Lima Huruf Saja, BATAS

 
Satu lagi, film lokal yang menarik perhatian saya. Lumayan membuat penasaran. Sebuah film dengan tema kehidupan sosial masyarakat di daerah perbatasan. Selain tema yang baru, film ini juga menarik menurut saya karena dibintangi oleh pemain-pemain senior. Seperti Piet Pagau dan Jajang C. Noer. Tentu, tak perlu diragukan lagi kemampuan akting artis gaek ini.

Judul film ini hanya terdiri dari lima huruf. BATAS. Singkat saja. Tapi makna yang disuguhkan tak sesingkat kata itu saja. Batas yang dimaksud dalam film ini bukan hanya memberikan gambaran tentang apa yang terjadi di perbatasan, tetapi juga menceritakan tentang bagaimana seorang manusia harus menghadapi masalah yang dihadapi dari lingkungan sekitar dan mencoba melewati batasan yang ada dalam dirinya sendiri.



Batas merupakan sebuah film layar lebar yang terinspirasi dari problematika dan dinamika kehidupan sosial masyarakat desa yang berada di wilayah Entikong, Kalimantan Barat. Entikong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Entikong memiliki jalur perbatasan darat dengan negara Malaysia khususnya Serawak sehingga jalur darat sering disebut jalur sutera karena bisa dilewati langsung oleh bus baik dari Indonesia maupun dari Malaysia tanpa harus menyebrangi sungai maupun laut.


Film yang disutradarai Rudi Sudjarwo ini bercerita mengenai seseorang yang berdiri diantara batas keraguan, dilema, dan juga antara keinginan pribadi dengan adaptasi di lingkungan yang baru. Sebuah film yang memperlihatkan bahwa batas tak hanya bermakna geografis, namun juga psikologis.

Marcella Zalianty, sang produser sekaligus memerankan tokoh Jaleswari, pemeran utama dalam film yang baru tayang sejak 19 Mei lalu. Berperan sebagai Jaleswari, perempuan yang tengah hamil muda diutus oleh perusahaannya dalam rangka menyelesaikan permasalahan program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang pendidikan. Program pendidikan di wilayah perbatasan tak pernah berhasil. Setiap guru yang dikirimkan tak pernah bertahan lama. Terlalu banyak tekanan bagi kaum pendatang untuk bertahan di beranda depan negeri ini.

Saatnya Jaleswari membuktikan bahwa ia mampu merubah pendidikan anak negeri perbatasan tersebut. Ia tak gentar dengan perlakuan sekelompok orang yang tak senang dengan kedatangannya. Ia mesti melampaui batas keberaniannya. Ia bertekad membawa anak-anak perbatasan mendapatkan pendidikan layak agar mereka mampu menjalani hidup dengan lebih baik. Karena itu, dengan kepercayaan diri tinggi, Jaleswari menyatakan kesanggupan mengeksplorasi daerah perbatasan Kalimantan itu dan menjanjikan penyelesaian masalah dalam dua minggu.

Namun, permasalahan tak sesederhana dugaannya. Masyarakat lebih memilih jadi tenaga kerja yang dijanjikan akan meraih kekayaan oleh penjual jasa bernama Otig (Otig Pakis). Salah satu korbannya bernama Ubuh (Ardina Rasti), buruh migran Indonesia yang menjadi korban ketidakadilan dan melarikan diri dari negeri tetangga.

Otig adalah salah seorang penduduk negeri perbatasan yang tidak menyukai kehadirannya. Bermacam teror dihadapkan kepada Jaleswari untuk mengusirnya dari kampung tersebut. Namun, tekad Jaleswari semakin bulat. Tak akan meninggalkan kampung tersebut sebelum misinya selesai. Tak dipungkiri berbagai konflik selama di kampung Entikong juga membuat Jaleswari merasa terguncang.

Saat inilah kepala suku yang dipanggil 'Panglima' (Piet Pagau) membantu menuntun Jaleswari untuk  memahami 'Bahasa Hutan' agar ia lebih memahami lingkungan. Dan lebih tegar untuk terus berbuat banyak untuk penduduk Entikong. Di sini akting Piet Pagau sangat memukau. Kharisma ia sebagai 'Panglima' sangat menonjol. Dialeg daerah begitu kental.

Tak hanya Piet Pagau dan Jajang C. Noer (Nawara) , film ini juga menghadirkan Arifin Putra (Arif), Perwira Intelijen yang bertugas menjaga daerah perbatasan. Juga, pendatang baru Marcell Domit (Adeus) dan Alifyandra (Borneo). Adeus adalah satu-satunya guru pribumi yang sudah mulai putus asa untuk mendidik anak-anak kampung. Ia dihantui rasa takut karena terus-menerus menerima teror dari Otig. Maka, semangat itu kembali timbul setelah perjuangan yang dibuktikan oleh Jaleswari. Sementara, Borneo adalah salah seorang murid Adeus. Cucu dari Nawara dan 'Panglima'. Borneo adalah salah satu wajah yang berada di wilayah terdepan garis batas Indonesia.  Ia bercita-cita menjadi presiden dan bertekad akan membela negerinya dari ancaman apapun.

Dalam film produksi Keana Production ini, penonton akan diajak membuka mata terhadap konflik daerah perbatasan, salah satu hal yang jadi masalah nyata republik ini. Dengan disutradarai Rudi Soedjarwo, sineas yang dikenal kalau membuat film dengan sederhana, maka film ini layak diterima oleh seluruh kalangan penonton. Mudah untuk dipahami. Semoga menambah kecintaan generasi kita pada negeri. Meskipun harus melampui batas-batas hidup ini.***
-cast crew-

0 comments:

Posting Komentar