Masjid tersebut, hanya dipisahkan oleh jalan raya di sisi kanan masjid. Pameran ini berlangsung dari pukul 09.00 s.d 21.00 setiap harinya. Tak ada salahnya kita, khususnya para orangtua untuk mengajak anak-anaknya ke pameran tersebut. Banyak hal bisa didapatkan dari pameran tersebut, juga memperkaya pengetahuan mereka tentang sejarah perjuangan nabi.


Pada Senin sore (16/5) lalu, saya bersama 'kakak' juga meluangkan waktu untuk mengunjungi pameran internasional yang telah berlangsung sejak 15 hari lalu. Ba'da Ashar kami keluar rumah menempuh perjalanan yang lumayan lancar karena hari itu bertepatan dengan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah. Berbekal informasi dari harian daerah di sini, kami dengan pasti memasuki pekarangan masjid Agung yang lumayan luas dan asri itu. Segera si 'kakak' memarkirkan kendaraan tepat di jalur pekarangan depan masjid. "Pamerannya dimana?" si 'kakak' bertanya. "Kita coba lihat ke dalam saja kak," saya jawab. Setelah mengitari setengah dari bagian masjid tak ada tanda-tanda keramaian di sana. Tak sengaja kami melihat ada dua perempuan yang tengah bercakap-cakap di dalam masjid dan memegang selembar foto. Saya melihat gambar pada foto tersebut dan membaca tulisan di dalamnya. Seseorang tengah berpose di depan salah satu pedang, di bawahnya tertulis pedang nabi. "Oh, kita tanya mereka aja kak, dia pasti pulang mengunjungi pameran," saya katakan lagi sama si 'kakak'.

"Mbak, pameran itu tempatnya dimana ya?" tanya si 'kakak' sambil mengarahkan telunjuknya ke selembar foto yang tengah dipegang perempuan tersebut. Dua perempuan itu tersenyum dan berbaik hati menjelaskan lokasi pameran kepada kami. Saya menangkap arahan dari perempuan itu, lokasinya di perpustakaan masjid. Nah, masalahnya lagi kami juga tidak tau dimana lokasi perpustakaan itu. Maklum, sama-sama kaum pendatang di kota pempek ini. Kemudian kami mengikuti arah telunjuk perempuan yang memberitahu kami tadi. Kami melewati pelataran masjid di sisi kanan dan celingak-celinguk kiri-kanan belum terlihat tanda-tanda keramaian. Daripada nyasar kian-kemari lebih baik bertanya. Malu bertanya sesat di jalan, bukan?

Kali ini target kami bertanya ada bapak-bapak yang tengah asyik melihat siswa SMA yang tengah berkonvoi mengelilingi bundaran air mancur dekat Masjid Agung dalam rangka merayakan kelulusan mereka. Ramai sekali. Bising juga, suara knalpot mereka menderu. Kali ini, masih si 'kakak' yang bertanya. "Pak, pameran pedang nabi itu dimana ya?" Dengan senang hati si bapak menerangkan arah tempat yang kami cari. "Lurus, depan itu belok kiri, nah... gedungnya sederet dengan gedung hijau itu pas di seberang jalan ini," si bapak menunjuk gedung hijau yang juga kelihatan oleh kami. Penjelasan si bapak lumayan membingungkan, lama sekali kami mengerti. Akhirnya setelah berulang-ulang si bapak itu menjelaskan, "Oh.." mulut kami membulat, pertanda mengerti.

Setelah berterimakasih kepada si bapak yang telah berbaik hati memberi petunjuk kepada kami--tentu saja si bapak juga terganggu karena ia tengah asyik memperhatikan konvoi anak SMA tadi-- kami langsung menuju tempat pameran. Berjalan kaki mengikuti trotoar dan menyeberang jalan raya yang lumayan padat oleh kendaraan. Akhirnya, kami menemukan gedung pameran.

Gedung bertingkat dua, lumayan ramai tapi tak terlalu. Memasuki pelataran depan gedung kami memperhatikan setiap penjuru. Tepat di sisi kiri depan gedung dibuat ruang khusus untuk pengunjung yang ingin berfoto. Langsung jadi, Rp.15 ribu/foto cetak berikutnya Rp.10 ribu/lembar. Hm.. lumayan juga, saya bicara dalam hati.

Tak berlama-lama kami segera menuju meja panitia, sebelum masuk kami mesti membayar Rp 15ribu per orang. Lima belas ribu untuk umum dan Sepuluh ribu untuk pelajar. Salah satu panitia tersenyum ramah kepada kami dan seketika itu pula ia bertanya, "Udah berapa bulan mbak?" matanya melirik ke arah perut si 'kakak'. "Baru masuk enam," jawab si 'kakak' singkat. Panitia pun mempersilahkan kami masuk dan memperingatkan kami agar tidak mengambil gambar dengan kamera atau alat perekam apa pun selama dalam ruang pameran.

Memasuki ruang pameran, saya memperhatikan setiap sudut ruangan. Beberapa petugas meminta kami untuk menunggu dulu karena ruang yang pertama harus kami masuki sedang berisi pengunjung sebelumnya. Ya, pertama kali setiap pengunjung disuguhkan pemutaran film terlebih dahulu. "Silahkan duduk dan mohon menunggu selama dua menit," ujar salah seorang panitia dengan ramah. Sembari menunggu, saya mengambil foto seadanya. Kalau masih di luar ruangan tak ada yang melarang saya mengambil foto. Foto yang saya ambil pun tak seberapa, karena tak ada banyak objek yang menarik.

--riwayat gedung--
Kalau dulu waktu di organisasi kampus, saya bisa dengan leluasa bertanya kepada panitia, bisa mengambil gambar dengan bebas. Itu karena saya utusan dari media kampus, alias jurnalis 'kurcaci' atau lebih kerennya wartawan kampus. Tapi sekarang, cukuplah saya sebagai pengunjung pameran yang ingin tahu saja. Karena tak tahu lebih jelas mengenai tempat pameran saya shoot salah satu dinding yang di sana ditempel keramik peresmian gedung tersebut. Terjawab sudah salah satu unsur 5W+1H saya, Where? Di dinding itu telah tertulis lengkap nama gedung, tanggal peresmian dan informasi lainnya.

Ternyata panitia tadi benar, kira-kira memang hanya dua menit kami menunggu. "Silahkan masuk," panitia mempersilahkan kami memasuki ruang yang berlabel 'ruang film'. Hanya ruang sederhana, berukuran kira-kira 3x5 meter, film diputar dengan media LCD yang gambarnya dipantulkan ke dinding bagian ruang tersebut. Di dalam ruang gelap itu, diputar film tentang perjuangan Salahudin Al Ayyubi di Turki. Sebentar saja, kira-kira 15 menit. Saya tak terlalu paham dengan film yang diputar, selain terlalu singkat ruang kurang kondusif sebagai tempat menonton. Lumayan berisik, ada yang terima telpon ada pula yang lalu-lalang selama film ditayangkan.

Setelah menonton film, panitia mengarahkan kami ke ruang pameran. Nah, ini yang saya nantikan. Saatnya memanjakan mata dengan menyaksikan jejak-jejak Nabi Muhammad SAW dan sahabat dalam bentuk relikui (peninggalan barang atau benda suci).
Petugas menjelaskan satu per satu benda yang terpajang. Hm.. tak terlalu memuaskan. Yang menjelaskan terkesan menghafal, terburu-buru, pengunjungpun kurang puas. Atau memang saya saja yang banyak maunya?

Selain itu, seluruh relikui yang dipajang pada pameran tersebut hanyalah replika. Bukan asli peninggalan nabi. "Ini semua dibuat dengan bahan yang sama dengan ukuran 1:1 alias ukuran persis sama dengan yang sebenarnya," jelas petugas. Kata petugas itu lagi, yang asli tidak bisa dibawa kemana-mana. Semuanya tersimpan di Paviliun Relikui Suci, sebuah ruangan terpisah dari Istana Topkapi, Turki. Ya.. kecewa lagi deh. Tapi tak apalah. Melihat relikui tersebut membuat saya lebih mudah mengenal sosok nabi dan para sahabatnya.

Seperti yang diinstruksikan di pintu masuk, pengunjung tak diizinkan mengambil gambar di pameran. Tak menghiraukan panitia, saya pun bertingkah. Mengambil gambar di dalam ruangan tersebut. Satu, gambar pedang nabi dari kejauhan berhasil saya abadikan. Kedua, jejak telapak kaki nabi. Nah, selesai mengambil gambar ini saya kepergok. Salah seorang petugas memaksa mengambil handphone si 'kakak' dari tangan saya. Beruntung si 'kakak' dengan sigap mengambil balik. "Sini, biar saya yang hapus," si 'kakak berkilah. Alhasil, petugas menyerah. Hua.... saya dengan wajah bersemu merah, tersipu malu. Malu bukan digoda tapi malu karena ditegur petugas. Hua... malu. Tapi, syukurlah gambarnya masih aman. Tadi, Si 'kakak' hanya berpura-pura saja menghapus. 

--replika telapak kaki Nabi--foto hasil curi2
Syukurlah, lagi pula apa salahnya mengambil gambar. Sudah jelas pelayanan pamerannya kurang memuaskan, mengambil gambar pun tak boleh. He... alasan, sebanding kok dengan harga tiket masuk yang dipungut. Kalau setiap pengunjung diizinkan mengambil gambar mana ada lagi yang mau datang ke pameran mereka. Kasihan juga, panitia sudah bersusah payah menjalin kerja sama dengan pemerintahan Turki untuk mendatangkan langsung benda-benda tersebut ke sini tapi tak ada yang mengunjungi. Hi..

 
Demikianlah cerita berbelit-belit saya seputar kunjungan pameran nabi. Hari beranjak sore. Mega merah menggantung di tiap sudut langit. Sangat memukau. Kami pun menghabiskan sore menunggu azan magrib dengan mencicip jajanan khas Palembang di pekarangan masjid. Aih, sore yang indah. Azan pun menggema ke seantero kota Palembang. Saya dan si 'kakak' beranjak mensucikan diri, bergegas memasuki masjid kebanggaan wong kito itu. Magrib berjamaah. Sudah lama tidak, sungguh mengobat rindu.

Semoga perjalanan ini bermanfaat untuk saya, si 'kakak' beserta calon bayi, dan siapa saja tentunya.
--hijaunya halaman masjid--

--bersama si 'kakak'--

















--Masjid Agung dari salah satu sisi--
 *)Untuk ulasan tentang relikui lebih lengkapnya, saya akan posting di tulisan berikutnya. Ini sekadar catatan perjalanan saja.. Semoga yang baca tidak bosan

0 comments:

Posting Komentar