Sebuah Catatan untuk Ibu Rafi'ah

Namanya Rafi'ah. Saya memanggilnya ibu Rafi'ah. Beliau salah seorang guru saya di Sekolah Dasar dulu. Tepatnya wali kelas saya waktu saya duduk di kelas tiga. Lalu, kenapa saya harus menulis tentang beliau? Entahlah. Mungkin ini sebentuk cara saya memperingati hari guru, berterimakasih kepada guru, dan  juga sebagai cerminan untuk saya pribadi yang seharusnya jadi guru. He..

Sebenarnya tak ada suatu yang istimewa antara saya dengan ibu Rafi'ah. Hanya saja di antara tiga puluhan siswa lain, saya satu-satunya siswa yang sangat dekat dengan beliau..cie.. Kedekatan saya dengan ibu Rafi'ah bisa dikategorikan seperti apa? Hm.. cukup susah mendeskripsikannya. Yang jelas, ibu Rafi'ah tak bisa lepas dari saya, begitu juga sebaliknya, saya tak bisa lepas dari beliau. Maksudnya apa nih? bingung kan..?

Begini, yang namanya guru yang tergolong sudah agak tua -50 tahunan- dan beberapa tahun kemudian akan memasuki masa pensiun tentu ibu Rafi'ah butuh pertolongan macam-macam selama proses pembelajaran berlangsung. Misalnya: minta tolong mengambilkan buku dari perpustakaan untuk dibagikan ke siswa, menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum proses belajar mengajar dimulai, juga mengisi buku absen dan nilai siswa. Sebenarnya masih banyak yang lain sih..tapi tak usah saya jabarkan lebih jelas ya. Cukup mengerti kan? Untuk hal ini, ibu Rafi'ah sepertinya terlalu hafal dengan nama saya. Segalanya selalu saya yang ditunjuk untuk membereskan tugas tersebut. Padahal banyak teman laki-laki di kelas saya yang punya tenaga lebih untuk melakukannya. Mungkin karena saya lumayan 'besar' kali ya? Ya, nggak lah... itu karena ibu Rafi'ah menaruh kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikannya. Ceile.. (mencoba berprasangka baik saja).

Kalau itu semacam pertolongan yang dibutuhkan Ibu Rafi'ah yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Sementara di luar itu, banyak hal lain yang membuat saya dekat dengan ibu Rafi'ah. Apa coba...? Hmm.. diceritakan nggak ya..? Ya udah, saya ceritain aja deh. Dulu, ibu Rafi'ah itu hobi sekali memintai tolong kepada saya. Mulai dari minta tolong belanja kebutuhan harian beliau di rumah, minta ditemani ke tukang jahit langganan, minta temani kalau tidak ada teman di ruang guru, minta tolong belikan pembalut. Hah..!! Giliran yang ini saya benar-benar menjadi siswa super lugu yang dengan mudahnya dikerjain sama penjaga warung waktu itu. Malu abis.. (gapapa deh.. kan niatnya bantu. he.).

Nah, lo.. apa istimewanya donk cerita saya dan ibu Rafi'ah? Ga ada sih.. Tapi saya menyimpan banyak memori dan pelajaran saja dari sini. Menurut saya, memorinya sangat indah. Kenapa tidak, semasa di bangku sekolah dasar, apabila seorang siswa dekat dengan guru, itu menjadi kebanggaan tersendiri. Teman-teman saya banyak yang iri lo.. Beda lagi ketika pendidikan saya merangkak lebih tinggi. Pandangan seperti itu perlahan pudar, bahkan habis. Puncaknya, di bangku kuliah. Saya sama sekali tidak ingin dan tidak senang dekat dengan dosen. Apa sebab? Menurut studi kasus kecil-kecilan versi saya, mahasiswa yang dekat dengan dosen itu bukan murni kedekatan antara mahasiswa dengan dosennya. Melainkan ada embel-embel lainnya. Terbukti lo.. tak usah diperjelaslah. Harap dimengerti. He..

Kembali lagi ke kedekatan saya dengan ibu Rafi'ah itu murni kedekatan antara guru dengan siswanya di ruang kelas, juga kedekatan antara seorang anak dengan ibunya di luar kelas. Baik saya pun ibu Rafi'ah, kami tidak pernah menyalahgunakan kedekatan ini. Saya ikhlas membantu karena saya mendapatkan orang tua kedua setelah ibu kandung saya. Ibu Rafi'ah pun memberi nilai seobjektif mungkin atas prestasi saya di sekolah. Nilai saya benar-benar murni berbanding lurus dengan usaha saya dalam belajar.

Hanya satu tahun saya dibimbing ibu Rafi'ah. Setelah naik kelas beliau bukan menjadi wali kelas saya lagi. Rasanya, ingin bersama beliau terus. Tapi, gak mungkin juga kan. Life must go on.. move to other step n face other people. 

Yang namanya sudah dekat, tetap saja saya dekat dengan ibu Rafi'ah walaupun di kelas saya tak lagi selalu bersamanya. Hingga kemarin saya pulang ke kampung halaman, masih saja mendengar kabar dari adik bungsu saya. Kebetulan dia berteman dengan cucu ibu Rafi'ah. Kata adik saya, "setiap kali ke rumah Tia-cucu ibu Rafiah- ibuk itu tanyain kamu terus." Wah.. senang sekali, bercampur haru. Sekarang beliau sudah jauh lebih tua dibanding kebersamaan kami dulu. Hampir lima belas tahun lalu. Tapi, beliau masih mengingat saya. Sempat berniat untuk mengunjungi beliau, tapi hingga sekarang belum kesampaian. Tak banyak yang bisa diperbuat. Hanya do'a sederhana yang bisa saya kirimkan, semoga beliau dilimpahkan kesehatan dan diberi umur panjang.

Salam takzim dari jauh untukmu ibu..
Terimakasih atas ilmu yang telah kau berikan..
Insyaallah akan menjadi amalan tak terputus bagimu..

***
Hm.. sebenarnya sangat tak adil kalau saya hanya bercerita tentang ibu Rafi'ah. Ada dua lagi guru sekolah dasar saya yang menyimpan memori tersendiri. Beliau ibu Rit dan Bapak Zuherman. Dengan tidak mengurangi penghargaan saya atas jasa-jasa beliau, catatan ini juga didedikasikan untuk mereka. Terimakasih Ibu..Bapak..

*Ujungbori 16:10 Wita

0 comments:

Posting Komentar